Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LANGKAH Jajang Iqin Sodikin terhenti ketika belasan lakilaki menghadangnya di lantai delapan Pasar Baru Trade Center, Bandung, pada Kamis pekan lalu. Ditemani istrinya, pengusaha konfeksi berusia 57 tahun itu hendak menuju parkiran mobil untuk pulang ke rumahnya di Cisarua, Bandung Barat, setelah berbelanja kain.
Para lelaki itu mengenalkan diri sebagai anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian RI. Setelah satudua tanya jawab dengan mereka, Jajang meminta waktu berbicara dengan istrinya. Lima menit berselang, Ketua Mudiriyah Jamaah Ansharut Daulah Bandung Raya itu digelandang ke mobil Detasemen untuk dibawa ke Jakarta. "Ia terkait dengan teror bom Kampung Melayu," kata juru bicara kepolisian, Inspektur Jenderal Setyo Wasisto, pada Jumat pekan lalu.
Sehari sebelum penangkapan Jajang, dua bom meledak di halte bus Transjakarta Kampung Melayu, Jakarta Timur. Tiga polisi yang sedang mengawal pawai obor menyambut Ramadan tewas. Lima polisi lain dan enam penduduk sipil terluka parah. Bom itu diledakkan oleh dua orang yang juga tewas di tempat. Seorang pelaku bom bunuh diri itu teridentifikasi karena tangan dan kepalanya copot.
Polisi yang bergerak cepat memeriksa tempat kejadian menemukan ceceran buku kecil berisi nomor telepon. Dari saku baju seorang pelaku, polisi juga mendapat kuitansi pembelian panci di Padalarang, Bandung. Menurut seorang perwira polisi, dari buku kecil itu polisi juga menemukan nomor rekening atas nama Ahmad Sukri.
Dengan pelacakan supercepat, DNA potongan kepala itu mirip dengan DNA Jibril, anak Sukri, yang ada dalam data dokumen polisi. Sukri, penduduk Sirnagalih, Bandung, tercatat sebagai anggota Jamaah Ansharut Daulah Bandung Raya. Menurut seorang perwira polisi, para intel sudah mengawasi gerakgeriknya sejak enam bulan lalu, terutama setelah penangkapan pelaku teror di Cicendo, Bandung.
Maka mata anggota Detasemen Antiteror mengarah kepada Jajang Sodikin, yang memimpin jemaah itu, seusai ledakan Kampung Melayu. Tim lain bergerak ke rumahnya di Desa Padaasih, Cisarua, Bandung Barat, setelah mendapat informasi Jajang sudah digelandang ke Jakarta. Dari penggeledahan itu polisi menemukan bukti yang cocok dengan temuan sebelumnya, yakni buku tabungan dan kartu anjungan tunai mandiri (ATM) atas nama Ahmad Sukri.
Pada hari yang sama tim lain juga mencokok Waris Suyitno, 30 tahun, di Kelurahan Mekarjaya, Kota Bandung. Waris adalah bendahara Ansharut Daulah. Tim lalu bergerak ke sebuah bengkel di Kampung Babakan Sangkuriang di Kabupaten Bandung untuk menangkap Asep Karpet alias Abu Dafa, 30 tahun, anggota jemaah itu. "Ada transaksi di ATM Ahmad Sukri dari Waris," kata Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian.
Dari keterangan Jajang dan dua anggota Jamaah, polisi mendapat keterangan bahwa pelaku bom yang menemani Ahmad Sukri adalah Ichwan Nurul Salam. Lakilaki 31 tahun itu warga Cibangkok, Batununggal, Kota Bandung. Ia juga tercatat sebagai anggota Jamaah Ansharut Daulah.
BOM yang diledakkan Sukri dan Ichwan teridentifikasi memakai bahan peledak triacetone triperoxide (TATP), yang diduga diletakkan di panci di dalam tas yang digendong keduanya. Dugaan ini didasarkan pada kuitansi pembelian panci di Borma Supermarket Padalarang, Bandung, senilai Rp 236 ribu yang tak ikut terbakar di saku baju Sukri.
Menurut Inspektur Jenderal Setyo Wasisto, setelah dicek ke Borma, transaksi pembelian panci itu terjadi pada 22 Mei 2017 pukul 09.00 atau dua hari sebelum ledakan. Dari pelacakan dan informasi intelijen, polisi menemukan jejak mereka berangkat ke Jakarta memakai sepeda motor Honda Revo hitam seusai pembelian tersebut, menempuh jarak 80 kilometer.
Dari situlah polisi kehilangan jejak mereka. Tim Detasemen Antiteror sedang mengecek rekaman closedcircuit television di ruas nontol jalan Padalarang menuju Jakarta untuk memastikan keduanya langsung ke Ibu Kota atau sempat singgah di suatu tempat. "Di Padalarang mereka sudah membawa ransel hitam. Satu di antaranya memakai topi," kata seorang perwira polisi.
Jejak keduanya baru terpantau lagi pada Rabu pagi, beberapa jam sebelum teror bom itu terjadi. Polisi mendeteksi keduanya sedang berbelanja di minimarket Alfamart Stasiun Gambir, Jakarta Pusat. Di sini mereka sudah menggendong ransel hitam, tas punggung yang diduga sama dengan ketika mereka meledakkan bom di Kampung Melayu. "Kami menduga sasaran Kampung Melayu diputuskan di sana," kata polisi ini.
Pada Rabu malam itu, Jakarta macet parah karena di tiap sudut kota diadakan pawai obor menyambut Ramadan, yang jatuh pada Sabtu pekan lalu. Rabu malam dipakai arakarakan karena pada Kamis perkantoran tutup merayakan hari Kenaikan Isa Almasih. Di Harmoni, tak jauh dari Gambir, pawai obor berlangsung sangat meriah.
Para pedagang di sekitar halte bus Transjakarta Kampung Melayu mengaku melihat Sukri dan Ichwan sejak Rabu sore. Keduanya terlihat mondarmandir di sekitar stasiun bus itu. Menurut Maruli Situmorang, seorang pedagang minuman di dekat halte, satu di antara mereka sempat akan masuk ke dalam halte sebelum bom meledak. "Tapi dia balik lagi," katanya.
Setelah ledakan kedua, Maruli menerima kiriman gambar potongan kepala di dekat halte bus itu. Beberapa menit setelah kejadian, foto potongan tangan dan kepala Sukri beredar di grupgrup WhatsApp dan media sosial. Maruli, 45 tahun, terperangah ketika melihat foto kepala itu. "Wajahnya persis dengan lakilaki yang mondarmandir tadi," kata Maruli bergidik.
Ledakan bom terdengar sangat keras yang diikuti asap putih sekitar pukul 21.00. Jenderal Tito menduga bom pertama meledak lebih keras sehingga menceraikan kepala Sukri dari tangan dan badannya. Sedangkan bom yang diledakkan Ichwan lima menit kemudian relatif lebih kecil hingga hanya melukai badannya.
Dari serpihan kabel di lokasi bom, paku, baut, gotri, dan lempeng aluminium, polisi menduga bom diledakkan memakai saklar. Sasarannya jelas, yakni anggota polisi yang sedang berjaga mengawal pawai obor Ramadan. Saat bom meledak, setidaknya ada 17 anggota polisi yang berjaga lima meter dari halte bus Transjakarta itu.
Menurut Tito, bom TATP sangat khas dipakai militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) saat berperang atau sel mereka yang meledakkan bom di banyak negara, seperti di Manchester, Inggris, dalam konser penyanyi pop Ariana Grande pada Senin malam pekan lalu. "Bahannya disebut ‘the mother of satan’ karena tak stabil dan sangat mudah didapat, dari aseton dan tiner cat untuk membersihkan kuteks," kata Tito.
Kaitan para pelaku teror bom dengan ISIS terkonfirmasi oleh pernyataan mereka lewat situs Amaq, jaringan kantor berita yang terafiliasi kepada kelompok teror di Suriah dan Irak itu. "Eksekutor penyerangan terhadap polisi di Kampung Melayu adalah pejuang ISIS," demikian keterangan mereka pada Jumat pekan lalu.
Di Indonesia, Jamaah Ansharut Daulah berhulu di Aman Abdurrahman, terpidana terorisme pelatihan militer di Janto, Aceh, yang mendekam di penjara Nusakambangan, Jawa Tengah, sejak 2010. Aman adalah guru Bahrun Naim, komandan ISIS Asia Tenggara yang ditengarai tewas dalam sebuah pertempuran di Suriah.
Selain Bahrun, murid Aman Abdurrahman yang lain adalah Muhammad Iqbal alias Kiki alias Ahong dan Helmi Priwardani alias Ami Hamzah. Iqbal adalah pemimpin awal Jamaah Ansharut Daulah Jawa Barat, sementara Helmi memimpin Bandung Raya. Kedua orang ini murid Aman di Kelompok Pengajian Cibiru.
Pada Juni 2011, mereka diseret ke pengadilan setelah ditangkap polisi dengan tuduhan memiliki bahan peledak. Aman tak disentuh karena dianggap tak punya kaitan dengan perkara yang dituduhkan kepada muridmuridnya.
Menurut Tito, TATP tercatat dua kali dipakai jaringan Ansharut Daulah di Pemalang, Jawa Tengah, dan di Jawa Timur. "Pola dan modusnya hampir sama dengan teror ISIS sebelumnya di Tanah Air," Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul menambahkan. "Sasaran utamanya juga sama, yakni polisi."
Menurut Setyo Wasisto, serangan bom sudah diprediksi polisi setelah melihat teror bom dalam konser Ariana Grande di Manchester. Seperti teror Prancis yang diikuti serangan bom di Sarinah awal tahun lalu, bom Manchester, kata Setyo, akan diikuti serangkaian bom lain di negara lain jika itu dilakukan ISIS.
Bom Kampung Melayu dan pendudukan Kota Marawi di Filipina Selatan telah membuktikan pola serangan itu dilakukan oleh ISIS. "Kami sudah mewaspadai serangan ISIS akan terjadi, tapi kami tidak tahu di mana dan kapan terjadinya," kata Setyo.
Seorang perwira polisi mengatakan Sukri dan Ichwan sebenarnya sudah diawasi sejak enam bulan lalu. Namun, kata dia, mereka hanya bisa diawasi gerakgeriknya oleh tim Detasemen Khusus Antiteror. "Mereka tidak ditangkap karena saat itu tidak ada bukti akan melakukan aksi teror," kata dia.
Pengawasan kepada keduanya semakin ketat setelah terjadi serangan bom panci bunuh diri di dekat kantor Kelurahan Arjuna, Cicendo, Bandung, pada 27 Februari 2017. Pelakunya adalah Yayat Cahdiyat alias Abu Salam, anggota Jamaah Ansharut Daulah. Polisi belum mengendus peran Sukri dan Ichwan dalam teror Cicendo ini.
Setelah bom Kampung Melayu, polisi menemukan pola yang sama, yakni jumlah pendanaan sebelum teror. "Biaya membuat bom Cicendo Rp 3 juta, sementara bom Kampung Melayu hanya Rp 2 juta," kata perwira ini.
Biaya pembuatan itu diperkirakan dari penarikan uang dua pekan sebelum hari pengeboman dari rekening Sukri. Waktu penarikan uang juga sama seperti sebelum serangan bom Cicendo. Dengan pola ini, polisi menduga para pelaku merakit dan merangkai bom hingga survei lapangan dalam satu hingga dua pekan.
Nama Jajang Sodikin tercatat paling banyak bertransaksi dalam rekening Sukri. Ia paling sering menyetor uang. Polisi menduga rekening ini merupakan sumber pembiayaan Jamaah Ansharut Daulah Bandung Raya. Ada juga catatan transfer untuk membiayai kegiatan Jamaah Ansharut Daulah Jawa Barat di Cikampek. "Duitnya untuk apa, sedang ditelusuri," kata perwira ini.
Kepala Detasemen Khusus 88 Antiteror Brigadir Jenderal Muhammad Syafii membenarkan timnya menemukan transaksi dari salah satu orang yang ditangkap di Bandung pada Kamis pekan lalu yang mengalir ke rekening Ahmad Sukri. Tapi ia tidak bersedia menyebutkan nama pengirimnya. "Jumlahnya jutaan," kata dia.
Jenderal Tito menampik tudingan bahwa polisi kecolongan atas teror bom Kampung Melayu itu. Menurut dia, dalam enam bulan terakhir polisi telah menggagalkan dua bom yang hendak diledakkan para teroris jaringan Bahrun Naim, yakni bom Cicendo dan pos polisi Pasar Senen, Jakarta Pusat, pada Desember 2016. Bom Senen dirancang oleh Jamaah Ansharut Daulah Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat.
Menurut Tito, kaderkader baru teroris kian lihai membaca gerak para intelijen dan pemantau teroris. Mereka terputus dalam sel dan tak lagi memakai jaringan telepon atau Internet untuk berkomunikasi. "Teror di Kampung Melayu bisa terjadi karena mereka juga bisa mendeteksi gerak polisi dan intelijen," ujar Tito.
Sukri sebenarnya bukan orang lama dalam pantauan polisi. Ia terlacak pernah menemui Aman Abdurrahman di penjara Nusakambangan pada November 2014. Hanya jejaknya menghilang dalam enam bulan terakhir. Dari keterangan keluarganya, rupanya ia pindah ke Garut menjadi penjahit.
Kurnia Widodo, mantan terpidana teroris Cibiru yang juga sahabat Muhammad Iqbal, mengatakan bahwa Sukri dan Ichwan termasuk orang baru di organisasi Jamaah Ansharut Daulah. "Kalau orang lama, saya kenal. Mereka tidak saya kenal sama sekali," katanya.
Ketua Dewan Pembina Tim Pembela Muslim Mahendradatta mendukung polisi menyelidiki peran Bahrun, mantan kliennya itu, dalam sejumlah teror di Indonesia. Polisi, kata dia, juga harus membuktikan keterkaitannya dengan pelaku teror di Kampung Melayu. "Karena sebenarnya tidak ada hubungan di antara mereka," kata dia.
Anton Aprianto, I Wayan Agus Purnomo, Syailendra Persada, Arkhelaus W (Jakarta), Iqbal T. Lazuardi (Bandung)
Teror Lima Menit
Serangan dua bom di Terminal Kampung Melayu membidik polisi yang sedang mengamankan aksi pawai obor menjelang Ramadan. Ledakan pertama dan kedua berselang lima menit dalam jarak lima meter.
Ledakan pertama
Pukul 21.00
Posisi: Di depan toilet Terminal Kampung Melayu. Dekat kerumunan polisi, berjarak sekitar lima meter.
Jenis bom: Bom panci rakitan diduga dibawa dalam ransel.
Pelaku: Ichwan Nurul Salam.
Korban: Pelaku dan satu anggota polisi tewas di tempat. Dua anggota polisi meninggal di rumah sakit. Sejumlah polisi dan warga lain terluka.
Ledakan kedua
Pukul 21.05
Posisi: Di depan halte Transjakarta Kampung Melayu. Dekat kerumunan penumpang, jarak 5-10 meter.
Pelaku: Ahmad Sukri.
Korban: Pelaku tewas, belasan anggota polisi dan warga terluka, termasuk sopir mikrolet, mahasiswi, dan pegawai bank.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo