Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
BP Batam mengakui PT Makmur Elok Graha merupakan bagian dari Artha Graha milik Tomy Winata.
Jejak Tomy di Rempang dimulai sejak 2004. Sempat tersandung kasus di Bareskrim setelah tiga tahun perjanjian dengan Otorita Batam diteken.
Proyek pengembangan kawasan Rempang benar-benar mati suri. Kembali bernapas pada masa Jokowi.
DUA kali nama Tomy Winata mencuat ke publik dalam rencana pengembangan Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Keduanya selalu bersamaan dengan munculnya polemik pada proyek yang akan digarap PT Makmur Elok Graha (MEG) ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tomy tak merespons upaya Tempo sejak Jumat, 8 September lalu, yang menanyakan peran terbarunya di proyek tersebut. Namun Badan Pengusahaan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas Batam (BP Batam) memastikan PT Makmur Elok Graha merupakan bagian dari kelompok usaha Artha Graha, kelompok usaha yang dibangun Tomy.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Melalui anak perusahaan Artha Group yang dimiliki Tomy Winata, PT MEG akan menyiapkan Pulau Rempang sebagai mesin ekonomi baru Indonesia," kata Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait, menjawab pertanyaan Tempo ihwal keterlibatan Tomy dalam pengembangan kawasan Rempang Eco-City, kemarin, 10 September 2023.
Rempang Eco-City merupakan nama dagang pengembangan Pulau Rempang yang akan digarap PT MEG. Perseroan telah menggandeng Xinyi International Investment Limited, calon investor yang bakal membangun pusat pengolahan pasir kuarsa dan pasir silika di Rempang. Pemerintah mengklaim komitmen investasi Xinyi bakal mencapai Rp 381 triliun hingga 2080 pada pengembangan kawasan industri dan wisata yang kini berstatus proyek strategis nasional (PSN) tersebut.
Menggenggam status PSN sejak akhir Agustus lalu, proyek ini pun dikebut. BP Batam memulai proses pemasangan patok dan pengukuran lahan di Pulau Rempang pada Kamis pekan lalu. Rencana ini memancing perlawanan dari warga Pulau Rempang yang menolak digusur dan direlokasi. Bentrokan pun pecah antara masyarakat dan aparat keamanan yang terdiri atas polisi, TNI, dan Satuan Polisi Pamong Praja. Siang itu, gas air mata polisi tak hanya membubarkan warga Remang yang memblokade jalan, tapi juga memapar para siswa sekolah dasar dan sekolah menengah pertama negeri yang berada tak jauh dari lokasi kejadian.
Tomy Winata. TEMPO/Imam Sukamto
Awal Tomy Masuk ke Rempang
Tindakan pasukan gabungan siang itu memancing kritik publik karena dianggap represif. Tomy Winata pun ikut terseret. Namanya bermunculan di banyak pemberitaan tentang konflik Pulau Rempang.
Maklum, Rempang Eco-City memang hanya merek baru proyek ini. Rencana pengembangan kawasan Rempang sebenarnya dimulai pada 26 Agustus 2004. Kala itu, Otorita Batam—cikal bakal BP Batam—dan Pemerintah Kota Batam menyerahkan hak eksklusif atas pengembangan serta pengelolaan Pulau Rempang, Pulau Setokok, dan sebagian Pulau Galang kepada PT MEG. Tomy-lah yang meneken perjanjian tersebut mewakili PT MEG.
Alih-alih terlaksana, perjanjian itu bak mati suri sejak diteken. Bukannya mendulang untung, Tomy hampir saja buntung karena rencana pengembangan kawasan wisata terpadu eksklusif di Pulau Rempang terkatung-katung. Proyek ini bahkan sempat tersandung kasus dugaan korupsi pada 2007. Kala itu, dua pucuk surat kaleng beredar di lingkungan pemerintah dan penegak hukum. Isinya menyebutkan pemberian hak pengembangan serta pengelolaan Pulau Rempang dan sekitarnya kepada PT MEG telah merugikan keuangan negara hingga Rp 3,6 triliun.
Meski tak jelas siapa penulis dan penyebarnya, surat kaleng itu sempat membuat Tomy kerepotan. Badan Reserse Kriminal Mabes Polri memanggilnya untuk memberikan keterangan pada 14 November 2007.
Ketika itu, seperti dimuat di Koran Tempo edisi 15 November 2007, Tomy menjelaskan bahwa perusahaannya dan Pemerintah Kota Batam lama pernah menandatangani nota kesepahaman untuk membangun Pulau Rempang, Galang, dan Setokok. Tiga pulau seluas 17 ribu hektare itu akan dibangun menjadi kota taman wisata dengan masa konsesi 80 tahun. Di kawasan itu, rencananya juga dibangun tempat permainan bola ketangkasan. Nantinya, Pemerintah Kota Batam dan PT MEG menerapkan sistem bagi hasil. "Tapi itu masih dalam taraf perencanaan," kata Tomy.
Mantan Kapolri, Jenderal Sutanto (kiri), melambaikan tangan bersama Kapolri baru, Jenderal Bambang Hendarso Danuri, saat acara serah-terima jabatan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Kamis, 9 Oktober 2008. TEMPO/Amston Probel
Kepala Bareskrim saat itu, Komisaris Jenderal Bambang Hendarso Danuri, sempat membocorkan hasil tiga bulan penyelidikan timnya terhadap kasus perjanjian 2004 yang menyeret Tomy. "Patut diduga ada tindak pidana korupsi," kata Bambang.
Pada masa itu, seperti dimuat dalam laporan Tempo bertajuk "Berdenyut Setelah Mati Suri", Tomy juga menyatakan kekesalannya terhadap kelanjutan proyek Rempang. Dia menyebutkan perjanjian yang diteken dengan Otorita Batam dan Pemerintah Kota Batam itu sudah mati suri.
Tomy bercerita, awalnya ia diundang pada 2002 untuk membangun Batam yang berhadapan dengan Singapura. Setelah melakukan uji kelayakan, PT MEG mulai mempresentasikan rancangannya pada 2004.
Dalam rancangan awal itu, kata dia, PT MEG akan mengembangkan kawasan wisata terpadu eksklusif yang meliputi sarana perdagangan, jasa, hotel, perkantoran, dan permukiman. Di Rempang juga akan dibangun gelanggang bola ketangkasan, gelanggang permainan, panti pijak, klub malam, diskotek, dan tempat karaoke. Ada pula rencana pembangunan apartemen, hotel berbintang, pusat belanja, dan lapangan golf.
Untuk menggarap itu semua, PT MEG akan mendapat hak guna bangunan yang masa berlakunya bisa diperpanjang bertahap hingga 80 tahun. Namun, di tengah tak adanya kejelasan proyek, Tomy menyatakan belum tentu akan melanjutkan proyek tersebut. Pasalnya, menurut dia, Singapura dan Johor sudah jauh di depan sehingga Rempang bisa jadi lebih pas dijadikan kota ruko daripada megapolitan.
"Tiga kasino dalam dua tahun dibangun di Singapura," kata Tomy. "Kalau diminta buru-buru, mendingan saya mundur."
Peluncuran Program Pengembangan Kawasan Rempang Eco-City, Batam, Provinsi Kepulauan Riau, di Jakarta, 12 April 2023. Ekon.go.id
Proyek Mati Suri Sebelum Era Jokowi
Benar saja. Sejak mencuatnya surat kaleng pada 2007 itu, perkembangan proyek pengembangan kawasan Rempang tak pernah terdengar lagi. Begitu pula ihwal penyelidikan polisi, yang pernah disebutkan bahwa Kabareskrim Bambang Hendarso Danuri telah menemukan dugaan korupsi, yang lenyap ditelan bumi.
Perlu delapan tahun bagi proyek itu untuk kembali ke permukaan. Pada 2015, di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, PT MEG mulai menanyakan tindak lanjut perjanjian yang pernah diteken Tomy Winata lebih dari sedekade sebelumnya. Sekarang, rencana lama itu benar-benar bangun lagi dengan status yang lebih prestisius karena masuk daftar PSN.
Tomy pada kenyataannya setia membidik pengembangan Pulau Rempang. Dia selalu muncul di momen-momen penting persiapan proyek ini dalam setahun belakangan. Pada 12 April lalu, misalnya, pria berusia 65 tahun ini mendampingi Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto yang didaulat meluncurkan Rempang Eco-City di Jakarta. Sebagai Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga memang mengampu jabatan Ketua Dewan Kawasan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas Batam.
Pada 26 Mei lalu, merujuk ke dokumen paparan PT MEG bertajuk "Batam-Rempang Eco-City", Tomy dengan rambut yang memutih juga tampak mendampingi Chief Executive Officer Xinyi Group, Gerry Tung, ketika bertemu dengan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Pertemuan di Fuzhou, Cina, itu juga dihadiri Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono serta Direktur Utama PT MEG Nuraini Setiawati.
Unjuk rasa soal jual-beli tanah negara di Pulau Rempang-Galang, di Jakarta, 2011. Dok. TEMPO/Aditia Noviansyah
Juru bicara sekaligus komisaris PT MEG, Fernaldi Anggadha, urung menjawab setelah Tempo memberikan daftar pertanyaan konfirmasi, termasuk ihwal peran Tomy Winata dalam menghidupkan lagi proyek Rempang. Adapun Ariastuty Sirait menjawab diplomatis tentang peran Tomy dalam rapat-rapat yang membahas percepatan pengembangan kawasan Rempang. "Investor ataupun jajaran direksi hadir dalam berbagai rapat koordinasi investasi," kata Ariastuty.
Meski sama-sama akan menggarap Rempang, ada sedikit perbedaan antara Rempang Eco-City dan konsep 2004. Sisi tenggara Pulau Rempang kali ini akan disulap menjadi kawasan industri. Lahan seluas 1.154 hektare di antaranya, merujuk pada dokumen BP Batam bertajuk "Buku Saku Relokasi Warga Rempang ke Galang", disiapkan untuk Xinyi Photovoltaic Solar Industrial Park. Di sana, Xinyi Group akan membangun fasilitas penghiliran pasir kuarsa atau pasir silika yang terintegrasi dengan industri kaca panel surya.
Yang tak berubah adalah nasib warga Pulau Rempang. Dipaksa ikut program relokasi, mereka terancam tak pernah mendapat hak atas tanah leluhur.
IMAM HAMDI | AGOENG WIJAYA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo