Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Jejak Janggal Seleksi Eselon Satu

Kisruh Pemilihan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan Ikut Menyeret Yuddy Chrisnandi. Pernah Memanggil Salah Satu Calon Dan Membocorkan Hasil Tim Penilai Akhir.

22 Juni 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERMINTAAN menghadap Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi diterima Arya Rezavidi pada akhir April lalu. Arya merupakan satu dari tiga calon Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Bertemu di media center Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Yuddy "membocorkan" hasil rapat Tim Penilai Akhir yang berlangsung lima hari sebelumnya. "Beliau mengatakan bahwa saya telah terpilih menjadi Dirjen Energi Baru Terbarukan," kata Arya dua pekan lalu.

Di depan Arya, Yuddy menceritakan proses pemilihan Dirjen Energi Baru Terbarukan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tersebut. Posisi Arya, kata Yuddy, semula berada di nomor dua, di bawah dirjen inkumben, Rida Mulyana. Politikus Partai Hanura itu mengaku sebagai orang yang memperjuangkan Arya di depan Presiden Joko Widodo. "Kenapa yang nomor dua tidak diberi kesempatan, padahal ia sudah disekolahkan negara," ujar Arya menirukan ucapan Yuddy.

Usul tersebut, kata Yuddy, disambut Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang hadir dalam rapat Tim Penilai Akhir. Kalla ikut mengusulkan pergantian karena ia melihat banyak persoalan energi terbarukan yang belum selesai selama di bawah kepemimpinan Rida. Lebih dari satu jam bertemu, Yuddy banyak menaruh harapan pada Arya, khususnya soal energi terbarukan.

Arya datang ke kantor Yuddy setelah malam sebelumnya menerima panggilan dari nomor tak dikenal. Tak lama kemudian, sebuah pesan pendek masuk karena Arya tidak mengangkat panggilan. Isinya: meminta bekas Direktur Pusat Audit Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi itu menelepon balik Sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Dwi Wahyu Atmaji. Rupanya, Atmaji membawa pesan agar Arya menemui Yuddy.

Atmaji kepada Tempo membenarkan kabar telah menelepon Arya dan memintanya bertemu dengan Yuddy. Adapun Yuddy, meski mengakui berjumpa dengan Arya, menyangkal ide pertemuan datang darinya. "Bukan saya yang memanggil dia, melainkan dia yang minta bertemu dengan saya," katanya.

Ia juga membantah telah membeberkan hasil rapat Tim Penilai Akhir. Yuddy hanya mengatakan Arya punya peluang cukup besar untuk menjadi Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan.

Pertemuan itu mengundang sorotan. "Dalam kapasitas apa Menteri Yuddy bertemu dengan calon dirjen dari kementerian lain yang bukan urusannya?" kata Sofian Effendi, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara. Menurut Sofian, pemanggilan itu tidak patut.

Pertemuan antara Yuddy dan Arya juga memantik curiga. Sebab, sejumlah sumber di Istana Negara mengatakan yang terpilih sebagai Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi di rapat Tim Penilai Akhir pada 16 April bukan Arya, melainkan Rida. "Menteri ESDM Sudirman Said tidak pernah mengusulkan pergantian Dirjen Energi Baru Terbarukan," ujar sumber di kementerian itu. Nama Rida juga berada di urutan pertama dari tiga nama yang diusulkan.

Ketua Panitia Seleksi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Faisal Basri membenarkan, dari tiga nama yang disodorkan panitia seleksi untuk posisi Dirjen Energi Baru Terbarukan, nama Rida berada di urutan pertama, disusul Arya di posisi kedua. Keterangan Faisal diperkuat anggota panitia seleksi, Presiden Komisaris Supreme Energy Supramu Santosa dan Presiden Direktur PT Vale Indonesia Tbk Nico Kanter. Nama-nama itu disodorkan Sudirman Said ke Presiden Jokowi pada akhir Maret lalu.

Saat rapat Tim Penilai Akhir berlangsung, Jusuf Kalla memang sempat mempertanyakan apakah Rida layak dipertahankan. Tapi belakangan Kalla melunak dan menerima usul Sudirman. Kalla menepis informasi yang menyebutkan dirinya condong ke Arya. "Enggak ada itu," ujar Kalla dua pekan lalu.

Menurut seorang pejabat di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, posisi Rida Mulyana sebagai pejabat eselon I di Energi Baru Terbarukan sudah final sejak rapat Tim Penilai Akhir pertama berakhir. Karena itu, posisi Dirjen Energi Baru Terbarukan tak dibahas lagi di rapat kedua pada 5 Mei. Rapat hari itu hanya membahas posisi Dirjen Mineral dan Batu Bara, Dirjen Minyak dan Gas Bumi, serta Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional.

Salah satu kolega Sudirman mengatakan semua nama yang diputuskan hari itu, juga dalam rapat sebelumnya, dikirim oleh Sudirman melalui pesan pendek ke Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto dan sekretaris pribadi presiden untuk dibuat keputusan presidennya.

Hingga menjelang pelantikan pada 7 Mei pagi, surat keputusan presiden belum dikeluarkan. Supramu Santosa dan Nico Kanter, yang hadir pagi itu, masih ingat pelantikan tertunda satu jam gara-gara keputusan presiden belum keluar. "Pak Menteri berencana melantik eselon satu sebagai pelaksana tugas bila keputusan presiden tak kunjung keluar," kata salah satu dirjen yang hendak dilantik pagi itu.

Menjelang pukul 8, Sudirman menerima telepon dari Andi Widjajanto. Menurut Andi, surat keputusan sudah diteken Presiden Jokowi sehingga pelantikan bisa dilaksanakan. Setelah menerima kabar itu, Sudirman melantik lima pejabat eselon I di kementeriannya. Ternyata, kata Faisal Basri, nama yang tertera di keputusan presiden untuk Dirjen Energi Baru Terbarukan bukan Rida Mulyana, melainkan Arya Rezavidi. Kabar ini langsung menyebar di beberapa media online pagi itu juga.

Sumber di Istana mengatakan bekas Direktur Utama PT Pindad itu sempat membahas persoalan ini dengan Presiden Jokowi dalam perjalanan pulang dari Papua Nugini ke Indonesia. Seingat Jokowi, posisi Dirjen Energi Baru Terbarukan tidak berubah. Karena itu, ia meminta kesalahan administrasi ini segera diluruskan. Tiga hari kemudian, Andi Widjajanto berjanji kesalahan nama pada keputusan presiden itu akan diperbaiki.

Tapi sumber tadi mengatakan sikap Andi berbalik 180 derajat. Saat forum klarifikasi digelar pada 15 Mei lalu, Andi menuding Sudirman telah melakukan kesalahan karena melaksanakan pelantikan tidak sesuai dengan keputusan presiden. Pada pertemuan itu, Andi juga mengusulkan Jokowi memberikan teguran kepada Sudirman.

Yuddy Chrisnandi, yang hadir dalam pertemuan itu, mengaku mengusulkan kepada Jokowi agar Sudirman diberi sanksi keras. Ia meminta keputusan presiden harus tetap dilaksanakan. "Kalau setiap menteri diberi kesempatan mengubah keppres, semua keputusan presiden tidak ada harganya," kata Yuddy.

Di depan Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat dua pekan lalu, Sudirman mengatakan tidak ada yang salah dengan pelantikan pejabat eselon I di kementeriannya meski surat keputusan presiden belum di tangan. Sebab, ia sudah melakukan koordinasi dengan Sekretaris Kabinet. Nomor keputusan presiden juga sudah didapat sebelum pelantikan.

Menurut Jusuf Kalla, persoalan pelantikan Dirjen Energi Baru Terbarukan sudah selesai. Dia mengatakan nama yang tertera pada keputusan presiden sama dengan yang dilantik. "Tidak mungkin nama yang dilantik tidak ada keputusan presidennya," ujarnya.

Keterangan berbeda datang dari Andi Widjajanto. Ia mengatakan tidak pernah berjanji memperbaiki keputusan presiden karena ada kesalahan nama. Menurut dia, nama yang tertera pada keputusan presiden merupakan hasil keputusan Tim Penilai Akhir. Hasil itu, kata Andi, tidak mungkin dibelokkan karena diteken tujuh orang.

Faisal Basri menyebutkan kisruh pelantikan Dirjen Energi Baru Terbarukan ini tak lepas dari rencana Kementerian Energi menaikkan anggaran di Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan hingga tiga kali lipat pada tahun depan. Tapi Yuddy Chrisnandi memastikan pertemuannya dengan Arya tidak ada urusan dengan uang. "Saya tidak punya kepentingan dan tidak minta duit satu perak pun," katanya.

Yandhrie Arvian, Ananda Theresia, Reza Aditya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus