Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Itu fitnah

Kampung beleka dan kampung bonjeruk,lombok tengah, dikenal tempat maling-maling ternak. wijaya menangkis tuduhan tersebut. yang benar mereka punya keahlian ilmu sirep untuk melarikan calon istri.

8 Desember 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BELEKA adalah salah satu dusun dari 16 kampung di Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah. Konon, di Kampung Beleka inilah lahir maling-maling ternak. Beberapa tetua desa yang dihubungi wartawan TEMPO Supriyanto Khafid tak menyangkal. "Dulu-dulunya memang ya. Tujuh puluh persen penduduk Beleka nakal," kata Lalu Wirename, Kepala Desa Ganti. Seorang penduduk asli Beleka, Muhammad Gozali, 39 tahun, yang kini Kepala Sekolah Dasar Negeri 3 di kampung itu, mengenang. "Dulu, waktu saya masih sekolah sering malu diolok-olok teman karena berasal dari Beleka," ujar Gozali. Artinya, Beleka sudah dicap jelek, sebagai kampung maling. Alam di wilayah Lombok Tengah bagian selatan ini memang tidak bersahabat. Tanah gersang, Sawah kering, lebih sering mengharap air hujan. Di musim kemarau, banyak lelaki pergi keluar desa, mencari nafkah, umpamanya sebagai kuli bangunan. "Malah ada yang memburuh ke Malaysia," kata Lalu Wirename. Sebagian lagi tinggal di desa sebagai perajin rotan dan gerabah. Dengan pekerjaan ini, seorang dapat memperoleh upah Rp 1.500 sampai Rp 2.000 per hari. Rakyat di sekitar Desa Ganti percaya, mereka masih satu keturunan dengan warga Bonjeruk, di Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah. Entah berhubungan atau tidak, Bonjeruk juga dijuluki daerah maling. Seorang bekas anggota Koramil Praya yang bertugas di Lombok semenjak 1959 menyindir Beleka dan Bonjeruk dengan istilahnya sendiri. "Kalau kecopetan di Beleka, jangan dikejar, Anda bisa dikeroyok orang sedesa." Benarkah Bonjeruk di Kecamatan Jonggat itu punya reputasi seburuk itu? "Itu fitnah. Buktinya, masyarakat Sasak, terutama Bonjeruk, masih menganggap mencuri itu perbuatan hina," kata Lalu Wijaya, lulusan UGM yang berasal dari Bonjeruk, dengan geram. Insinyur yang bekerja di Dinas Peternakan Mataram itu menduga ada yang sengaja melempar omongan jelek tentang kampungnya. "Mereka iri hati melihat orang-orang Jonggat banyak yang sukses," kata Lalu Wijaya. Contohnya, putra daerah Jonggat bisa menjadi anggota DPRD, bupati, dan pengusaha muda. Namun, menurut Wijaya, memang benar rakyat Jonggat punya kepiawaian ilmu sirep. "Dalam sejarahnya ini terbukti ketika Kerajaan Jonggat memberontak terhadap Kerajaan Cakranegara tahun 1890." Kala itu, orang Jonggat berhasil menyirep penjaga tahanan untuk membebaskan para prajurit Jongga yang tertangkap. "Sejak itu orang Jonggat terkenal jago ilmu sirep. Namun, orang-orang yang tak suka memutarbalikkan, seolah-olah ilmu itu ilmu maling," ujarnya. BSU, Supriyantho Khafid

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus