Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Jejak Laporan Korban Pelecehan di KPI Ditelusuri

Polisi hari ini memeriksa lima dari tujuh pegawai KPI yang namanya disebut dalam surat terbuka korban.

6 September 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana kerja di ruang pemantauan Komisi Penyiaran Indonesia, Jakarta. Dok Tempo/Frannoto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Komnas HAM akan menelusuri laporan korban yang sebelumnya sudah disampaikan kepada polisi dan KPI.

  • KPI telah membebastugaskan tujuh pegawai yang namanya disebut-sebut sebagai pelaku pelecehan.

  • KPI menelusuri sejumlah pegawai yang pernah menjadi atasan korban.

JAKARTA — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berniat memeriksa kembali laporan dugaan perundungan dan pelecehan seksual di kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Pemeriksaan itu perlu dilakukan karena korban mengaku sebelumnya telah melaporkan kasus ini kepada kepolisian dan KPI tapi tidak mendapat tanggapan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kami berfokus pada proses keadilan bagi korban, juga pemulihan dirinya dari trauma dan kesehatan fisik,” kata anggota Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, akhir pekan lalu. Ia menegaskan, pemeriksaan ini bukan karena kasus tersebut viral di dunia maya dan ramai diberitakan media massa. “Bisa saja nanti kami memanggil dan memeriksa kepolisian dan pimpinan KPI.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kasus perundungan disertai pelecehan seksual di kantor KPI itu mencuat setelah seorang pegawai berinisial MSA menulis surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo pada 1 September lalu. Dalam surat tersebut, MSA menceritakan perlakuan buruk yang ia terima saat bekerja sebagai analis siaran di KPI sejak 2012.

Beka Ulung Hapsara. komnasham.go.id

MSA adalah pegawai honorer di Komisi Penyiaran. Ia kerap mendapatkan hinaan secara verbal, tindakan usil secara fisik, pelecehan, hingga kecenderungan penindasan. Peristiwa paling membekas terjadi saat MSA berdinas malam hari pada Agustus 2015. Lima orang pegawai senior menelanjangi dan mencoret kemaluannya menggunakan spidol. Pelecehan tersebut pun sering diungkit para pelaku untuk merundung korban selama bertahun-tahun.

MSA telah berupaya mencari keadilan dengan melaporkan senior-seniornya itu. Pada Agustus 2017, misalnya. Dia melayangkan laporan ke Komnas HAM setelah mendapat diagnosis penyakit stres secara fisik dan psikis dari dokter serta psikiater. Komnas merespons pengaduan itu dengan meminta korban melapor ke kepolisian karena terpenuhinya sejumlah dalil pidana.

MSA pun telah mendatangi kantor Kepolisian Sektor Gambir, Jakarta Pusat, sebanyak dua kali, pada 2019-2020. Namun polisi justru menyarankan peristiwa pelecehan tersebut diselesaikan di lingkup internal KPI, sehingga laporan MSA tidak pernah dicatat oleh polisi.

Atas saran polisi itulah MSA kemudian melapor kepada pemimpin di KPI. Hasilnya, dia hanya dipindahtugaskan ke divisi berbeda dengan para terduga pelaku. Alih-alih tuntas, korban justru kembali mendapat perundungan dengan penyematan label "pengadu" dari para terduga pelaku.

Surat terbuka MSA itu beredar dengan cepat di dunia maya. Dalam hitungan jam, surat tersebut ramai diperbincangkan dan mendapat respons dari sejumlah lembaga negara. KPI pun langsung bergerak cepat dengan memberikan pendampingan hingga menemani proses pemeriksaan di kantor Kepolisian Resor Jakarta Pusat.

Muhajir, pengacara MSA, mengatakan belum bisa memberikan penjelasan lebih rinci tentang kejadian-kejadian yang dialami kliennya itu. Sebab, kata dia, rentetan peristiwa itu sudah terjadi beberapa tahun lalu. Ia perlu menggali lebih dalam untuk mendapat informasi yang lebih detail. “Belum banyak detail yang kami peroleh,” kata dia.

Misalnya saja saat MSA memberikan laporan kepada pemimpin KPI. “Kami kurang tahu, saat itu apakah laporannya diberikan kepada pemimpin KPI atau hanya atasannya langsung,” kata Muhajir.

Menurut Muhajir, Senin ini, rencananya MSA memenuhi panggilan pemimpin KPI untuk dimintai keterangan. Pada pekan ini juga ia dijadwalkan memberikan keterangan lanjutan kepada polisi. Setelah itu, MSA berencana melayangkan laporan baru ke Komnas HAM.

Irsal Ambia. kpi.go.id

Anggota KPI, Irsal Ambia, mengatakan sejauh ini tidak ada catatan yang menyebutkan MSA pernah membuat laporan kepada pemimpin KPI. Karena itu, KPI perlu menggelar investigasi internal untuk menelusurinya.

Keterangan yang nanti diperoleh dari MSA akan digunakan untuk sejumlah pegawai yang sedang dan pernah menjadi atasan korban.

Menurut Irsal, KPI juga sudah menuntaskan pemeriksaan terhadap tujuh pegawai. Pemeriksaan ini dilakukan karena nama-nama mereka tercantum dalam surat terbuka yang ditulis MSA. Irsal tidak bersedia menjelaskan hasil pemeriksaan terhadap tujuh orang itu. Dia hanya mengatakan mereka dibebastugaskan sementara sampai ada keputusan hukum tetap. “Agar mereka juga bisa berfokus pada proses hukum di kepolisian,” kata dia.

Polres Jakarta Pusat juga sudah mengagendakan pemeriksaan terhadap lima dari tujuh pegawai KPI yang diduga telah melakukan perundungan dan pelecehan seksual terhadap MSA. Dalam kasus ini, polisi berencana menggunakan Pasal 289 dan 281 juncto Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu perbuatan cabul atau kejahatan terhadap kesopanan disertai ancaman atau dengan kekerasan. “Pemanggilan untuk Senin (lima orang terlapor),” kata Wakil Kepala Polres Jakarta Pusat, Ajun Komisaris Besar Setyo Koes Heriyanto.

FRANSISCO ROSARIANS
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus