Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Jack, yang menerima "wahyu"

Peter william sutcliffe, pembunuh misterius di kota leeds yang dijuluki the yorkshire ripper tertangkap. semua korban wanita pelacur. kepolisian londonnya ris gagal membongkar kasus pembunuhan ini. (sel)

13 Juni 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NYARIS dua kali citra Scotland Yard rusak binasa. Tahun 1888, dinas kepolisian metropolitan London itu gagal total membongkar kasus pembunuhan berantai, yang dilakukan antara 7 Agustus hingga 10 November. Tujuh orang wanita menjadi korban. Semuanya pelacur. Pembunuh itu beraksi di sekitar Whitechapel, Distrik East End, London. Ia kemudian dijuluki Jack The Ripper. Semua usaha polisi menjaring 'Jack' gagal. Mereka bahkan mendapat kiriman sepotong ginjal manusia, diduga dari sang pembunuh. Dari bekas yang ditinggalkan 'Jack', kuat dugaan bahwa ia menguasai anatomi manusia. Ia menggorok leher korbannya dengan teliti, dan memotong-motong tubuh mereka secara seksama. Polisi putus asa. Sebaliknya, para penerbit novel dan produser film panen dari pelbagai cerita yang diangkat berdasarkan tema Jack The Ripper. Tak sampai seabad kemudian, 1975, polisi London kembali dibikin pusing. Pembunuhan demi pembunuhan mengambil lokasi di daerah Yorkshire Barat, dan tempat lain disekitar England Utara. Semua korban wanita. Sebagian besar pelacur. Terkenang akan Jack The Ripper yang hingga kini tetap misterius, pers dan masyarakat menjuluki pembunuh biadab itu The Yorkshire Ripper, Jagal dari Yorkshire. Korban pertama adalah Wilma McCann. Wanita tunasusila ini dibunuh di Leeds, 30 Oktober 1975. Kepalanya dihantam palu. Korban kedua jatuh pada 20 Januari 1976. Kali ini nasib malang itu menimpa Emily Jackson, pelacur, juga di Leeds. Pada paha Emily membekas sepatu sang pembunuh. Nomor tujuh. Termasuk ukuran kecil. Setelah itu menyusullah lima tahun penuh teror di seputar kawasan Yorkshire. Jagal itu tampaknya khusus memilih kaum wanita. Terutama mereka yang akrab dengan kehidupan wilayah lampu merah. Lebih lima tahun The Yorkshire Ripper malang melintang tanpa halangan. Kepala polisi London hampir menangis menampung cerca masyarakat. Apalagi pers. Bahkan Menteri Dalam Negeri Kerajaan Inggris, yang membawahkan kepolisian, tak urung disindir kiri kanan. Usaha identifikasi tak banyak membawa hasil. Dari beberapa orang korban yang tak sampai tewas, misalnya Anna Rogulskyj dari Keighley dan Olive Smelt dari Halifax, berhasil dikumpulkan sedikit keterangan. Misalnya, bahwa pembunuh itu berambut lebat, berjenggot, dan ompong pada gigi depannya. Hal ompong ini ada sangkut pautnya dengan mayat yang ditemukan polisi di Preston, 20 November 1975. Korban pembunuhan bernama Joan Harrison. Pada buah dadanya tampak bekas gigitan, dari sebaris gigi yang bogang di depan. DARI berbagai keterangan, memang berhasil dirancang sebuah sketsa. Disamping itu terdapat ciri yang menyertai semua pembunuhan. Yaitu: sang jagal beroperasi di daerah mesum, dan selalu mengetuk kepala korbannya dengan palu. Setelah 13 orang wanita menjadi mayat, barulah polisi London berhasil menangkap The Yorkshire Ripper, 2 Januari 1981. Dia adalah Peter William Sutcliffe, 34 tahun, pengemudi truk dari Garden Lane, Heaton, Bradford. Inilah pengejaran terlama di dalam sejarah pidana Inggris. Boleh jadi juga yang termahal. Dalam lima tahun, polisi mengumpulkan 5,2 juta keterangan, 32 ribu di antaranya tertulis. Di sekitar kota Manchester, Sheffield, Humberside, Bradford dan Leeds, 250 ribu orang diwawancarai. Di daerah sarang pelacuran sekitar Manchester, Leeds, Preston, Halifax dan Huddersfield, lebih 5 juta mobil dicatat nomornya dengan teliti. Di wilayah ini memang terjadi tidak kurang 20 kali serangan terhadap wanita. Dari segi keuangan, lima tahun operasi itu menghabiskan Å“4 juta Jam kerja yang digunakan polisi berjumlah lima juta jam! Ironinya: sang pembunuh sendiri tak pernah mengungsi dari daerah operasinya. Tertangkapnya Sutcliffe pada 2 Januari 1981 lebih bersifat peristiwa kebetulan. Malam itu, sebuah truk menghampiri seorang pelacur bernama Olivia Reivers di wilayah lampu merah Broomhall Street. "Pengemudi truk itu mengajak saya bermain cinta, dan saya menyebut tarif Å“10 untuk satu permainan di atas mobil," kata Olivia blak-blakan ketika memberikan kesaksian di pengadilan. Olivia kemudian mengajak sang pengemudi bersama mobilnya ke Melbourne Avenue tak jauh dari Broomhall, karena Sutcliffe tak punya saran lain. Daerah itu sudah terkenal dengan para pelacur yang melayani langganan di dalam kendaraan. Ketika Sutcliffe mematikan mesin dan lampu mobilnya, Olivia menagih pembayaran lebih dulu. Jagal itu mengulurkan uang Å“ 10. "Dia bercerita," tutur Olivia kemudian, "bahwa dia baru bertengkar di rumah dengan istrinya." Tak bisa diungkapkan, apakah Sutcliffe malam itu ingin menambah jumlah korbannya dengan menamatkan Olivia. Yang terang, berdasarkan kisah sang pelacur, mereka gagal bermesraan. "Dia tampak gugup," tutur Olivia. Wanita ini juga membenarkan para pemeriksa, bahwa malam itu Sutcliffe tak berhasil membangkitkan kejantanannya. Lalu datanglah sebuah patroli. "Waktu itu celananya masih terbuka," sambung Olivia. Dan Sersan Robert Ring, komandan patroli itu, tak memerlukan waktu lama untuk menaruh kecurigaan. Nomor mobil Sutcliffe memang tercantum di dalam daftar yang sudah dipegang polisi. Apalagi setelah pengemudi itu dibawa ke bawah cahaya lampu. Rambut lebat, berjenggot, ompong pada gigi depan. Pemeriksaan selanjutnya memperjelas soal. Palu, obeng, seutas tali, muncul laksana memperkenalkan diri sebagai barang bukti. Sersan Ring hampir bersorak. Pengemudi yang sangat dicurigai itu digiring ke kantor polisi. PENGAKUAN demi pengakuan diberikan Stucliffe melapangkan jalannya ke pengadilan. Polisi London lega. Kali ini kasus 'Jack The Ripper' tidak berulang. Tapi apakah sukses polisi ini disambut hangat masyarakat? Tidak. Peter William Sutcliffe sebetulnya bukan orang baru untuk polisi London. Tahun 1969 ia pernah ditahan karena kedapatan membawa palu. Tuduhan pada waktu itu: dicurigai akan mencuri. Masih dalam tahun itu juga, Sutcliffe kembali ditahan polisi. Ia dipergoki menenteng kaus kaki berisi batu. Kalau sekedar itu, tentu tak apa-apa. Tapi kaus berisi batu tadi sempat dihantamkan Sutcliffe ke kepala seorang pelacur di daerah Bradford. Sutcliffe bisa bebas karena pelacur itu sudi memberi maaf. Sutcliffe memang baru membunuh enam tahun kemudian. Tapi masyarakat menyesalkan, mengapa polisi tak cermat membongkar arsip orang-orang yang dicurigai. Palu yang sudah ditemukan pada Sutcliffe 1969, dan tindakannya menyerang pelacur di Bradford tak lama kemudian, tentu amat menarik bila dikaitkan dengan mata rantai pembunuhan 1975-1980. Di pengadilan, Sutcliffe sendiri bagai menertawakan polisi. Pada suatu saat, katanya, "saya hanya empat langkah di depan seorang polisi, mengenakan sepatu yang nomor dan cirinya sudah di tangan sang polisi." Menurut laporan surat kabar mingguan terkemuka Ingris The Sunday Times, 3 Mei 1981, 18 bulan sebelum Sutcliffe ditangkap namanya sudah disebut secara resmi dalam sebuah jurnal seorang polisi Yorkshire. Tapi kepala kepolisian setempat rupanya meremehkan data itu. Para perwira polisi mungkin lebih percaya pada sebuah kaset yang dikirim oleh seorang tak dikenal. Kaset itu hanya berisi ucapan: "I'm Jack " (Sayalah Jack). Suaranya jelas beraksen Wearside. Maka polisi memusatkan usaha pengejaran pada seorang yang memiliki aksen daerah Wearside, aksen yang justru tidak dimiliki Sutcliffe. Sejak tahun 1975, sembilan kali Sutcliffe diperiksa polisi. Tapi ia selalu lolos. Apalagi istri dan mertuanya memperkuat alibi sopir truk itu. Menurut mereka, pada malam-malam pembunuhan di sekitar Yorkshire, Sutcliffe selalu berada di rumah. Para pengamat percaya, kalau polisi sedikit cermat setidak-tidaknya tujuh pembunuhan bisa dicegah. Sutcliffe sendiri menyebut penangkapannya sebuah "mujizat". Ia berkali-kali mengatakan di pengadilan, bahwa semua fakta sudah di tangan polisi sejak lama. "Tapi akhirnya saya maklum juga mengapa mereka tak berhasil menangkap saya. Semuanya berada di tangan Tuhan," ujar pembunuh itu dengan gaya seorang pengkhotbah. Pengadilan atas diri Peter William Sutcliffe tentu saja sangat menarik perhatian. Sidang dilangsungkan di ruangan nomor satu pengadilan pidana pusat, yang lebih dikenal dengan nama Old Bailey, London. Di sini, ratusan bajingan Inggris sudah menerima keputusan hukumnya sepanjang sejarah kriminal negeri itu. Lebih 80 orang wartawan dalam dan luar negeri meliput sidang ini. Tersedia lebih 30 kursi untuk masyarakat, yang sebagian besar diduduki para mahasiswa hukum. Mereka sudah antre sejak malam sebelumnya. Ada malah yang membawa sleeping. Tindakan keamanan lebih ketat dari biasa. Semua tas digeledah. KTP diperiksa. Di antara pengunjung tampak James Hobson, wakil kepala polisi Yorkshire Barat. Dia inilah, bersama anggota-anggota kesatuannya, jungkir balik memburu sang pembunuh sejak lima tahun terakhir. Beberapa keluarga korban ikut menonton persidangan. Juga Anna Rogulskyj dan Olive Smelt, dua di antara korban yang tak sampai tewas. Sonia Sutcliffe, istri terdakwa duduk bersama ibunya, Ny. Maria Szurma di sebelah kanan dock tempat Sutcliffe berdiri selama sidang. Sonia dikawal sejumlah Polwan berseragam. Wajahnya pucat. The Yorkshire Ripper memasuki ruangan sidang dengan kalem. Pakaiannya rapi. Mengenakan jas kelabu dengan kemeja berwarna biru, ia rupanya sempat berdandan sebelum tampil di depan umum. IA diangkut ke Old Bailey dengan sebuah mobil penjara berwarna hijau. Sejak berangkat dari penjara Birxton, London bagian selatan, mobil berlapis baja ini dikawal ketat oleh sejumlah kendaraan polisi. Di Old Bailey, lampu sorot TV dan wartawan foto menyambut pembunuh itu. Sidang dipimpin Hakim Boreham. Pihak penuntut umum dikepalai Jaksa Agung Sir Michael Havers. Sebagai pembela Sutcliffe bertindak James Chadwin. Beberapa saksi diundang hadir, di antaranya terdapat psikolog dan psikiater. Di atas meja terpajang barang bukti: 8 buah palu, sebilah gergaji dan belati, sebilah pisau dapur panjang, tiga pisau pemotong daging, 8 obeng, seutas tali, dan sebuah tas tangan dari serat rafia. Sutcliffe dituduh melakukan pembunuhan atas diri 13 orang wanita, dan percobaan pembunuhan terhadap 7 orang wanita lagi. Kepada 12 orang anggota juri yang diangkat dan diambil sumpahnya, terletak keputusan dalam menentukan apakah Sutcliffe seorang pembunuh, atau seorang yang mengalami gangguan jiwa. *** Peter William Sutcliffe dilahirkan 2 Juni 1946 di Heaton Row, di kota pasar Bingley, yang kini termasuk bilangan West Riding wilayah Yorkshire. Ayahnya pembakar roti, ibunya kelahiran Irlandia. Dari enam bersaudara, Sutcliffe anak tertua. Kendati bukan keluarga kaya, rumah tangga itu berbahagia. Di SD St. Joseph setempat, Sutcliffe tercatat murid yang pintar. Tapi di SMP Cottingley Manor, Bingley ia biasa-biasa saja. Tahun 1961 keluarga itu boyong ke Cornwall Road. Masa kecilnya tipikal kehidupan kaum pekerja Inggris. Anak-anak dari golongan ini biasa bermain bola dan cricket di tengah jalanan, membentuk gang bocah masing-masing. "Mereka sesaudara gemar ribut," ujar Ny. Wendy Turner, 33 tahun, yang hingga kini mukim di Cornwall Road. Tapi ia juga mengaku, bahwa Sutcliffe tak pernah terlibat perkelahian. Meningkat remaja, Sutcliffe tampak tertarik pada sepeda motor dan mobil. Ia keluar dari sekolah, dan bekerja sebagai magang di sebuah bengkel. Tapi ini tak lama. Ia berpindahpindah pekerjaan. Pada tahun 1964 terjadi perubahan mendadak. Sutcliffe menjadi penggali kubur di pemakaman Bingley! Nah, di sinilah agaknya pokok pangkal bencana. Konon, selama bekerja di pemakaman ini Sutcliffe menerima 'wahyu'. Ia mengaku "diperintahkan Tuhan menghapuskan pelacuran dari muka bumi." Tapi menurut cerita lain, justru pada masa itu Sutcliffe memperlihatkan tingkah aneh. Pada suatu kesempatan, tutur Laurie Ashton yang pernah menggali kubur bersama Sutcliffe, "ia mengeluarkan sebuah tengkorak dari makam yang dibongkar, dan menakut-nakuti para siswi sebuah sekolah di Bingley dengan barang itu." Ia tampaknya tertarik bermain-main dengan tubuh manusia. Seorang pembersih jendela bernama Eric Robinson menceritakan pula bahwa Sutcliffe pernah memiliki cincin-cincin yang berasal dari jenazah. "Ia pernah menawarkan cincin itu kepada saudari perempuannya yang akan menikah," tutur Eric. Sementara yang ditawari terlompat kaget mendengar asal-usul cincin tersebut, Sutcliffe konon "tertawa terbahak-bahak. " Menurut Dr. Hugo Milne, psikiater yang memeriksa Sutcliffe sebelum diajukan ke pengadilan, lelaki itu memang rada sinting. Dalam istilah ilmiahnya: ia menderita schizophrenia paranoia. "Apakah anda menganggap dia berbahaya?" tanya pembela James Chadwin di pengadilan. Psikiater yang sudah berpengalaman 20 tahun itu menjawab: "Tidak hanya berbahaya, melainkan sangat berbahaya." Pengadilan memanggil pula psikiater Dr. Malcolm MacCulloch, Direktur Medis Rumah Sakit Khusus Park Lane, Liverpool. "Saya hanya memerlukan waktu 30 menit untuk menentukan orang ini sebagai penderita schisophrenia paranoia, " ujar Dr. Malcolm di pengadilan. Kalau begitu, sejak kapan Sutcliffe mulai sableng? "Sejak ia berumur 19 atau 20 tahun, tepatnya setelah bekerja sebagai penggali kubur," jawab Dr. Hugo. Jadi kira-kira 10 tahun sebelum pembunuhan pertama. Seorang petugas sempat membisikkan pada Dr. Hugo, bahwa Sutcliffe bisa tenang sekali pada saat pemeriksaan mencapai titik paling gawat. "Justru itulah salah satu pertanda schizophrenia, "sahut sang psikiater kalem. Tapi ke-12 orang juri, 6 pria 6 wanita, tak sudi menerima diagnosa ini. Bagi mereka Sutcliffe tetap pembunuh berdarah dingin, yang memperlakukan korbannya dengan cara yang sungguh menjijikkan. Mereka tak bisa lupa, bahwa Sutcliffe menggali kemaluan salah seorang korbannya dengan obeng panjang. Siapa yang tidak bergidik? Jagal itu sendiri menolak tuduhan bersalah melakukan pembunuhan. Tapi ia mengaku "membunuh tanpa direncanakan." Juri kemudian memberikan kata putus 'guilty" (bersalah) terhadap Sutcliffe, dengan perbandingan suara 10:2. Inggris memang sudah menghapuskan hukuman mati. Karena itu pengadilan menjatuhkan vonis hukuman seumur hidup terhadap pembunuh itu, dengan catatan bahwa ia secara definitif harus berada di belakang tembok penjara sekurang-kurangnya 30 tahun. "Ini memang hukuman yang luar biasa panjangnya," kata Hakim Boreham kepada Sutcliffe, "tapi saya juga percaya anda manusia yang luar biasa berbahayanya." Setidak-tidaknya keluarga para korban lega mendengar keputusan ini. Tapi Ny. Doreen Hill, ibu korban terakhir Jacqueline Hill, rupanya kurang puas. "Saya ingin bajingan itu digantung," katanya. Ada pula keluarga korban yang khawatir kalau sebelum 30 tahun muncul usaha membebaskan Sutcliffe dari penjara. Pembunuh itu sendiri tetap tenang. Ia segera diangkut ke penjara Wormwood. Setelah di sana sebentar, ia akan dipindahkan ke penjara Akefield, di mana sanak saudaranya diizinkan berkunjung. Kemudian baru ia dimukimkan di penjara lain, dengan kategori "terpidana paling berbahaya. " Di samping melenyapkan 13 nyawa, Sutcliffe membuat cacat seumur hidup tujuh wanita lainnya. Tidak semuanya pelacur. Ia bahkan sempat menyerang seorang asing, yaitu Dr. Upadhya Anandavathy Bandara, 34 tahun, seorang warganegara Singapura yang sedang belajar Nuffield Medical Centre di Leeds. Dr.Upadya selamat, karena kebetulan Sutcliffe lupa membawa palu dan obeng. DARI 13 orang korban yang tewas, 25 anak menjadi yatim. Ada pula ayah korban yang meninggal lantaran tak tahan menanggung pilu. Masyarakat menyebutnya sebagai "korban ke-14". Hanya tinggal satu soal yang tetap menjadi pikiran masyarakat dan para petugas. Siapa pengirim kaset berisi ucapan "I'm Jack, " dengan aksen Wearside yang kental itu? Orang itu tampak mengetahui detil pembunuhan Joan Harrison, yang oleh Sutcliffe disanggah keras sebagai ulahnya. Kalau begitu, mungkin ada pembunuh kedua yang masih bebas gentayangan? Istri Sutcliffe, Sonia, tak kuat berdiri setelah keputusan itu diketukkan. Ia dipapah ibunya meninggalkan ruangan sidang. "Saya tetap mencintainya," bisik perempuan malang itu, "dan akan senantiasa mendampinginya." Sesuai dengan hukum Inggris, Sutcliffe mempunyai waktu 28 hari (sejak 22 Mei) untuk mempertimbangkan apakah ia akan naik banding. Kalau tidak, ia segera memulai hari-hari dari masa hukuman 30 tahun yang kelam itu. Para psikiater memang memikirkan kemungkinan memberikan pengobatan kepada Sutcliffe selama di penjara. Misalnya melalui therapi obat penenang. "Mungkin diperlukan 10 tahun untuk pengobatan itu," kata Dr. Marlcolm Macculloch. "Kemudian," sambungnya, "Sutcliffe tetap insan berbahaya."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus