Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
DPRD diminta memperbaiki sistem pertanggungjawaban dana kegiatan reses.
DKI batal meloloskan anggaran kunjungan daerah pemilihan sebesar Rp 49 miliar pada tahun depan.
Tahun lalu, DPRD dan DKI sempat berencana menambah alokasi anggaran RKT hingga Rp 580 miliar.
JAKARTA – Masyarakat sipil mengkritik Pemerintah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta yang terus berupaya meloloskan mata anggaran janggal ke anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). Hal ini disampaikan meski pemerintah dan DPRD akhirnya mencoret dana kunjungan daerah pemilihan (dapil) sebesar Rp 49 miliar dari draf rancangan APBD 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini bukan pertama kali mereka mencoba menambah pundi-pundi pribadi dengan memasukkan anggaran dengan berbagai nama atau bentuk," kata peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, saat dihubungi, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, kata Lucius, pihak eksekutif dan legislatif berencana menaikkan tunjangan anggota Dewan dengan mencantumkan peningkatan dana Rp 580 miliar dalam rencana kerja tahunan (RKT) 2021. Rencana ini kemudian batal setelah masyarakat mendukung posisi fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang menolak rencana alokasi anggaran yang setara dengan Rp 5,47 miliar per anggota Dewan tersebut.
Menurut Lucius, skema dana kunjungan dapil hanya akan berakhir pada pendapatan tambahan anggota legislatif. Formappi pun meminta masyarakat tetap mengawasi pembahasan rancangan APBD 2022. Dia menilai ada potensi bahwa dana yang dicoret akan bersalin nama atau bentuk.
"Ruang otak-atik anggaran DKI memang hanya bisa di sekitar dana reses atau sosialisasi peraturan. Di luar ini, akan ada potensi terpantau penegak hukum," ujar Lucius.
Berdasarkan data yang diterima Tempo, DKI memberikan alokasi anggaran Rp 31,8 miliar dana reses kepada 106 anggota Dewan dalam APBD 2021. Dalam satu tahun, anggota Dewan bisa melakukan reses tiga kali. Selama periode tersebut, mereka bisa menggunakan dana tersebut untuk kunjungan atau kegiatan di 16 titik.
Sumber yang mengetahui proses pelaporan kegiatan reses mengatakan beberapa anggota Dewan tetap menagih pencairan dana meski sama sekali tak melakukan kunjungan ke konstituen. Beberapa anggota lainnya mengklaim anggaran tertinggi meski pengeluaran selama reses jauh lebih rendah. Dalam laporan pertanggungjawaban, anggota DPRD ini kerap menggunakan kuitansi pengeluaran palsu, foto kegiatan lampau, dan tanda tangan kegiatan fiktif.
"Tiga kali reses itu bisa mendapat dana hingga Rp 300 juta. Bisa masuk ke kantong sendiri kalau memang resesnya fiktif," kata dia.
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mengklaim pihaknya turut memantau rencana anggaran DKI Jakarta. Dia mengklaim lembaganya pernah menemukan anggaran janggal bernama dana aspirasi di DPRD Jawa Tengah pada 2014. Mereka pun melaporkan proyek penggarongan uang daerah tersebut ke kejaksaan. "Terbukti pidana dan sudah diproses hukum," kata dia.
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Bonyamin Saiman. Dok Tempo/M. Iqbal Ichsan
Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Gembong Warsono, membenarkan bahwa mata anggaran dana kunjungan dapil telah dibatalkan. Hal ini dilakukan setelah pihak legislatif tak menemukan payung hukum untuk memunculkan anggaran yang diklaim mampu meningkatkan penyerapan aspirasi masyarakat Ibu Kota tersebut.
Sebelumnya, anggaran itu rencananya menjadi modal kegiatan kunjungan tiap anggota Dewan ke dapil masing-masing setiap bulan. Anggota DPRD mendapat dana sekitar Rp 38,5 juta per kunjungan tersebut. Dengan anggaran ini, setiap anggota legislatif berarti bisa menyerap aspirasi pemilihnya sekitar 15 kali dalam satu tahun. Serupa dengan dana reses, anggota DPRD bisa menggunakan anggaran kunjungan dapil untuk penyewaan tempat, keperluan alat tulis, dan penyediaan makanan. "Setelah simpang-siur, sudah ditolak dalam rapat rancangan APBD 2022," kata dia.
Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria membantah anggapan bahwa pengajuan dana kunjungan dapil merupakan bentuk persekongkolan pihak eksekutif dan legislatif. Menurut dia, pemerintah provinsi berposisi mendukung anggaran yang memang memiliki dampak bagi warga Ibu Kota. Seandainya pengajuan dana itu berlanjut, politikus Partai Gerindra tersebut pun memastikan penggunaan anggaran bukan untuk kepentingan golongan atau pribadi anggota DPRD.
"Sejauh sesuai dengan RPJMD dibahas bersama, disepakati peruntukannya untuk kepentingan masyarakat, tentu tidak ada masalah," kata Riza.
FRANSISCO ROSARIANS | JULNIS FIRMANSYAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo