Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kaban di Pusaran Pembalakan Liar

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk Tim Penanganan Illegal Logging di Provinsi Riau. Dalam delapan bulan terakhir, polisi melakukan perang terhadap para pembalak di Provinsi Lancang Kuning itu. Menteri Kehutanan M.S. Kaban, yang disebut-sebut dekat dengan sejumlah pengusaha kayu di sana, menuding operasi polisi melebar ke mana-mana: memberangus para pengusaha hutan yang berizin dan mengancam kelangsungan hidup pabrik bubur kertas.

Hutan Riau sudah gundul. Sedikitnya tiga juta hektare—dari sekitar 5 juta hektare—hutan di provinsi itu kini botak, tak berpohon. Selain sekitar 250 orang sudah dijadikan tersangka, polisi juga menyita ”lautan kayu” sekitar satu juta meter kubik di Sungai Gaung, Indragiri Hilir. Sejumlah perusahaan pabrik kertas raksasa diduga terlibat dalam ”mafia” penggangsiran hutan yang membuat negara rugi triliunan rupiah ini. Inilah laporan Tempo langsung dari hutan Riau.

10 September 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAUH mata memandang, yang tampak hanyalah tumpukan kayu, kayu, dan kayu. Di kiri dan kanan jalan, tumpukan kayu gelondongan itu menjelma bak dua bukit panjang tak berujung. Kepolisian Daerah Riau, yang pada Juli lalu menyegel kayu itu, menghitung jumlahnya tak kurang dari satu juta meter kubik.

Bukit kayu itu terletak di Sungai Gaung, Indragiri Hilir. Tempo, yang pada Kamis pekan lalu ”masuk” ke sana, mencoba mengukur panjang tumpukan kayu itu dengan sepeda motor keluaran terbaru. Posisi spidometer kendaraan berada di angka ”nol” dan laju motor ”disetel” pada kecepatan 30 kilometer per jam.

Sekitar setengah jam diperlukan waktu untuk melewati bukit kayu itu. Saat sampai di titik paling ujung tumpukan kayu itu, spidometer menunjuk angka 13.257. Jika diletakkan berjejer dari Istana Negara di Jakarta Pusat, panjang tumpukan kayu di pedalaman Riau yang tingginya rata-rata mencapai 2,5 meter itu artinya bisa ”tembus” sampai Blok M, Jakarta Selatan.

Barisan kayu berdiameter 30 sentimeter sampai satu meter ini barulah sebagian kayu milik PT Bina Duta Laksana yang ditemui Tempo. Tebangan kayu ilegal lainnya terserak di tengah hutan. Sebagian lainnya teronggok, meng apung-apung, di sejumlah kanal buatan perusahaan itu. Bina Duta Laksana memang beroperasi di Kecamatan Gaung, Indragiri Hilir.

Diperlukan tenaga super-ekstra untuk bisa melihat pemandangan ”bukit kayu Bina Duta” ini. Jarak dari Pekanbaru, ibu kota Provinsi Riau, sampai ke Gaung sekitar 400 kilometer. Waktu tempuh paling cepat menuju lokasi itu sekitar enam setengah jam, jika naik mobil. Bahkan beberapa kilometer sebelum sampai ke bukit kayu itu, hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Maklum, tanah gambutnya ambles jika terinjak kaki. Jika hujan turun, waktu tempuh bertambah panjang. Sebab, puluhan kilometer jalan itu berubah jadi kubangan lumpur.

Tempo memilih naik sepeda motor untuk masuk kawasan itu. Dimulai dari Timbelahan, ibu kota Kabupaten Indragiri Hilir, motor dipacu menuju Desa Sungai Empat yang berjarak sekitar 20 kilometer. Perlu waktu sekitar satu jam, dengan beberapa kali motor harus digotong jika melintasi parit, sebelum akhirnya mencapai Sungai Empat.

Di Sungai Empat perjalanan dilanjutkan dengan perahu kayu. Motor harus dinaikkan ke atas perahu untuk menyeberangi anak Sungai Gaung. Lolos dari sungai selebar sekitar enam meter itu, jalan sempit dan hancur sudah menyambut. Perlu waktu satu jam untuk menempuh jarak yang tak lebih 2,5 kilometer lagi. Menempuh rute ini, lantaran banyak melewati parit, motor harus berkali-kali berhenti untuk kemudian ”digendong” melompat parit.

l l l

JALAN yang di kiri-kanannya penuh gunungan kayu itu dibangun Bina Duta Laksana tiga tahun lalu. Dengan lebar delapan meter, jalan itu membentang melintasi tiga desa: Rambaian, Parit Murai, dan Belantak Raya. Kondisinya tak kalah dengan jalan tol. Cukup mulus dan rata. Bedanya dengan jalan tol asli seperti di Jakarta, tak ada kemacetan di situ. ”Jalan tol” milik Bina Duta itu sepi dari kendaraan. Total, panjang jalan itu 25 kilometer dan tak kurang sepertiga dari jarak itu penuh gundukan kayu. Jalan ini dibangun untuk menghubungkan markas PT Bina Duta Laksana di Desa Rambaian dengan dermaganya di Sungai Gaung.

Lantaran dibuat khusus untuk meng angkut kayu, jalan buatan perusahaan yang berkongsi dengan PT Arara Abadi, anak perusahaan PT Indah Kiat Pulp and Paper, dalam pengadaan kayu itu dibuat istimewa, berkonstruksi antiambles. Bagian dasar jalan, misalnya, di timbuni kayu gelondongan dan ditutup karpet plastik setebal setengah sentimeter. Di atasnya ditaburkan pasir dan kemudian baru dipadatkan dengan alat berat. Jalan ini juga menjadi jalan utama truk pengangkut kayu yang menuju Perawang, lokasi pabrik bubur kertas PT Indah Kiat.

Selain sebagai jalan truk ke dermaga dan Perawang, jalan itu menyambung ke areal PT Mutiara Sabuk Kathulistiwa, pemegang izin konsesi hutan seluas 3.130 hektare. Di tengah hutan ini PT Mutiara juga membangun jalur khusus sepanjang lima kilometer yang diberi nama Jalan Akasia. Perusahaan ini mengklaim memiliki izin pembukaan lahan sejak 4 Agustus 2006.

Pembangunan jalan oleh Bina Duta Laksana itu sempat menuai hujan protes dari warga Parit Johan, Desa Sungai Empat. Ratusan warga meradang karena parit-parit yang selama ini dipakai untuk lalu lintas perahu mereka ditimbun. ”Kami dijanjikan ganti rugi Rp 500 ribu, namun sampai sekarang tak ada wujudnya,” ujar seorang warga.

Di pinggir jalan papan nama PT Bina Duta Laksana terpacak. Isinya mene rangkan bahwa mereka mendapat izin dari Menteri Kehutanan untuk membabat hutan di situ. Izin pertama pada 2006 seluas 16.650 hektare dan izin kedua 28.690 hektare. Izin kedua ini terbit pada 10 Januari 2007.

l l l

KASUS penggangsiran hutan oleh Bina Duta Laksana ini hanyalah salah satu kasus pembalakan yang ditangani Polda Riau. Sejak Januari lalu, Kepala Polda Riau Brigjen Sutjiptadi memang mengangkat kapak perang terhadap para pembalak. Puluhan truk pengangkut kayu ditangkap, ribuan meter kubik kayu yang diangkut dari hutan Riau di sita. Pada Februari lalu, misalnya, polisi menahan 25 truk yang mengangkut 1.300 gelondongan kayu di Pangkalan Kerinci, Pelalawan.

Hasilnya, dalam sejarah ”operasi kayu” Riau, memang luar biasa. Dalam tempo sekitar delapan bulan, polisi sudah menetapkan sekitar 250 tersangka. Dua di antaranya bekas Kepala Dinas Kehutanan Riau.

Menurut Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Bambang Hendarso Danuri, 25 kasus di antaranya melibatkan PT Riau Andalan Pulp and Paper. Para tersangka dijerat dengan berbagai tuduhan: melakukan penebangan liar, membawa kayu tanpa dokumen, menjadi penadah, dan mengeluarkan dokumen palsu.

Temuan yang paling spektakuler memang ”bukit kayu” di Indragiri Hilir itu. Dengan helikopter, Juli lalu, Sutjiptadi ”memeloti” kayu-kayu bernilai puluhan miliar rupiah itu. ”Lokasinya jauh dari jalan umum dan hanya dapat diketahui melalui udara,” kata Sutjiptadi. Selasa pekan lalu, giliran Kapolri Jenderal Sutanto dan Jaksa Agung Hendarman Supandji melongok kayu-kayu itu dengan helikopter.

Menurut Sutjiptadi, PT Bina Duta Laksana telah memanipulasi pajak dan iuran dana reboisasi. Modusnya, kayu besar dari hutan alam dicampur dengan kayu-kayu kecil untuk bahan bubur kertas. ”Padahal, kedua jenis kayu ini pajaknya berbeda.”

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) wilayah Riau, Johny Setiawan Mundung, mengungkapkan bahwa merajalelanya pembabatan hutan dipicu kesalahan pejabat dalam menerbitkan izin. Dia mencontohkan, selama 2002-2003 Pemerintah Daerah Kabupaten Pelalawan menerbitkan izin konsesi hutan kepada 21 per usahaan. ”Lahan yang diberikan seluas 175.639 hektare,” katanya. Menurut Direktur Eksekutif Walhi, Chalid Muhammad, pihaknya sejak empat tahun lalu sudah melaporkan keterlibatan dua perusahaan bubur kertas di Riau dalam pembalakan itu kepada polisi.

Polda Riau sampai kini tengah mene lisik adakah keterlibatan raksasa pa brik bubur kertas PT Indah Kiat Pulp and Paper dengan kayu ”milik” Bina Duta. PT Bina Duta, kata Kapolda, tidak bisa menunjukkan dokumen izin penebangan kayunya. ”Hanya izin dari Bupati Indragiri Hilir,” kata Sutjiptadi. Kepada Tempo, Direktur Indah Kiat, Yan Partawijaya, menyatakan bahwa kayu yang masuk perusahaannya legal. ”Kami mendapat pasokan dari PT Arara Abadi, dan Arara Abadi itu memiliki kawasan hutan tanaman industri,” kata Yan.

”Operasi kayu” oleh Sutjiptadi ini tak hanya membuat para pengusaha kayu di Riau kelabakan, juga menyengat Menteri Kehutanan Malam Sambat Kaban. Kaban menuduh operasi itu dilakukan se rampangan, tidak ada koordinasi dengan pihaknya. Akibatnya, perusahaan kayu legal pun jadi korban. Menurut Kaban, tindakan polisi ini membuat pabrik kertas terancam tutup, ribuan karyawan menganggur, sekaligus membuat devisa negara mengempis. Selain mengadukan soal ini ke Presiden, Kaban juga sempat minta Kapolri mengevaluasi Sutjiptadi.

Ribut-ribut Kaban dengan polisi ini sempat mereda setelah keduanya bertemu pada pertengahan Juli lalu. Pertemuan di Mabes Polri selama sekitar satu jam itu menyepakati, Mabes Polri dan Departemen Kehutanan membentuk tim untuk memberantas para pencoleng kayu.

Dua bulan berlalu, ternyata hasil pertemuan itu, menurut sumber Tempo, tak menggembirakan Kaban. Di lapangan, pasukan Sutjiptadi terus mengejar para pembalak liar dan menahan ratusan kubik kayu yang mereka sita. Sejumlah pengusaha hutan mengeluh karena kayu mereka disita dan entah kapan dikembalikan. Pabrik bubur kertas juga terancam paceklik bahan baku. ”Stok kami menipis,” kata juru bicara PT Indah Kiat, Nazaruddin. ”Jika sampai Oktober ini tak ada pasokan dari Bina Duta, kami kehabisan bahan baku.”

l l l

KASUS kayu Riau akhirnya menem bus Istana. Rabu pekan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk tim gabungan untuk menangani pembalakan ilegal di Riau. Pembentuk an tim yang diketuai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Widodo A.S. diikuti, antara lain, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Kehutan an, Kapolri, Menteri Lingkungan Hidup, dan Gubernur Riau Rusli Zainal.

Dalam rapat itu, kata Widodo, Presiden meminta tim yang dipimpinnya mencari solusi pemberantasan pembalakan, agar tak mengganggu iklim investasi di Riau. ”Diupayakan penyelesaiannya secepat-cepatnya,” tutur Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar.

Sehari setelah pertemuan dengan Presiden, Widodo menggelar rapat di kantornya. Tim gabungan, menurut Widodo, segera akan terjun ke Riau dan mendata semua sumber konflik. ”Misalnya, surat izin dan batas wilayah yang selama ini jadi sumber konflik pembalakan liar.”

Jenderal Sutanto menjamin, kendati ada tim itu, pengusutan kasus pembalakan di Riau tetap jalan terus. ”Nggak akan melemah, hukum tetap jalan,” kata Sutanto. Hutan, ujar Sutanto, memang digunakan untuk kemakmuran rakyat. ”Tapi jangan mengorbankan ling kungan.”

l l l

PARA pembalak ilegal di Riau kini memang seperti tiarap. Deru puluhan truk yang setiap hari mendengus-de ngus di Indragiri Hilir karena tubuhnya dijejali berton-ton gelondongan kayu tak terlihat lagi. Pengiriman kayu ke Perawang kini mandek. Kapal tongkang berkapasitas angkut 1.800 ton menganggur di Sungai Gaung. Sebuah alat berat yang biasanya setiap hari memuntahkan log dari truk ke tongkang teronggok di pinggir sungai. Beberapa perahu ponton—biasa dipakai menarik kayu—tengkurap di darat. Ratusan yang lain mangkrak di antara tumpukan kayu di kanal pinggir jalan dan kanal tengah hutan.

Markas PT Bina Duta Laksana sepi bak kuburan. Aktivitas perkantoran terhenti. Sebuah rumah kaca untuk pembibitan akasia sudah tak terurus. Bagian atapnya jebol. Sebuah lapangan tempat pendaratan helikopter terlihat dipenuhi ilalang.

Kehidupan memang tak terlihat lagi di perusahaan ini. ”Perusahaan kami tersangkut kayu ilegal, tanah yang digarap juga bermasalah,” ujar seorang karyawan yang tersisa, yang ditemui sedang terpaku di kantin perusahaan yang kini kosong melompong.

Elik Susanto (Riau) dan LRB

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus