Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kejaksaan Agung turut memeriksa pengusaha Jemy Sutjiawan dalam perkara korupsi proyek BTS 4G.
Jemy sudah mengembalikan uang Rp 38,5 miliar dari Rp 100 miliar yang dijanjikan kepada Kejaksaan Agung.
Sudah dicegah ke luar negeri.
GEDUNG bercat biru di Jalan Sultan Agung Nomor 7 itu berjarak sekitar 8 kilometer dari kantor Kejaksaan Agung di Jalan Panglima Polim, Jakarta Selatan. Di bangunan itulah Direktur Utama PT Sansaine Exindo Jemy Sutjiawan berkantor, salah seorang saksi dalam kasus korupsi pembangunan menara pemancar Internet atau base transceiver station (BTS) 4G.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang pria berseragam petugas satuan pengamanan yang mengaku bernama Aris mengatakan Jemy sedang tidak berada di kantor. Staf Human Resource Development PT Sansaine, Rinaldi, juga menyampaikan hal yang sama. “Beliau sedang keluar,” kata Rinaldi saat ditemui Tempo di kantor tersebut pada Rabu, 21 Juni lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jemy tengah menjadi sorotan karena namanya berada dalam pusaran korupsi BTS. Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan menemukan kerugian negara Rp 8,03 triliun dalam proyek BTS. Penyidik sudah menetapkan delapan tersangka. Salah satunya Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate.
Kejaksaan sudah beberapa kali memanggil Jemy. Pria yang lahir di Manado 60 tahun lalu itu diperiksa sebagai bos PT Sansaine Exindo. PT Sansaine merupakan salah satu subkontraktor pembangunan BTS 4G.
Baca: Profil Galumbang Menak SImanjuntak, Salah Seorang Tersangka Korupsi Proyek BTS
Akta perusahaan PT Sansaine mencantumkan Jemy sebagai komisaris utama pada September 2014. Setahun kemudian, ia menjadi Direktur Utama PT Sansaine, perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi. Sebanyak 95 persen saham dimiliki PT Arah Tunggal Mandiri. Sisanya dikuasai seseorang bernama Bong No Li. Tempo tak menemukan akta perusahaan PT Arah Tunggal Mandiri di situs Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Jemy merupakan satu dari 23 orang yang dicegah bepergian ke luar negeri oleh penyidik sejak Januari lalu. Selain itu, Kejaksaan Agung mencegah keluar negeri bekas Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti), Anang Latif, dan bos PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak. Penyidik juga sudah menetapkan Anang dan Galumbang sebagai tersangka.
Jemy diduga menikmati uang korupsi proyek menara BTS. Pada Maret lalu, ia mengembalikan uang Rp 38,5 miliar dari Rp 100 miliar yang dijanjikan kepada penyidik Kejaksaan Agung. Uang tersebut diduga bersumber dari proyek pembangunan BTS.
Kejaksaan Agung enggan mengomentari sisa “utang” Jemy senilai Rp 61,5 miliar. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana juga tak mau menjelaskan detail uang dan alasan pengembalian uang oleh Jemy. “Itu substansi perkara,” ujarnya pada Kamis, 22 Juni lalu.
Ketut juga tak menjelaskan peran Jemy dalam perkara korupsi BTS. “Nanti di sidang akan dibeberkan semua dalam dakwaan,” ucapnya.
Staf Human Resource Development PT Sansaine Exindo, Rinaldi, mengaku tak tahu aktivitas bosnya dalam proyek BTS 4G, termasuk pemeriksaan di Kejaksaan Agung. “Setahu saya mengalir saja,” katanya. Ia berjanji menyampaikan surat permohonan wawancara untuk Jemy. Namun hingga Jumat, 23 Juni lalu, surat itu tak berbalas.
Jemy berkali-kali disebut dalam pemeriksaan tersangka korupsi pembangunan BTS di Kementerian Komunikasi dan Informatika. Namun ia bukan disebut sebagai bos PT Sansaine, melainkan perwakilan PT Fiberhome Technologies Indonesia. PT Fiberhome merupakan perusahaan Cina dengan pemilik saham mayoritas Wuhan Fiberhome International Technologies.
Jemy Sutjiawan. (Facebook.com/Jemy Sutjiawan)
PT Fiberhome bersama PT Infrastruktur Telekomunikasi Indonesia serta PT Multi Trans Data merupakan pemenangan tender proyek BTS paket 1 dan 2 senilai lebih dari Rp 3 triliun. Konsorsium tersebut membangun BTS 4G di 1.435 desa di Pulau Sumatera, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, serta Maluku.
Salah seorang tersangka proyek BTS, Irwan Hermawan, turut menyebut nama Jemy dalam pemeriksaan. Kepada penyidik, komisaris PT Solitech Media Sinergy itu mengaku menerima uang Rp 37 miliar dari Jemy melalui Windi Purnama selama April 2021-Juli 2022. Windi merupakan orang kepercayaan Irwan. Windi juga sudah ditetapkan sebagai tersangka korupsi BTS.
Irwan juga mengumpulkan uang dari subkontraktor lain. Totalnya mencapai Rp 243 miliar. Ia mengaku mengumpulkan uang itu sebagai upeti kepada sejumlah lembaga negara. Mereka makin gencar urunan setelah mendengar Kejaksaan Agung mengendus korupsi proyek BTS. Uang tersebut diklaim digunakan agar penegak hukum tak melanjutkan penelusuran rasuah proyek menara 4G.
Jemy berkenalan dengan Irwan pada awal pembangunan proyek BTS periode 2020-2021. Mereka pertama kali bertemu di sebuah lapangan golf di Jakarta Selatan. Dalam pertemuan itu Irwan dan Jemy membicarakan secara umum proyek BTS yang difokuskan untuk daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal tersebut.
Kepada penyidik, Irwan juga mengatakan pernah bertemu dengan Jemy, Windi, Anang, dan Muhammad Yusrizki Muliawan di kantor Solitech di Jakarta pada 2021. Selain Jemy, semua nama sudah berstatus tersangka. Yusrizki merupakan tersangka terakhir dan ditahan pada Kamis, 15 Juni lalu.
Yusrizki adalah Direktur Utama PT Basis Utama Prima yang bergerak di bidang investasi energi ramah lingkungan. Sebanyak 99 persen saham PT Basis Utama Prima dikuasai Hapsoro Sukmonohadi alias Happy, suami politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Puan Maharani.
Kepada Jemy dan Yusrizki, Irwan mengaku kerap membicarakan perihal teknis pengadaan daya menara BTS. Belakangan, Yusrizki diduga menguasai semua pengadaan baterai dan panel surya proyek BTS dengan nilai yang ditaksir mencapai Rp 2 triliun.
Pengacara Yusrizki, Soesilo Aribowo, belum mau mengomentari tuduhan kepada kliennya. “Sementara beliau belum bisa memberikan keterangan,” katanya pada Rabu, 21 Juni lalu.
Adapun Hapsoro Sukmonohadi tak kunjung merespons surat yang dikirim ke kantor dan kediamannya di Jakarta. Penasihat hukum PDI Perjuangan, Yanuar Wasesa, membantah tuduhan keterlibatan Happy. “Beliau tak pernah cawe-cawe di proyek BTS,” tuturnya.
Handika Honggowongso, pengacara Irwan Hermawan, mengakui kliennya sudah buka-bukaan di depan penyidik. Ia mengatakan peran Jemy cukup sentral dalam korupsi BTS di Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Ia berharap kesaksian Irwan tak sia-sia. Semua orang yang disebutkan namanya oleh Irwan juga harus diperiksa. “Periksa semua. lalu narasikan ke dalam dakwaan,” ujar Handika.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Bonyamin Saiman turut mendesak Kejaksaan Agung memeriksa semua nama yang muncul di pemeriksaan. Saat ini MAKI mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Bonyamin mengatakan tujuan gugatan praperadilan adalah meminta penyidik Kejaksaan Agung menjerat semua tersangka dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Jumlah tersangka korupsi BTS sebanyak delapan orang. Tapi hanya empat tersangka yang terjerat pasal TPPU, yakni Galumbang, Anang, Irwan, dan Windi. “Kasus ini banyak melibatkan pihak lain yang belum ditetapkan sebagai tersangka,” ucapnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Fajar Pebrianto dan Riky Ferdianto berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Lobi Proyek di Lapangan Golf"