Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Jokowi Tidak Punya Kewenangan

12 Mei 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pagi masih muda dan matahari memancar gemilang di rumah Jusuf Kalla di Jalan Dharmawangsa, Kebayoran, Jakarta Selatan, Jumat pekan lalu. Sang empunya rumah duduk di sofa ruang keluarga. Sambil menyesap teh hangat, dia menatap layar kaca yang menampilkan Wakil Presiden Boediono sedang bersaksi di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Boediono hadir sebagai mantan Gubernur Bank Indonesia dan menjelaskan pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dengan terdakwa bekas Deputi Gubernur BI Budi Mulya.

Dari balik kacamata, Kalla terlihat melotot saat Boediono tidak menjawab tegas pertanyaan jaksa tentang pihak yang paling bertanggung jawab atas keputusan pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek ke Bank Century. "Akan selesai jika Boediono mengatakan dia bertanggung jawab. Setelah itu, periksa aliran uangnya," kata Kalla kepada tim Tempo yang menemuinya pagi itu. Sehari sebelum Boediono bersaksi, Kalla telah pula bersaksi.

Nama Jusuf Kalla tak cuma menguar kembali dalam kasus Century. Menjelang pemilihan presiden 2014, namanya berkibar sebagai salah satu calon pendamping Joko Widodo. Berdasarkan hasil survei beberapa lembaga, tingkat elektabilitas Jokowi-Kalla amat tinggi, yaitu 43 persen, mengalahkan pasangan lain.

Kalla enggan mendahului kehendak Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, yang belum pasti melayangkan pinangan. Ia juga mengaku sudah tiga bulan tak bertemu dengan Jokowi. "Di bandara pernah bertemu, tapi hanya dua menit," tutur Kalla kepada Arif Zulkifli, Budi Setyarso, Agustina Widiarsi, Retno Sulistyowati, dan Heru Triyono dari Tempo.

Nama Anda menguat dalam bursa calon wakil presiden PDI Perjuangan….

Saya belum tahu bagaimana keadaannya. Yang bisa mempertemukan, ya, Ibu Mega. Dua-duanya belum bertemu dengan saya. Sudah tiga bulan, ya.

Bukankah Anda bertemu dengan Joko Widodo di Halim pekan lalu?

Itu dua menit, cuma ngomong "mau ke mana?". Ada wartawan, bagaimana saya akan ngobrol? Selama satu setengah tahun dia menjabat gubernur, bertemu hanya dua-tiga kali. Tidak pernah bicara apa pun, paling tentang banjir.

Sudah bertemu dengan tim Jokowi?

Mana berani Jokowi bikin tim? Dia tidak punya kewenangan. Yang punya kewenangan adalah ketua partai.

Apakah Anda merasa ada hambatan jika disandingkan dengan Jokowi?

Saya tidak ingin membahas itu dulu. Siapalah saya….

Anda tidak sungkan menjadi wakil Jokowi? Atau malah Jokowi yang sungkan kepada Anda?

Pak SBY banyak sekali atasannya waktu jadi tentara. Saat jadi presiden, kan, biasa saja. Pak Sutiyoso juga ada atasan, dan jadi gubernur, biasa saja.

Apa penilaian Anda tentang gaya kepemimpinan Jokowi?

Jokowi dekat dengan rakyat, dan seorang pemimpin itu harus dekat dengan rakyat.

Apakah saat sudah menjadi presiden, gaya blusukan masih perlu?

Enggak setiap saat. Kalau presiden blusukan, nanti rakyatnya capek, karena presiden dikawal orang ke mana-mana. Tidak efektif. Kalau gubernur blusukan, dia cukup didampingi dua-tiga orang. Kalau presiden, yang jaga 600 orang.

Survei menyebutkan, jika Jokowi dipasangkan dengan Anda, nilainya paling tinggi, sekitar 40 persen….

Bagus. Artinya, rakyat ingin orang yang berfokus, bukan orang partai. Jokowi bukan orang partai. Dia bukan pengurus DPP.

Ketika mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono, Anda disebut the real president. Bagaimana kalau mendampingi Jokowi?

Dulu saya aktif membantu Presiden, tingkat kepuasan terhadap pemerintah 80 persen. Sekarang (Wakil Presiden Boediono) tak aktif, kepuasan 30 persen. Mau pilih yang mana? Tapi, bagaimanapun, keberhasilan pemerintah adalah keberhasilan presiden, bukan wakil presiden.

Anda merasa tak dihargai?

Saya ikhlas saja. Soal perdamaian Aceh, contohnya. Saya bekerja sampai jam dua pagi. Yang mendapat penghargaan bukan saya.

Jika nanti mendampingi Jokowi, Anda akan menjadi bumper presiden menghadapi DPR? Anda akan kembali mengambil kursi Ketua Umum Golkar?

Tidaklah. Yang salah dalam pemerintahan SBY 2009-2014 adalah dia meresmikan oposisi dengan membentuk Sekretariat Gabungan. Jadi ditarik garis antara partai pendukung dan penentang pemerintah. Buat saya, yang penting komunikasi. Saya orang yang mudah berbicara dengan partai apa pun. Modal saya cuma telepon.

Pendekatan Anda dengan partai dengan iming-iming konsesi?

Enggak ada itu.

Sebenarnya, mana yang lebih penting buat Anda, menjadi wakil presiden atau duduk di pemerintahan dengan posisi apa pun?

Jadi Ketua Palang Merah Indonesia saja saya senang. Tapi, kalau diminta lagi, saya siap demi negara.

Wakil Sekretaris Jenderal PDIP ­Hasto Kristianto mengatakan, kalau tidak jodoh dengan Jokowi, Anda akan tetap diajak masuk ke pemerintahan….

Kalau di bawah wakil presiden, tidak enak. Tidak elok. Kalau jadi menteri, enggak enaklah….

Anda pernah menjadi wakil presiden, kini bakal menjadi wakil presiden lagi. Tidak enak juga, kan?

Bukan tidak enak. Ya, demi negara, setidaknya tidak timpang, dong. Pangkatnya tetap kaptenlah, bukan mayor, ha-ha-ha….

Selama ini, Anda banyak disorot soal nepotisme, dari pembelian helikopter hingga kebijakan konversi tabung gas….

Helikopter itu harganya Rp 20 miliar. Itu dipakai untuk bencana. Saya malu, sewaktu saya wakil presiden, untuk tsunami, pinjam helikopter dari Malaysia. Badan Koordinasi Nasional tidak punya peralatan apa-apa. Terkecuali tentara. Jadi saya memerintahkan untuk beli.

Perintah ke siapa?

Adik saya. Uang sendiri apa masalahnya? Heli itu dianggap tidak bayar bea masuk, padahal memang bebas bea. Helikopter apa pun bebas bea. Bayangkan, heli itu sedang memadamkan api di hutan, malah disuruh kembali karena dianggap belum bayar bea. Padahal itu milik suatu perusahaan, modal sendiri. Izin negara ada, kenapa dianggap nepotisme? Kalau uang negara yang dipakai, bolehlah. Ini kantong sendiri.

Proyek konversi minyak bumi menjadi gas melibatkan perusahaan Anda?

Coba tunjukkan kepada saya proyek pemerintah yang dianggap berhasil di dunia ini. Saya tiga kali berbicara di konferensi dunia tentang proyek yang menghemat Rp 50 triliun per tahun ini. Sekarang di mana letak nepotismenya? Yang punya gas Pertamina. Tidak ada satu pun ­Hadji Kalla punya. Bajanya juga dari Krakatau Steel. Tidak sebiji pun yang kami punya. Perusahaan kami 60 tahun bekerja, 10 ribu pegawai. Masak dicurigai? Apa kita biarkan saja Sinar Mas yang hebat, Salim Group yang hebat? Hadji Kalla, Bosowa, itu perusahaan pribumi, Islam. Masak, kami dicurigai terus? Kami berkeringat tiga generasi.

Dikotomi pribumi dan nonpribumi masih penting buat Anda?

Bukan dikotominya. Tapi perlu memajukan pribumi. Kalau tidak, tidak seimbang negeri ini, bahaya. Kami tidak ingin nonpribumi yang turun, tapi yang pribumi naik.

Anda pernah memerintahkan suspensi saham Bumi Resources milik Bakrie?

Karena Bakrie perlu persiapan cari dana. Ya sudah, di-suspend dulu. Biasa saja itu. Kalau Sinar Mas bisa di-suspend dua bulan, kenapa Bumi tidak?

Bukan karena pertimbangan Aburizal Bakrie orang Golkar dan pribumi?

Bukan. Saya tak mau Bakrie diambil asing. Ini perusahaan nasional besar. Habis Bakrie jika tidak dibela. Saya pasang badan.

Anda juga membela pengusaha nasional lainnya?

Tanya Prabowo, sewaktu dia kesulitan di Kiani Kertas. Saya telepon Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardojo untuk membantu asalkan Prabowo mau bayar cash. Prabowo datang, kasih hormat. Saya bilang ke Agus, kasih bantu jenderal ini. Prabowo minta waktu tiga bulan. Cium tangan. Tanya sama Prabowo.

Pernah membantu Prabowo, posisi tawar Anda terhadap Jokowi makin kuat, dong?

Ha-ha-ha….

Sekarang soal Century. Apa benar Anda tak pernah dilapori soal perkembangan bank itu?

Tidak. Sampai sore hari 20 November 2008, keadaan masih baik-baik saja. Kredit naik, keuntungan memang turun, tapi investasi naik, dan konsumsi naik. Jadi ekonominya tidak terlalu susah.

Bank Indonesia menyatakan Bank Century kalah kliring pada 13 November 2008….

Kalah kliring itu isu. Saya mengatakan yang bikin isu harus ditangkap.

Kalah kliring itu kan fakta?

Tidak ada. Tidak disampaikan ke saya. Itu cuma isu.

Anda tahu tentang pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek kepada Bank Century?

Tidak. Itu urusan Bank Indonesia. Pada rapat 20 November 2008, tidak ada sepotong pun kata tentang Century.

Bukankah ada rapat di kantor yang membahas Bank Century dan Anda meminta menyelesaikannya dengan tidak berlebihan, dan sesuai dengan aturan….

Iya. Tidak boleh full guarantee. Harus diselesaikan sesuai dengan aturan.

Apa maksudnya full guarantee?

Blanket guarantee. Hanya boleh Rp 2 miliar. Pokoknya sesuai dengan aturan saja.

Adakah kewajiban seorang Menteri Keuangan memberitahukan rencana bailout Bank Century ke Wakil Presiden?

Memakai uang pemerintah sebesar Rp 2,7 triliun tiba-tiba, apa tidak pantas dia melapor?

Bukankah Anda mendapat pesan pendek dari Sri Mulyani soal Bank Century?

Itu hanya pesan pemberitahuan. Bukan minta izin. Sudah diputuskan, baru SMS ke Presiden, tembus­an ke saya. Tapi apa pantas? Ini Rp 2,7 triliun dikeluarkan tanpa dasar, masak tidak datang? Itu uang negara. Masak dilaporkan hanya dengan SMS?

Mengapa Anda mengatakan kasus Bank Century ini akan selesai jika Boediono mengakui dan bertanggung jawab?

Kalau saya, tanggung jawab saja. Saya bicara fakta, dan keyakinan. Saya marah dan suruh tangkap Robert Tantular. Saya bilang ke Boediono, kok, bisa uang sebesar itu diberikan. Ini kejahatan perbankan. Perampokan.

Benarkah pada Oktober 2008 Anda menelepon Boediono dan berbicara tentang Bank Century?

Ah, tidak ada itu. Saya tidak mengerti soal itu, sampai dengan tanggal 25 November 2008. Isunya memang saya menelepon Boediono, katanya pada 13 Oktober, jam 11 lewat 2 menit. Katanya, saya mendukung bail­out. Padahal kasus Century muncul November.

Bukan mendukung bailout, melainkan menjelaskan kondisi Bank Century?

Oktober? Mana mungkin. Belum ada kasus Century saat itu. Dan Boediono tidak pernah menjelaskan langsung ke saya. Dia tidak pernah datang sendiri.

Sebenarnya secara ekonomi apa yang salah dari kebijakan "penyelamatan" Bank Century ini?

Kenapa menjamin semua bank yang kritis, sehingga terjadi kejahatan di dalamnya? Pertanyaannya kemudian: apakah Bank Century ini akibat krisis? Jangan berpikir jaminan penuh, karena berbahaya. Ini seakan-akan mirip tahun 1998, bahwa nilai rupiah menjadi 12 ribu per dolar. Sekarang juga 12 ribu.

Menurut Anda, ekonomi Indonesia pada 2008 tidak krisis?

Memang mengalami gangguan. Pasar saham sempat dihentikan sementara (suspend) karena indeks harga saham sempat turun. Tujuh puluh persen yang main saham di Indonesia orang asing. Tidak ada penduduk kita main seperti di Singapura. Karena imbas krisis global yang bermuara di Amerika, banyak uang balik ke sana yang membuat rupiah melemah. Tapi ekonomi tidak jelek. Ekspor kita naik, kok.

Di sektor perbankan, menurut Boediono, yang waktu itu Gubernur Bank Indonesia, ada pergerakan uang?

Ada pergerakan uang itu biasa. Ini hanya untuk membantah, kalau uang diambil, kemungkinan bank akan kering. Mana mungkin kalau Anda punya uang Rp 10 miliar di bank mau simpan di rumah? Tidak, kan? Pasti dipindahkan ke bank lain. Ini hanya terjadi perpindahan uang antarbank.

Bukankah waktu itu bank-bank besar milik pemerintah (Mandiri, BNI, dan BRI) mengeluhkan kekeringan likuiditas dan meminta bantuan likuiditas ke Kementerian Keuangan?

Tidak ada apa-apa. Apa benar ada krisis? Iya ada, tapi tidak sama dengan krisis 1998. Ekonomi kita tumbuh 6 persen pada 2008, sementara pada 1998 kita minus 15 persen. Masak disebut krisis, tapi ekonominya tumbuh. Kemudian, inflasi 1998 itu mencapai 75 persen. Pada 2008 hanya 10 persen. Jadi jangan coba membandingkan. Beliau (Boediono) mengatakan perlu blanket guarantee karena kejadiannya sama dengan 1998. Yang benar saja. Pembohongan kalau dikatakan ini krisis yang sama.

Mengapa Anda keras menolak instrumen blanket guarantee?

Kebijakan pada 1998 itu adalah kebijakan yang paling salah di republik ini. Menjamin semua bank hanya menimbulkan kejahatan perbankan. Tidak akan ada moral hazard jika tidak ada blanket guarantee.

Tapi negara tetangga yang menggunakan instrumen blanket guarantee aman-aman saja....

Mereka mata uangnya kuat. Masak, bank asing, seperti Citibank, harus kita jamin? Kemudian Danamon. Bank itu punya siapa? Temasek. Apa kita menjamin juga perbuatan mereka kalau mereka merampok?

Bukankah Bank Indonesia memonitor kerentanan bank-bank yang ada?

Alah, itu cerita mati. Buktinya, Bank Century ambruk juga. Itu seenaknya saja pakai blanket guarantee, karena nanti dijamin negara. Sejak 1998 sampai sekarang, uang pajak Anda Rp 100 triliun setiap tahun dipakai untuk bayar Citibank.

Mengapa di sisi lain Anda setuju mengucurkan dana talangan sebesar Rp 7 triliun untuk menyelamatkan Bank Indover?

Karena semua dijamin oleh pemiliknya. Siapa pemilik Indover? BI. Ya, BI-lah yang menjamin.

Apa urgensinya menyelamatkan Bank Indover?

Kalau kita ambil alih, kita hanya rugi US$ 50 juta. Kalau kita tidak ambil alih, ruginya mencapai 400 juta euro. Saya bilang ke Boediono bahwa saya tidak berhak menyetujui, karena dia independen, sebagai pemegang saham. Prinsip saya, siapa pun berbuat, dia yang bertanggung jawab.

Apakah ada permainan politik di balik kasus Bank Century?

Tidak ada. Jangan lupa, pada 1998 itu tidak ada pembicaraan politik.

Adakah hubungannya dengan kepentingan Partai Golkar waktu itu?

Tak ada sama sekali. Ini kan selesai pemilu. Terbukanya kasus itu Agustus 2009.

Kabarnya, Aburizal Bakrie mendatangi Presiden Yudhoyono dan menawarkan diri menjadi wakil presiden kalau Boediono turun?

Kalau itu, maaf, saya sama sekali tidak pernah dengar.

Muhammad Jusuf Kalla
Tempat dan tanggal lahir: Watampone, Sulawesi Selatan, 15 Mei 1942

Pendidikan:

  • Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin, Makassar (1967)
  • The European Institute of Business Administration Fontainebleau, Prancis (1977)

    Karier:

  • Ketua Umum Palang Merah Indonesia (2009-sekarang)
  • Wakil Presiden Republik Indonesia (2004-2009)
  • Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar (2004-2009)
  • Anggota Dewan Penasihat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Pusat (2000–sekarang)
  • Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (2001-2004)
  • Menteri Perindustrian dan Perdagangan (1999-2000)
  • Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (1997-2002)
  • Komisaris Utama PT Bukaka Singtel International (1995-2001)
  • Ketua Ikatan Alumni Universitas Hasanuddin (1992-sekarang)
  • Komisaris Utama PT Bukaka Teknik Utama (1988-2001)
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus