Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kabinet Mega: Membagi atau Membuat Kue?

Presiden Megawati menunda pengumuman kabinetnya. Penyusunan tim ekonomi masih berlangsung alot. Ada rebutan pos-pos ekonomi yang dianggap "basah".

5 Agustus 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEUMPAMA manajer sepak bola, Presiden Megawati kini sedang pusing tujuh keliling memikirkan susunan kesebelasannya. Banyak pihak menyodorkan nama pemain, tetapi posisi sangat terbatas. Mega sudah menetapkan format kabinetnya itu. Dan, seperti dikatakan Wakil Presiden Hamzah Haz, struktur kabinet tak banyak berubah dari peninggalan Abdurrahman Wahid. Tetap langsing, hanya ditambah Menko Kesra dan Departemen Sosial. Departemen Penerangan, yang sangat ditakuti kalangan pers, dipastikan tidak dihidupkan kembali. Mega juga konsisten dengan apa yang dulu sering diucapkan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Soetjipto, bahwa kabinetnya nanti bukan kabinet bagi-bagi kue, melainkan kabinet gotong royong untuk membuat kue. Pernyataan itu menggembirakan banyak orang karena kondisi bangsa saat ini masih dalam keadaan rapuh. Anggaran negara, misalnya, mengalami pembengkakan defisit hingga Rp 87 triliun. Untuk menambalnya perlu meningkatkan pendapatan negara, tapi ini bukan perkara gampang. "Penerimaan negara tak bisa ditingkatkan secara mendadak," kata Laksamana Sukardi, yang dikenal sebagai ekonom PDI Perjuangan. Maka, untuk menyelamatkan anggaran, pemerintah perlu mengurangi pengeluaran dengan merestrukturisasi utang. Untuk itu, "Hubungan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) dan negara donor harus diperbaiki," Laksamana menambahkan. Hal lain yang perlu dilakukan pemerintah, menurut Laksamana, adalah menstabilkan nilai tukar dan menurunkan tingkat suku bunga perbankan. Juga perlu disiapkan jurus untuk memikat investasi asing agar dunia bisnis kembali bergairah. Soalnya, dari sana diharapkan ada penyerapan tenaga kerja bagi penganggur, yang saat ini jumlahnya hampir mencapai 40 juta orang. Pemerintah saat ini juga memiliki jadwal ketat dengan sejumlah lembaga donor. Pertemuan Paris Club untuk menjadwalkan kembali utang Indonesia, misalnya, akan berlangsung pada 10 September 2001. Namun, sebelum itu, letter of intent (LoI) harus disetujui lebih dulu oleh para bos IMF. Malangnya, dewan direktur IMF baru mau membahas dan meneken LoI bila pemerintah Indonesia melaksanakan enam langkah penting (prior actions) yang mereka minta. Itu berarti pemerintah cuma punya waktu sebulan untuk melaksanakan enam tugas berat IMF itu. Tantangan betul-betul berat. Toh, ini tak mengurangi semangat partai-partai untuk memasukkan orangnya di kabinet. Yang paling di-incar tetap pos-pos ekonomi, yang dianggap sebagai posisi yang "basah". Sumber TEMPO di lingkungan partai Poros Tengah, misalnya, menyebut hampir semua parpol besar mengincar posisi ekuin. Contohnya, kursi Menteri Keuangan, yang diperebutkan oleh Partai Amanat Nasional (PAN), PDI Perjuangan, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). PAN, seperti dikemukakan secara eksplisit oleh A.M. Fatwa, menyodorkan bekas Menteri Keuangan Bambang Sudibyo. PDI Perjuangan sendiri mencalonkan Laksamana Sukardi untuk posisi itu. Akan halnya PPP menyodorkan nama Sugiarto—anggota majelis pakarnya, yang juga Direktur Keuangan Medco. Di luar posisi kunci tersebut, PPP juga mencalonkan Bachtiar Chamsyah sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Ali Marwan Hanan sebagai Menteri Sosial, dan Suryadharma Ali sebagai Menteri Koperasi. Adapun PAN mencalonkan Hatta Radjasa sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Golkar justru "lebih lunak" dengan mengajukan enam nama calon menteri, tapi semuanya di luar portofolio ekonomi dan keuangan. Menariknya, pengajuan calon tak hanya dilakukan oleh partai politik, tapi juga oleh perorangan. Santer terdengar, Taufiq Kiemas, suami Presiden Megawati, mengupayakan agar Menteri Keuangan demisioner, Rizal Ramli, tetap berkantor di Lapanganbanteng. Kabarnya, hal itu dikaitkan dengan lobi intensif yang dilakukan bos Texmaco, Marimutu Sinivasan. "Rizal Ramli kabarnya 98 persen akan tetap menjadi Menteri Keuangan," kata anggota Komisi IX DPR, Rizal Djalil. Tapi, Suparlan, Wakil Ketua Komisi V DPR dari PDI-P, sebaliknya yakin peluang Rizal nyaris nol. "Saya melihat pasar sulit sekali menerima Rizal," kata Suparlan, yang dikenal dekat dengan Taufiq Kiemas. Mana yang benar, hanya Megawati yang paling tahu. Tetapi ketatnya persaingan itu menimbulkan gosip bahwa Departemen Keuangan akan dipecah jadi dua. Satu mengurusi anggaran, satunya lagi mengelola penerimaan negara. Tapi kabar itu ditepis Laksamana Sukardi. "Departemen Keuangan akan tetap menjadi satu," katanya. Pembagian departemen itu, menurut Laks, hanya akan menimbulkan kesulitan, misalnya soal membagi pegawai. Padahal banyak pekerjaan berat yang harus segera ditangani. Menyikapi masalah nama calon menteri yang berseliweran ini, Megawati kabarnya bersikap tegas. Dalam pertemuan dengan Wapres Hamzah Haz di Istana Bogor, Jumat pagi pekan lalu, Mega telah meminta agar para pimpinan parpol menghormati apa pun keputusan yang akan diambilnya. Termasuk jika di kemudian hari "jatah" kursi yang diberikan kepada suatu parpol tidak sebanyak yang diminta. Mega ingin menggunakan hak prerogatifnya. Bahkan, Megawati dikabarkan hanya menaruh 10 sampai 11 orang politisi di kabinetnya. Golkar cuma akan diberi tiga kursi, PPP bahkan hanya satu kursi karena telah mendapat posisi wapres, PAN dua kursi, dan PBB satu kursi. Sisanya untuk kader PDI-P sendiri. Lalu, anggota kabinet lainnya diisi kalangan profesional, termasuk mereka yang selama ini masih menjadi menteri demisioner. Beberapa menteri peninggalan Abdurrahman Wahid yang dipertahankan adalah Menteri Kebudayaan dan Pariwisata I Gde Ardhika, Menteri Lingkungan Hidup Sonny Keraf, dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro. Posisi Gde Ardhika lebih pada tuntutan masyarakat Bali, yang ingin urusan pariwisata di-tangani orang Bali sendiri. Konon, Mega tak bisa berbuat lain karena pencalonannya sebagai presiden berawal dari kongres PDI-P di Bali. Tetapi, siapakah kaum profesional yang dipasang Mega? Mantan duta besar di Amerika Serikat, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, yang semula disebut-sebut menjadi kandidat Menko Ekuin, kini tak terdengar lagi. Demikian pula nama Sri Mulyani, yang tadinya menjadi calon kuat Menteri Keuangan atau Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas, kini menghilang dari bursa. Kabarnya, Mega kurang cocok dengan gaya Sri Mulyani, yang ceplas-ceplos, sementara yang mendukungnya di PDI Perjuangan cuma Arifin Panigoro. Sri Mulyani merencanakan pergi ke Amerika Serikat selama setahun untuk mengajar. "Semua persiapannya sudah selesai dan ia akan membawa seluruh keluarganya," kata seorang sahabatnya. Siapa calon di pos penting Menko Ekuin? Setelah nama Djatun menguap, yang kini berkibar-kibar adalah Boediono. Bekas direktur Bank Indonesia dan ketua Bappenas itu dikenal jujur, pandai, dan berpengalaman di birokrasi. Nilai lebihnya yang lain, Boediono dianggap bisa mengemban tugas untuk memberantas kemiskinan seperti diangankan Mega selama ini. Lalu, ke mana Kwik Kian Gie, ekonom PDI-P sendiri? Kwik, yang pernah menjadi Menko Ekuin, kabarnya diarahkan menjadi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sedangkan Ketua Bappenas kemungkinan diisi oleh Gunawan Sumodiningrat. Asisten Wapres Bidang Kewilayahan, Kebangsaan, dan Kemanusiaan ini dipandang cukup berpengalaman untuk mengelola Bappenas. Yang masuk bursa Ketua Bappenas, kata sebuah sumber di rumah dinas Mega, adalah Arif Arryman, peneliti Econit yang juga teman sekerja Rizal Ramli. Untuk pos Menteri Perindustrian dan Perdagangan, sempat muncul nama Presiden Direktur Astra, Teddy Rachmat. Namun, Taufiq Kiemas dikabarkan cenderung mempertahankan Luhut Panjaitan. Ada sumber pula yang menyebutkan, bila Bambang Sudibyo tak jadi berkantor di Lapanganbanteng, ada kemungkinan ia yang akan mengisi posisi itu. Ketua Umum PAN, Amien Rais, kabarnya juga rela bila Megawati tetap mempertahankan Purnomo Yusgiantoro di Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, dengan catatan Hatta Radjasa "pindah" ke Departemen Perhubungan. Yang menarik adalah sikap PPP. Bila cuma mendapat satu kursi di kabinet, PPP akan menolak kalau satu kursi itu Menteri Koperasi. Mereka kini sedang melobi agar bisa mendapat departemen yang lebih "basah", misalnya Departemen Kehutanan. Kandidat yang disiapkan adalah Bachtiar Chamsah. Tapi di sana ada masalah. Soalnya, Golkar juga mengajukan Sjamsul Muarif menjadi calon Menteri Kehutanan. Begitulah kerewelan-kerewelan parpol se-telah berhasil menaikkan Mega ke kursi presiden. Terkesan mereka masih rebutan kue, bukan bersama-sama menciptakan kue untuk masyarakat. Dan kinilah saatnya Megawati diuji. Ia harus sadar dirinya memang tak bisa memuaskan semua orang. Tetapi, yang lebih penting dari itu, Mega tak boleh terlalu lama menimang-nimang, karena keputusan harus segera diambil. Menunda pengumuman susunan kabinet tidak saja membuat pemerintah tak berjalan, tetapi Mega juga kehilangan momentum. Ketika duet kepemimpinan Mega-Hamzah tampil, pasar uang telah memberi sambutan hangat. Terbukti kurs rupiah terus menguat dari Rp 10 ribu hingga sempat menyentuh level Rp 9.300-an per dolar. Namun, lantaran kabinet tak kunjung terbentuk, otot rupiah kembali melemah menjadi Rp 9.650 per dolar. "Pasar khawatir kelambanan itu akan mempengaruhi normalisasi hubungan dengan lembaga-lembaga donor," kata Kepala Riset Vickers Ballas Securities, Ferry Hartojo. Jadi, Mega boleh saja berhati-hati, tetapi waktu ada batasnya. Nugroho Dewanto, Adi Prasetya, Leanika Tanjung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus