Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Siapa Tim Ekonomi Kabinet Mega?

Presiden Megawati sampai akhir pekan lalu belum menentukan siapa saja anggota tim ekonomi dalam kabinetnya. Tapi sejumlah nama sudah beredar.

5 Agustus 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INILAH perebutan jabatan yang paling alot, menteri-menteri di bidang ekonomi. Maklum, jabatan ini menguasai pusat keuangan pemerintah, tempat yang paling "basah". Jabatan Menko Perekonomian santer diperebutkan antara Boediono dan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti. Uniknya, keduanya tergolong kalangan profesional. Sedangkan Menteri Keuangan diperebutkan ekonom partai politik, antara Laksamana Sukardi dari PDI-P dan Bambang Sudibyo, yang dijagokan Partai Amanat Nasional (PAN). Lalu, Ketua Bappenas diperebutkan oleh Ketua LPEM UI, Sri Mulyani, dan Gunawan Sumodiningrat. Sumber TEMPO menyebutkan, Mega se-benarnya tak terlalu gembira dengan sebagian nama yang muncul. Mereka kebanyakan mempunyai beban di masa lalu. Mega khawatir, memilih mereka bisa menjadi bumerang baginya. Namun, bisa saja Mega berada dalam tekanan di saat-saat akhir. Berikut ini nama-nama yang bersaing ketat. Boediono Dari sisi profesionalitas dan kredibilitas, tak ada yang diragukan pada diri Boediono. Dia pernah menjadi Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas tahun 1998. Ekonom Faisal Basri memberi nilai positif kepada Boediono. Kalau benar dia dipercaya menjadi Menko Perekonomian, itu bisa memberi sentimen positif ke pasar. Boediono dikenal jujur dan pintar. Cuma, bekal ini tidak cukup kalau ingin berhasil. Dukungan parlemen dan Presiden adalah sesuatu yang tidak bisa dihindarkan. Namun, sumber TEMPO menyebutkan, ada cacat Boediono. Kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tidak bisa dilepaskan dari Boediono, ketika ia masih di BI. Bagaimanapun, ia turut bertanggung jawab atas amblasnya ratusan triliun uang rakyat itu. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti Masuk bursa calon Menteri Koordinator Perekonomian bukan yang pertama kali bagi Dorodjatun Kuntjoro-Jakti. Namanya juga diusung di awal pemerintahan Gus Dur-Megawati. Dia dinilai baik dan bisa diterima pasar dan para profesional. Dorodjatun pun termasuk "orang kuat", dia lebih stabil dan paling sulit diintervensi. Beberapa pengamat dan pakar lebih mengunggulkan Dorodjatun ketimbang Rizal Ramli dan Kwik Kian Gie. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti dinilai paling layak karena senioritas, pemahaman terhadap masalah ekonomi, kemampuan berkoordinasi, dan kemampuan lobi dengan pihak asing. Kelemahannya, dia cenderung tidak fokus dan tidak memiliki latar belakang politik sehingga dikhawatirkan akan menyulitkannya menghadapi DPR. Namun, pemikiran Dorodjatun layak di-simak, terutama idenya tentang kebijakan ekonomi Indonesia. Ia menyebutkan, kebijakan ekonomi itu perlu segera direvisi. Dengan ekonomi yang makin kompleks, variabel untuk melihat kemajuan perekonomian harus ditambah dari semula hanya 20 menjadi 140 variabel. "Dalam struktur perekonomian seperti itu, kebijakan yang terlalu sederhana tidak akan mencapai hasil," katanya dalam sebuah seminar. Laksamana Sukardi Tokoh Laksamana Sukardi bisa dibilang cukup berwarna. Bendahara PDI Perjuangan dua periode ini (1993-1998 dan 1998-2003) sebelumnya dikenal sebagai bankir. Karirnya berawal di Citibank, dari posisi asisten manajer bagian audit hingga wakil presiden bidang operasional. Mundur dari Citibank, lulusan Jurusan Teknik Sipil ITB ini dipercaya sebagai Wakil Managing Director Bank Lippo. Posisi terakhirnya di bank milik James Riady ini adalah sebagai managing director. Dia juga memimpin Lembaga Konsultan ReForm, yang bergerak di bidang perbankan dan masalah keuangan. Pengalaman ini yang membuat Mega me-lirik Laksamana Sukardi untuk jabatan Menteri Keuangan. Laksamana juga disebut-sebut sebagai salah satu pintu masuk susunan kabinet Mega, terutama untuk bidang ekonomi. Namun, ia menepis anggapan tersebut. "Semua orang mempunyai posisi yang sama untuk memberi masukan ke Ibu," katanya. Meski dia mengaku dimintai saran oleh Mega untuk bidang ekonomi. Satu hal yang merisaukan Laksamana adalah banyaknya pejabat Indonesia yang terkait dengan benturan kepentingan. Dia pernah mencoba mematahkannya dengan membuat semacam uji kelayakan dan kepantasan ketika menjabat Menteri Pemberdayaan BUMN. Tapi, caranya itu ditentang banyak orang. Cita-cita mewujudkan good governance pun gagal. Laksamana didepak Presiden Abdurrahman Wahid. Kini, cita-cita membuat pemerintahan yang bersih itu muncul kembali pada Laksamana kalau ia memang dipercaya menjadi Menteri Keuangan. Meski disadarinya itu tak mudah. Bambang Sudibyo Mantan Menteri Keuangan di awal pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid ini kembali dicalonkan Partai Amanat Nasional (PAN). Ketua DPP PAN, A.M. Fatwa, mengatakan bahwa Bambang Sudibyo dijagokan lagi karena penggagas Poros Tengah ini memiliki kemampuan sebagai seorang menteri. Dulu, alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu kelihatan tidak siap dengan tugasnya sebagai Menteri Keuangan. Ketika diangkat, pasar menanggapi negatif. Dalam perjalanan pun, kinerjanya dinilai tidak terlalu cemerlang. Dia juga dikenal sebagai menteri yang pelit berkomentar, terutama tentang kebijakan pemerintah. Belakangan, dia mengakui itu karena takut berhadapan dengan wartawan. Toh, hal ini tak mengurangi kepercayaan Ketua Umum PAN, Amien Rais, kepadanya. Kenapa Amien sangat percaya pada Bambang Sudibyo, yang sebelum menjadi Menteri Keuangan tidak banyak dikenal itu? Entahlah. Yang jelas, banyak kalangan menilai Bambang Sudibyo tak melakukan apa-apa ketika menjadi Menteri Keuangan. Gunawan Sumodiningrat Gunawan Sumodiningrat memang mempunyai benang merah dengan Bappenas. Pria bernama panjang Kanjeng Raden Mas Haryo (K.R.M.H.) Prof. Dr. Gunawan Sumodiningrat M. Ec. ini terakhir menjabat sebagai deputi bidang ekonomi di badan tersebut. Pemikiran Gunawan tentang pembangunan ekonomi di Indonesia bisa dilihat dari berbagai tulisan dan buku-bukunya. Bisa dikatakan, cicit Sri Susuhunan Pakubuwono X dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat ini cukup mendalami persoalan orang miskin. Satu yang pernah dia kemukakan adalah bahwa pemerintah harusnya mempunyai institusi kemiskinan. Itu bisa berupa forum yang dikelola secara profesional untuk memberdayakan masyarakat tak punya. Ditemui TEMPO di istana wapres, Gunawan, yang bermoto "pikir-ucap-tulis-laksanakan-hasilkan-kawal", mengatakan bahwa yang dipikir haruslah yang terbaik. Tapi itu saja tidak cukup. Pikiran baik itu harus dikawal sekuat mungkin hingga hasilnya sama dengan yang dipikirkan. Gunawan mengaku sudah menyiapkan konsep perkembangan ekonomi pasca-Sidang Istimewa MPR. "Kembali ke NKRI, itu dasar dari segalanya," katanya. Caranya, dengan visi menuju masyarakat Indonesia yang adil dan makmur dan misi pemberdayaan. Inilah tantangan utama, yaitu menyamakan visi para menteri. Prioritasnya adalah kebijakan pada penciptaan lapangan kerja, pendapatan, dan pembangunan yang berkesinambungan. Namun, Gunawan tidak bebas dari "masa lalu". Menyebut nama Gunawan Sumodiningrat akan mengingatkan orang pada kasus Jaring Pengaman Sosial (JPS). Sumber TEMPO mengatakan, Gunawan berperan besar dalam proyek pengentasan orang miskin yang berakhir kontroversial itu. Sri Mulyani Indrawati Sri Mulyani menjadi kandidat Ketua Bappenas yang paling diunggulkan, meski—sumber TEMPO menyebutkan—dia kemungkinan tidak menerimanya karena telanjur mau ke luar negeri untuk waktu yang lama. Sebagai pengamat ekonomi, dia tak terlalu optimistis Indonesia bisa keluar dari krisis ekonomi. Ia justru menyatakan, krisis multidimensi ini menyebabkan perekonomian terperosok pada awal krisis kedua. Karena itu, dia mendesak pemerintah agar segera menyelesaikan program ekonomi sesuai dengan LoI. Sri Mulyani juga menyoroti rekapitalisasi BI. "Bank Sentral adalah bagian penting dari jantung perekonomian," katanya. Di awal pergantian presiden dari Habibie ke Abdurrahman Wahid, Sri Mulyani sudah mengingatkan bahwa ekonomi Indonesia dalam kondisi kronis. Perlu diambil tindakan emergency agar tak makin buruk. Dia menyarankan pemulihan sisi supply, serta melakukan refocusing pengeluaran pemerintah, investasi, dan konsumsi rumah tangga negara. Untuk itu, kita perlu menjaga kinerja ekspor, memperluas basis ekspor yang kuat. Namun, yang paling penting menurut Mulyani adalah program stabilisasi dan reformasi yang tuntas. Leanika Tanjung, Gita W. Laksmini, Hendriko L. Wiremmer, Andari Karina Anom

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus