Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menunggang tiga Toyota Innova, belasan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menyambangi rumah Chief Executive Officer Lippo Group James Riady di Kompleks Taman Golf Nomor 20, Jalan Boulevard Raya, Lippo Karawaci, Tangerang, Rabu pekan lalu. Para penyidik tersebut sempat tertahan beberapa menit di pintu gerbang karena penjaga menanyakan maksud kedatangan mereka menjelang tengah malam itu. Setelah satu penyidik menunjukkan surat penggeledahan, penjaga kompleks memperbolehkan mereka masuk.
Setelah bertemu dengan sahibulbait, penyidik bergegas menyisir setiap sudut di rumah mewah tersebut. Pengacara Lippo Group belakangan datang ke rumah itu. Penggeledahan hampir tiga jam itu berkaitan dengan perkara suap perizinan proyek Meikarta terhadap Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin beserta sejumlah anak buahnya oleh Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan penyidik memiliki alasan kuat melakukan penggeledahan. ”Kami menduga ada bukti-bukti yang terkait dengan perkara Meikarta di sana,” ujar Febri. Pengacara pengembang Meikarta, Denny Indrayana, mengatakan tak ada yang dibawa penyidik dari rumah James. ”Tidak ada barang, dokumen, atau surat yang ditemukan dan dibawa dari rumah Pak -James Riady,” ujarnya.
Beberapa jam sebelumnya, para penyidik menggeledah rumah Billy Sindoro, tak jauh dari rumah James. Sebelum ke rumah Billy, mereka menggeledah ruang kerja PT Lippo Group di lantai 22 Gedung Matahari di Jalan Boulevard Palem Raya, juga tak jauh dari rumah Billy dan James. Di dua lokasi ini, penyidik membawa dokumen seputar proyek Meikarta dan perizinannya.
Sepanjang hari itu, KPK menerjunkan tim untuk melakukan penggeledahan di 12 lokasi. Tim komisi antikorupsi juga menggeledah rumah pribadi Bupati Neneng di Cikarang Timur, Bekasi. Di tempat ini, penyidik menyita uang lebih dari Rp 100 juta dalam pecahan rupiah dan yuan.
Rangkaian penggeledahan tersebut merupakan pengembangan operasi tangkap tangan suap tiga hari sebelumnya. Operasi itu diawali penangkapan konsultan Lippo Group dan orang kepercayaan Billy, Taryudi, tak lama setelah ia menyerahkan suap Sin$ 90 ribu kepada Kepala Bidang Tata Ruang Neneng Rahmi. Penyidik juga menyita duit Rp 23 juta dan Sin$ 90 ribu dari mobil Taryudi, yang ditangkap di jalan perumahan Cluster Bahama, Cikarang, Bekasi.
Adapun Neneng Rahmi lepas dari pantauan penyidik setelah menerima duit dari Taryudi. Penyidik yang mengendarai dua Avanza kehilangan jejak Neneng Rahmi, yang mengendarai mobil BMW putih. Pada hari yang sama, tim penyidik menangkap pegawai Lippo Group, Henry Jasmen, dan konsultan Lippo Group yang lain, Fitra Djaja Purnama, di Surabaya.
Tim juga secara bersamaan membekuk Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Jamaluddin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat M.B.J. Nahar, serta Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Dewi Tisnawati. Sehari berselang, penyidik menangkap Bupati Neneng dan Billy Sindoro. Selasa keesokan harinya, Neneng Rahmi menyerahkan diri.
Menurut Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, mereka diduga terlibat suap perizinan proyek Meikarta. Di luar suap operasi tangkap tangan, menurut Syarif, besel yang sudah mengalir berjumlah Rp 7 miliar dari komitmen fee Rp 13 miliar, yang digelontorkan pada April-Juni lalu.
Duit suap diduga untuk mempercepat sejumlah izin proyek Meikarta, yang terdiri atas tiga fase pembangunan. Fase pertama seluas 84,6 hektare, fase kedua 252 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare. ”Izin-izinnya menyangkut analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), izin mendirikan bangunan (IMB), izin penanggulangan kebakaran, hingga lahan makam,” ujar Syarif.
Setelah melakukan pemeriksaan maraton, KPK menetapkan sembilan orang itu sebagai tersangka dan langsung menahan mereka. Untuk menguatkan bukti dan mencari pelaku lain, penyidik melakukan penggeledahan di beberapa lokasi. Salah satunya di rumah James Riady.
Jejak James dalam kasus ini terendus radar KPK dari komunikasi sejumlah tersangka sebelum ditangkap. Menurut seorang penegak hukum, jejak James juga terungkap dari hasil pemeriksaan Bupati Neneng dan Billy. Tim mendapat informasi bahwa James dan Billy pernah menemui Bupati Neneng di rumah pribadinya di Cikarang Timur. Pertemuan itu, menurut sumber tersebut, membahas sejumlah perizinan proyek Meikarta setelah rekomendasi peruntukan lahan seluas 84,6 hektare dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat terbit. ”Dia diduga berperan aktif,” katanya.
Beberapa pekan kemudian, Billy dan Taryudi bertemu dengan Neneng di sebuah restoran di kawasan Lippo Cikarang untuk menindaklanjuti pertemuan dengan James sebelumnya. Barulah setelah itu, Taryudi, Henry Jasmen, dan Fitra Djaja Purnama diduga bergerilya kepada sejumlah kepala dinas untuk memuluskan izin yang diperlukan, terutama izin mendirikan bangunan untuk 53 tower di area Meikarta seluas 84,6 hektare. ”Mereka bergerak diduga atas perintah Billy,” ujar Syarif.
Dari hasil pantauan radar komisi antikorupsi sebelumnya, tim KPK mendapat informasi bahwa Billy sering menyambangi rumah James untuk melaporkan pengurusan izin itu. Menurut seorang penegak hukum, tim KPK menduga James mengetahui serangkaian pemberian suap yang dilakukan anak buahnya. ”Ini salah satu alasan penggeledahan dilakukan,” kata sumber tersebut.
Penyidik juga mengantongi informasi tentang seseorang bersandi ”Babe” yang diduga terkait dengan pemberi suap. Tidak lama setelah mendapat informasi kode ”Babe” ini, penyidik bergerak menggeledah rumah James. ”Kami sedang menelusuri soal ini,” ujar Febri Diansyah. ”Yang jelas, orang yang disebut ’Babe’ ini mengetahui pemberian suap.”
Pengacara Neneng, Ilham P. Gultom, tidak membantah ada pertemuan kliennya dengan James dan Billy. ”Klien kami mengakui semua perbuatannya. Bu Neneng akan kooperatif,” kata Ilham. Tempo sudah menitipkan sejumlah pertanyaan untuk Neneng kepada pengacaranya, tapi ia belum bersedia memberikan jawaban.
Sampai pekan lalu, Tempo juga belum bisa mewawancarai James Riady. Surat permohonan wawancara yang dititipkan kepada petugas keamanan perumahan James belum direspons. Ketika Tempo -menyambangi rumah James, sejumlah petugas di perumahan itu langsung menghalau.
Juru bicara Lippo Group, Danang Kemayan Jati, mengatakan urusan konfirmasi seputar proyek Meikarta dan perkaranya di KPK diserahkan kepada pengacara perusahaan, Denny Indrayana.
Adapun Denny tak bersedia mengomentari pertemuan James beserta Billy dengan Neneng. Ia mengaku hanya menjadi pengacara nonlitigasi dari PT Mahkota Sentosa Utama, pengembang Meikarta. ”Kami percayakan sepenuhnya kepada KPK untuk menangani dan mengungkapnya,” tutur mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ini.
Febri Diansyah mengatakan semua informasi akan ditanyakan kepada James, yang dalam waktu dekat bakal dipanggil untuk menjalani pemeriksaan. ”Waktu pemanggilan akan kami sampaikan kemudian,” ujarnya.
BELUM mengantongi izin apa pun, -James Riady sudah menggelar konferensi pers tentang pembangunan proyek hunian modern Meikarta di Hotel Aryaduta, Jakarta, pada 4 Mei 2017. Menurut James, proyek hunian di Cikarang nantinya akan menyerupai Kota Shenzhen di Cina. Ia mengatakan harga yang ditawarkan cukup murah, Rp 12,5 juta per meter persegi. ”Nanti akan kami launching dan bisa dilihat harganya,” ujar James.
James saat itu mengklaim di kawasan tersebut sudah dimulai rangkaian pembangunan 200 gedung berlantai 35-46. Sebanyak 50 gedung di antaranya, kata dia, akan siap dihuni pada Desember 2018. Ia menyebutkan pembangunan sudah dimulai pada 2014 dengan melibatkan 85 ribu pekerja.
Dua hari sebelumnya, Lippo Group sesungguhnya baru sebatas mengajukan izin peruntukan penggunaan tanah (IPPT) untuk pembangunan area komersial yang terdiri atas apartemen, pusat belanja, sekolah, hotel, perumahan, dan perkantoran seluas 164 hektare di Cikarang. Persetujuan Bupati baru terbit sepuluh hari kemudian, dengan luas menjadi hanya 84,6 hektare. Persetujuan ini hanya berselang dua hari setelah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bekasi menyetujui revisi rencana detail tata ruang yang sudah memasukkan rencana hunian komersial Lippo.
Menurut Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan di Jawa Barat, Bupati seharusnya menerbitkan IPPT setelah rencana detail tata ruang kabupaten disetujui Pemerintah Provinsi Jawa Barat. ”Mereka mengajukan revisi, tapi kami tolak karena tidak komprehensif,” ujar Deddy Mizwar, Wakil Gubernur Jawa Barat saat itu.
Dua hari setelah izin terbit, seperti yang disampaikan James Riady, Lippo Group jorjoran melakukan pemasaran kota baru Meikarta dengan memobilisasi belasan ribu agen pemasaran. Dalam beberapa kesempatan, James juga memastikan proses pembangunan sudah dilakukan. Di tengah gencarnya promosi ini, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Jawa Barat meminta Lippo menunda pembangunan fisik Meikarta karena belum mengantongi amdal, IMB, dan izin pemanfaatan air tanah.
Pembangunan yang tengah dilakukan adalah bagian dari proyek hunian Lippo Group Orange County, yang IMB-nya terbit pada 2014. Dalam beberapa kesempatan, Lippo mempromosikan hunian seluas 19,5 hektare dan menawarkannya ke masya-rakat dengan nama baru sebagai proyek premium Meikarta. Padahal nama hunian Meikarta baru diajukan Lippo pada awal 2017 ke Pemerintah Kabupaten Bekasi.
Ombudsman RI juga melansir temuan bahwa pengelola Meikarta tak jujur terhadap calon konsumen. Misalnya, menurut komisioner Ombudsman, Alamsyah -Saragih, pengelola menjual hunian Meikarta di kota metropolitan seluas 500 hektare, padahal IPPT yang dimiliki hanya seluas 84,6 hektare. ”Waktu itu kami merekomendasikan ke berbagai kementerian agar mengkaji lagi proyek itu,” ujar -Alamsyah.
Kementerian Dalam Negeri justru bersikap sebaliknya melihat proyek Meikarta. Pada September 2017, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sempat melontarkan pernyataan yang menyayangkan adanya pihak yang menghambat proyek Meikarta. ”Jangan seperti Meikarta, izin dari Bupati sudah ada, terhambat karena dilarang Wakil Gubernur Jawa Barat,” kata Tjahjo, September tahun lalu.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Soni Sumarsono memfasilitasi pertemuan antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Kabupaten Bekasi, dan Lippo Group pada awal Oktober. Dalam pertemuan itu, Kementerian Dalam Negeri mendesak pemerintah Jawa Barat menerbitkan rekomendasi pembangunan Meikarta. Soni tak membantah soal ini. ”Aturannya, rekomendasi dikeluarkan oleh pemerintah Jawa Barat,” ujarnya.
Dukungan proyek ini datang juga dari Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. James mengundang Luhut ke acara pemasangan atap menara Meikarta pada Oktober tahun lalu. Di sela kegiatan, Luhut memuji proyek Meikarta. Ia pun mengatakan perizinan Meikarta tidak bermasalah. Namun Luhut meralat pernyataan itu setelah KPK membongkar izin suap Meikarta. ”Banyak izin di sana yang saya tidak tahu,” ucapnya, Selasa pekan lalu.
James juga menyambangi kantor Luhut pada awal November tahun lalu. Di sana, ia ikut rapat dengan sejumlah menteri membahas Kawasan Ekonomi Khusus Bekasi, Karawang, dan Purwakarta, termasuk soal Meikarta.
Setelah rekomendasi dari Provinsi Jawa Barat terbit, menurut seorang penegak hukum, James bersama Billy menemui Bupati Neneng untuk memastikan izin proyek tersebut. Setelah itu, kata dia, Billy memerintahkan orang-orang kepercayaannya mendekati anak buah Neneng.
Komunikasi Billy dan anak buahnya dengan Neneng beserta para kepala dinas sepanjang proses lobi-lobi pengurusan izin ini tertangkap radar KPK. Dalam komunikasi itu, mereka tertangkap menggunakan sejumlah kata sandi, seperti ”Babe”, ”Tina Toon”, ”Susi”, ”Melvin”, ”Windu”, dan ”Penyanyi”. Kata sandi ini mengarah kepada sejumlah nama, baik pejabat Bekasi maupun Lippo. Susi, misalnya, sandi panggilan Bupati Neneng.
Saat memantau percakapan mereka, menurut sumber Tempo, penyidik mendengar penyerahan uang dari kepala dinas untuk Bupati Neneng. Salah satunya dari Neneng Rahmi sebesar Rp 400 juta. Belakangan, duit suap yang diterima Neneng Rahmi sebesar Sin$ 90 ribu akan diserahkan untuk Bupati Neneng.
Laode Muhammad Syarif membenarkan soal ini. ”Informasinya memang seperti itu,” ujarnya. Adapun pengacara Bupati Neneng, Fadli Nasution, menolak berkomentar. ”Itu materi perkara,” katanya. Pengintaian KPK sejak November tahun lalu itu berujung pada operasi tangkap -tangan.
Syarif mengatakan kemungkinan lembaganya menjerat korporasi terbuka lebar. Syaratnya, kata dia, petinggi perusahaan terlibat kejahatan dan perbuatan pidana itu menguntungkan perusahaan. ”Kami tentu melihat dulu apakah syarat-syaratnya sesuai dengan undang-undang,” ujarnya.
RUSMAN PARAQBUEQ, ANTON A., LINDA TRIANITA (JAKARTA), ADI WARSONO (BEKASI), JONIANSYAH HARDJONO (TANGERANG), AHMAD FIKRI (BANDUNG)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo