Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERTEMU dengan Usman Sumantri, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ugan Gandar mendengar berbagai keluh kesah. Dalam pertemuan di sebuah kedai kopi di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, Rabu, 21 Juni lalu, keduanya membahas dampak penolakan Rancangan Undang-Undang atau RUU Kesehatan.
Menurut Ugan, koleganya itu menceritakan nasibnya sebagai analis kebijakan utama di Kementerian Kesehatan. Pejabat Kementerian meminta Usman mundur karena organisasinya, PDGI, menolak omnibus law kesehatan. “Akhirnya dia mengajukan surat pengunduran diri,” kata Ugan, Wakil Ketua Umum PDGI periode 2017-2022, pada Kamis, 22 Juni lalu.
Usman sebenarnya sudah pensiun dari Kementerian Kesehatan pada 2019. Tapi ia kembali diperbantukan di lembaga yang berkantor di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, itu. Usman tak menanggapi permintaan wawancara yang dilayangkan Tempo ke nomor telepon selulernya.
Informasi mundurnya Usman juga didengar oleh pengurus PDGI di daerah. Ketua PDGI Jawa Barat Rahmat Juliadi menuturkan bahwa Usman mengungkapkan rencana pengunduran dirinya di grup WhatsApp pengurus PDGI. “Ada tekanan agar dia tak menolak RUU Kesehatan,” ujarnya ketika dihubungi, Kamis, 22 Juni lalu.
Sejak tahun lalu, PDGI bersama empat organisasi profesi kesehatan lain, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) serta Persatuan Perawat Nasional Indonesia, gencar menolak RUU Kesehatan. Mereka menilai omnibus law yang menggabungkan sepuluh undang-undang dan mengubah dua aturan di bidang kesehatan itu akan memperlemah sistem kesehatan, seperti tak ada standardisasi dokter dan tenaga kesehatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Spanduk dari berbagai organisasi profesi kesehatan dibentangkan saat aksi menolak RUU kesehatan di depan gedung MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, 5 Juni 2023. Antara/Galih Pradipta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Organisasi profesi itu juga menyoroti aturan yang akan menghilangkan kewenangan mereka. Tak ada nama organisasi mereka di dalam Undang-Undang Kesehatan seperti sebelumnya. Lima organisasi itu tak akan menjadi lembaga tunggal lagi. Rahmat Juliadi khawatir masalah kode etik bagi dokter gigi akan rancu. “Bisa saja nanti muncul lebih dari satu organisasi,” katanya.
Baca: RUU Kesehatan Titipan Siapa?
Setelah sejumlah organisasi profesi kesehatan kencang menyuarakan protes, berbagai tekanan kerap menimpa mereka. Rahmat mencontohkan, tenaga kesehatan yang menjadi aparatur sipil negara di Kementerian Kesehatan dilarang menolak rancangan tersebut. Bahkan sekadar mengikuti diskusi yang diselenggarakan organisasi profesi pun haram hukumnya.
Para tenaga kesehatan hanya boleh mendiskusikan omnibus law dalam forum resmi. Yang dimaksud forum resmi adalah yang diadakan oleh Kementerian Kesehatan atau Dewan Perwakilan Rakyat. Semua itu tertuang dalam surat edaran yang dikeluarkan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Azhar Jaya pada 11 April lalu.
Warkat itu juga menyebutkan pimpinan pegawai di Kementerian Kesehatan wajib mematuhi edaran dan mengawasi anak buahnya. Mereka yang tak patuh akan dikenai sanksi pembinaan secara administratif.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan surat itu terbit guna menjaga kesolidan lembaganya. Bekas Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara ini menyatakan seharusnya perdebatan dan diskusi ihwal RUU Kesehatan dilakukan secara internal dan tidak dibawa ke luar lembaga. “Masak, jadinya berkelahi sendiri,” ucap Budi, Jumat, 23 Juni lalu.
Setelah terbitnya surat itu, gerakan para tenaga kesehatan yang menolak omnibus law mulai melempem. Satu per satu tenaga kesehatan mulai balik badan. Padahal mereka semula bersemangat mengikuti demonstrasi yang diadakan di depan gedung DPR pada Senin, 5 Juni lalu.
Ketua PDGI Jawa Barat Rahmat Juliadi bercerita, semula lembaganya berencana menyewa dua bus untuk mengangkut sekitar 100 dokter gigi yang akan ikut berunjuk rasa di Senayan. Makin mendekati hari demonstrasi, telepon selulernya makin dibanjiri pesan dari rekan sejawatnya yang menyatakan tak bisa hadir.
Baca: Debat Menteri Budi Gunadi Sadikit dan Penentang RU Kesehatan
Beberapa dokter mengaku takut terlihat hadir dalam apel yang diadakan Senin pagi itu. Mereka akan dicurigai ikut berunjuk rasa. Rombongan dari Bandung akhirnya berangkat hanya dengan dua minibus dan satu Kijang Innova. “Yang berangkat hanya 30-an orang,” ujar Rahmat, yang juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sumedang dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.
Sebagian tenaga kesehatan yang ikut unjuk rasa ketahuan. Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Mahesa Paranadipa Maikel menuturkan, ada tiga dokter di daerah Sulawesi Selatan, Jakarta, dan Jawa Barat yang mendapat teguran ataupun sanksi lain karena ikut berunjuk rasa menolak RUU Kesehatan. “Ini merupakan pembungkaman,” kata Mahesa, Kamis, 22 Juni lalu.
Sebelum mereka, ada Zainal Muttaqin, dokter spesialis bedah saraf di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi, Semarang. Kepada Tempo, Zainal mengatakan kontraknya sebagai dokter mitra sebenarnya berakhir pada 2024. Tapi ia dicopot karena mengkritik sejumlah kebijakan di Kementerian Kesehatan, termasuk RUU Kesehatan.
“Menteri Kesehatan tersinggung dengan tulisan saya,” tutur Zainal. Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro ini juga pernah mengkritik menteri sebelum Budi, yaitu Terawan Agus Putranto, ihwal vaksin Nusantara dan teknik cuci otak yang dikembangkan bekas Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta, itu.
Zainal Muttaqin. smc-hospital.com
Zainal mengkritik RUU Kesehatan antara lain karena aturan itu menyerahkan urusan pendidikan dokter spesialis serta penerbitan surat tanda registrasi kepada Kementerian. Dampaknya, kontrol kompetensi dokter sulit dilaksanakan. Ia juga mempersoalkan pembukaan keran dokter asing dan pengambilan data genetik pasien menggunakan whole genome sequencing.
Kritik Zainal ini merujuk pada pasal 346 ayat 7 RUU Kesehatan yang mengatur bahwa penyelenggara sistem informasi kesehatan dapat memproses data dan informasi kesehatan di luar Indonesia. “Risiko penyalahgunaan data dan membahayakan masyarakat sangat luas,” ujarnya.
Baca: Lobi Para Pengkritik RUU Kesehatan
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin irit bicara mengenai pencopotan Zainal dan pengunduran diri Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia Usman Sumantri sebagai staf di lembaganya. “Saya kurang tahu teknisnya,” ucapnya, Jumat, 23 Juni lalu.
Surat pemberhentian Zainal Muttaqin sebagai dokter mitra. Istimewa
Pemecatan Zainal, jika benar berkaitan dengan kritiknya terhadap RUU Kesehatan, adalah ironi. Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Mahesa Paranadipa Maikel menilai pemecatan itu berlawanan dengan pernyataan Menteri Budi tentang kurangnya dokter spesialis. “Padahal salah satu klaim adanya RUU Kesehatan adalah untuk memudahkan dokter berpraktik,” kata Mahesa.
•••
BUKAN hanya Kementerian Kesehatan yang berupaya menekan para penolak Rancangan Undang-Undang Kesehatan. Melalui surat edaran serupa, kementerian lain ikut mewanti-wanti pegawainya agar tak menolak RUU Kesehatan.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej mengakui lembaganya mengeluarkan surat edaran itu. Ia mengklaim bahwa edaran itu bertujuan menghimpun masukan dari publik. Eddy—panggilan Edward Omar Sharif—menampik jika surat itu disebut bertujuan meredam protes. “Bukan, itu untuk partisipasi publik,’’ ujarnya, Senin, 19 Juni lalu.
Perintah dari Jalan Rasuna Said, markas Kementerian Hukum, diteruskan ke kantor di daerah. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur, misalnya, mengeluarkan surat itu pada 7 Mei lalu. Isinya, para aparatur sipil negara diminta mendukung RUU Kesehatan, larangan membahas omnibus law di luar forum resmi, hingga ancaman sanksi bagi pegawai yang melanggar edaran.
Kepala Sub-bagian Hubungan Masyarakat, Reformasi Birokrasi, dan Teknologi Informasi Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur, Ishadi Maja Prayitno, menuturkan, surat itu keluar karena perintah dari kantor pusat. “Disertai edaran dari Kementerian Kesehatan,” ujarnya, Jumat, 23 Juni lalu.
Sebelum demonstrasi menolak RUU Kesehatan digelar pada 5 Juni lalu, Ketua Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) Kedokteran Hasto Wardoyo pun mengeluarkan edaran. Ia meminta anggota Kagama Kedokteran tak mengikuti imbauan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia mengenai aksi damai di depan gedung DPR.
Hasto, yang juga Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, membantah bila surat itu disebut bertujuan menekan para dokter yang merupakan alumnus UGM. “Tak membungkam, tapi mendukung menyalurkan aspirasi dengan cara yang berbeda,” kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Alumnus Fakultas Kedokteran UGM, Joko Murdiyanto, menuturkan, surat itu menjadi gunjingan koleganya. “Imbauan itu kami hormati, tapi kami juga punya hak konstitusi untuk menolak RUU Kesehatan,” ucapnya.
Baca: Kontroversi Pasal Tembakau di RUU Kesehatan
Dua anggota Panitia Kerja RUU Kesehatan bercerita, upaya pembungkaman ini merupakan salah satu strategi agar RUU Kesehatan bisa selesai segera. DPR dan pemerintah pun berbagi peran. Pemerintah mengeluarkan surat edaran dan DPR menerima para penolak omnibus law kesehatan.
Ketua Panitia Kerja RUU Kesehatan dari Fraksi Golkar, Emanuel Melkiades Laka Lena, menampik informasi tersebut. “Kalau surat, tanya ke pemerintah,” tuturnya. Menurut dia, DPR memang menyerap aspirasi dengan cara menerima perwakilan kelompok pendukung ataupun penentang RUU Kesehatan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan ia tak berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga lain ihwal surat edaran untuk mendukung RUU Kesehatan. Namun ia mengaku pernah berbicara dalam suatu forum yang dihadiri semua kepala dinas kesehatan ataupun tenaga kesehatan di Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian RI secara terpisah. “Agar masukan dan diskusi langsung disampaikan ke kami,” katanya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Shinta Maharani dari Yogyakarta, Jamal A. Nashr dari Semarang, dan Hana Septiana dari Surabaya berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Bungkam Kritik dari Rasuna Said"