Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Batalkan Pembahasan RUU Sawit

Rancangan Undang-Undang tentang Kelapa Sawit yang disiapkan DPR tak akan menyelesaikan masalah. Lebih baik menegakkan aturan yang sudah ada.

29 Mei 2017 | 00.00 WIB

Batalkan Pembahasan RUU Sawit
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Lagilagi Dewan Perwakilan Rakyat terkesan menyusun rancangan undangundang untuk kepentingan sekelompok orang saja. Jika kesan itu benar, selain membuang waktu dan biaya, Dewan hanya menghasilkan peraturan yang berat sebelah. Persoalan di lapangan pun makin ruwet. Keputusan DPR menetapkan Rancangan UndangUndang tentang Kelapa Sawit sebagai prioritas program legislasi nasional untuk pembahasan dan pengesahan tahun ini adalah salah satu contohnya.

Dalam berbagai kesempatan, DPR menegaskan pentingnya peraturan perundangundangan yang mengatur kelapa sawit. Alasannya, aturan ini perlu untuk menyelesaikan tumpangtindih lahan perkebunan sawit di banyak provinsi. RUU itu juga dianggap krusial untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan mendorong profesionalisme di sektor industri ini.

Sayangnya, naskah RUU Kelapa Sawit yang kini beredar di Senayan sama sekali tidak menjawab ketiga kebutuhan itu. Titik tekan RUU ini terkesan tak berkisar jauh dari upaya melindungi dan memberi insentif kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pengolahannya. Lihat saja pasal demi pasal yang mengatur pengurangan pajak serta pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal dan bahan baku. Juga pasal mengenai keringanan pembayaran pajak bumi dan bangunan untuk perkebunan di wilayah tertentu. Semua potongan pajak itu jelas bertentangan dengan upaya pemerintah menggenjot pemasukan dari sektor komoditas, termasuk kelapa sawit.

Di bagian lain, naskah RUU ini malah bertabrakan dengan peraturan yang sudah ada. Pada pasal 47 ayat 3, ada ketentuan yang memperbolehkan perkebunan kelapa sawit beroperasi di lahan gambut, bahkan dengan fasilitas pemerintah. Pasal ini tak sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2016 mengenai pengaturan dan pengelolaan ekosistem gambut. Di sana justru diatur soal pentingnya restorasi lahan gambut yang rusak akibat kebakaran hutan. Kita semua tahu banyak kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan terpicu oleh pembukaan lahan perkebunan sawit.

Semua itu justru menunjukkan pembahasan dan pengesahan RUU Kelapa Sawit bukanlah solusi yang tepat untuk mengatasi silangsengkarut industri perkebunan ini. Masalah bahkan tak akan selesai bila pasalpasal yang terlampau melindungi pengusaha, atau saling tabrak dengan peraturan lain, direvisi atau dihilangkan. Soal tumpangtindih lahan perkebunan dengan kawasan hutan atau tak lengkapnya perizinan perkebunan sawit di sejumlah provinsi hanya bisa diatasi dengan proses penegakan hukum, bukan dengan penerbitan aturan baru. Apalagi soalsoal serupa sudah diatur dalam UndangUndang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

Soal kesejahteraan petani sawit, penyelesaiannya adalah dengan serangkaian kebijakan ekonomi yang tepat sasaran. Misalnya pemberian kemudahan untuk memperoleh kredit perbankan dan perluasan lahan konsesi untuk perkebunan rakyat. Saat ini, petani baru memiliki 41 persen dari 11,6 juta hektare perkebunan sawit. Pembukaan akses pada pasar yang lebih beragam dan kompetitif serta pelatihan untuk meningkatkan kualitas hasil panen juga penting. Hanya dengan itu, petani kita bisa memperoleh bagian lebih proporsional dari devisa hasil ekspor sawit Indonesia, yang pada 2016 mencapai US$ 19,6 miliar.

Dengan berbagai alasan itu, jelas bahwa DPR mesti membatalkan rencana pembahasan RUU Kelapa Sawit. Jika pembahasan itu dipaksakan, kesan bahwa aturan ini adalah pesanan sejumlah perusahaan kelapa sawit justru akan mendapat pembenaran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus