Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kalah tapi Tak Menyerah

Indikasi kecurangan pelaksanaan pemilihan presiden dikumpulkan tim Megawati dan Jusuf Kalla. Tidak mengubah hasil.

13 Juli 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SATU per satu, kabel komputer layar datar itu dicabut dari saklarnya dan dimasukkan ke dalam kotak. Kamis siang pekan lalu, enam pemuda bergerak cepat di kantor tim kampanye nasional pasangan Megawati dan Prabowo, Jalan Cik Ditiro 43, Menteng, Jakarta Pusat.

Sebagian dari mereka membungkus komputer di ruang tengah. Yang lain bergerak ke ruang pers yang terletak ”di balik” spanduk bergambar Mega-Prabowo. Sekitar 40 komputer diangkut ke mobil boks yang diparkir di halaman.

Beberapa saat sebelumnya, Theo Sjafei, ketua tim kampanye nasional Mega-Prabowo, meninggalkan kantor seusai rapat. Sambil berjalan gontai ia sempat berbicara kecil dengan Agnita Singedekane Irsal, anggota tim kampanye. Keduanya lalu bercium pipi sebelum berangkat dengan mobil masing-masing. Tak lama, Fadli Zon, sekretaris umum tim kampanye nasional, keluar sambil menenteng segepok map, lalu cabut dengan Alphard hitam.

Sekretaris tim kampanye, Hasto Kristianto, mondar-mandir di ruang tengah. Kepada Tempo ia mengatakan aksi beres-beres ini tak menunjukkan kubunya telah angkat bendera putih. ”Komputer itu,” kata Hasto, ”diguna­kan untuk menyisir nama ganda pada daftar pemilih tetap.”

Tim kampanye nasional hari itu baru saja menggelar rapat konsolidasi menyikapi temuan indikasi pelanggaran selama pemilihan umum. Rapat memutuskan membentuk tim untuk mengumpulkan indikasi kecurangan. Kelompok ini dikoordinasi Budiman Sudjatmiko, juru kampanye Mega-Pro. Data itu akan dipilah untuk dicarikan bukti pendukung.

Ada pula tim verifikasi yang menge­cek data ke lapangan. Gugus tugas ini dipimpin Bambang Wuryanto, Sekretaris Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Indikasi kecurangan yang terbukti lantas akan ditangani kelompok advokasi yang diketuai Gayus­ Lumbuun. Ada juga kelompok yang menyisir nama-nama ganda dari daftar pemilih tetap. Kelompok yang dikoordinasi Arif Wibowo ini juga bertugas memantau proses tabulasi nasional oleh Komisi Pemilihan Umum.

Jumat pekan lalu, tim itu menggelar jumpa pers pertama di kantor tim kampanye nasional. Menurut Fadli Zon, nama ganda pada daftar pemilih tetap yang ditemukan tim berjumlah 7,65 juta suara bertambah 1,7 juta dari angka sebelumnya. Jumlah ini tersebar di 69 kabupaten dan kota di enam provinsi. Keenamnya adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, Yogyakarta, dan Bali.

Pelanggaran yang telah ditemukan, menurut Arif Wibowo, berjumlah 31 kasus pada hari pencontrengan dan 80 kasus sehari setelahnya. Saat ini mereka masih menunggu kelengkapan bukti pendukung dari daerah. Menurut Fadli Zon, dalam daftar pemilih tetap banyak terdapat nama dan nomor induk kependudukan yang sama—baik di tempat pemilihan yang sama maupun berbeda.

Hasto Kristianto menduga nama-nama ganda ini membuat nama pemilih yang sebenarnya tertimpa. ”Sehingga banyak pemilih tidak masuk daftar pemilih,” katanya.

Fadli Zon juga menuding ada 69 ribu tempat pemungutan suara yang dihapus Komisi Pemilihan Umum. Data tentang penghapusan tempat pemungutan itu kini raib. ”Kami belum tahu di mana saja tempat pemungutan yang dihapus.” Fadli menghitung, jika di tiap tempat pemungutan suara yang dihapus itu terdaftar 300 pemilih, total pemilih yang terimbas sekitar 20,7 juta. ”Ini persoalan yang substansial,” katanya.

Anggota KPU Andi Nurpati membenarkan ada TPS yang tak lagi dipakai dalam pemilu presiden, namun tak hafal jumlah pastinya. Pemilihnya dialihkan ke TPS lain yang berdekatan. Menurut dia, itu untuk menyesuaikan dengan Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, yang membolehkan satu TPS digunakan untuk 800 pemi­lih. Sebelumnya, pada pemilu legislatif, satu TPS hanya boleh melayani maksimal 500 pemilih. ”Penggabungan ini sudah kami jelaskan kepada mereka, juga ke media. Kami juga memberikan surat resmi,” kata Andi.

Tim juga menemukan formulir C1, kertas untuk mencatat hasil perolehan suara, sudah dibagikan kepada saksi dari kandidat tertentu sebelum penghitungan suara rampung.

Arif juga menunjukkan fotokopi formulir C1 dengan nama pasangan calon presiden nomor dua sudah terketik rapi. Namun kolom nama dua kandidat lain masih kosong untuk ditulis tangan oleh saksi. ”Ini menunjukkan keberpihakan panitia,” kata Budiman.

Peristiwa ini, kata Budiman, terjadi di sekitar 80 persen tempat pemungutan suara di Kota Tangerang, Banten. Di antaranya TPS 9 di Desa Sukarasa dan TPS 7 di Desa Margasari. Katanya lagi, protes timnya bukan untuk mendongkrak perolehan suara Megawati-Prabowo, melainkan ”untuk mempertanyakan keabsahan pemilihan ini”.

Ternyata, formulir itu dibuat oleh Partai Demokrat. Sekretaris Jenderal Demokrat Marzuki Ali mengakuinya. ”Untuk kebutuhan internal kalau-kalau saksi kami tidak dapat formulir dari panitia,” kata Marzuki. Marzuki bercerita, saat pemilu legislatif lalu banyak saksi partai itu tak kebagian formulir C1 di TPS-TPS Kota Tangerang. Akibatnya mereka tidak punya bukti penghitungan suara di sana. Nah, agar itu tak terulang, kali ini mereka siapkan formulir cadangan. ”Kami kan mau sama-sama mengawasi pemilu. Harusnya malah berterima kasih, dong,” kata Marzuki.

Di kubu Jusuf Kalla, kecurangan juga ditelisik. Rabu pekan lalu, misalnya, 30 indikasi kecurangan dilaporkan Tim Garuda kepada Kalla. Garuda adalah tim yang berisi pensiunan tentara yang bertugas memantau pelaksanaan pencontrengan. Kelompok ini dipimpin Marsekal Madya Purnawirawan M. Basri Sidehabi.

Dalam pertemuan yang berlangsung di Jalan Mangunsarkoro 1, Jakarta, itu Kalla meminta tim mencari bukti yang kuat. ”Pak JK tidak ingin terburu-buru,” kata Poempida Hidayatullah, koordinator juru bicara tim kampanye nasional JK-Wiranto.

Menurut salah satu anggota Tim Garuda, indikasi kecurangan yang mereka temukan misalnya berupa kertas suara yang telah tercoblos di Timika, formulir C1 ganda di Kediri, dan formulir C1 yang sudah ditandatangani di Tangerang. Namun sumber Tempo di Tim Garuda itu mengaku kasus-kasus yang mereka angkat sulit mempengaruhi perolehan suara.

Menurut ketua tim kampanye nasional JK-Wiranto, Fahmi Idris, di Tangerang kecurangan terjadi berupa formulir C1 yang sudah terisi angka. ”Model seperti ini banyak,” katanya. Menurut Yuddy Chrisnandi, juru bicara tim kampanye nasional JK-Wiranto, mereka akan terus mengumpulkan data hingga Komisi Pemilihan Umum menetapkan hasil penghitungan suara pada 24 Juli. Setelah itu, mereka memiliki waktu tiga hari untuk mengajukan keberatan kepada Badan Pengawas Pemilu.

Anggota Badan Pengawas Pemilu, Wirdyaningsih, mengatakan kecurang­an telah terjadi setidaknya di 15 provinsi dan laporan terus masuk dari provinsi lain. ”Akan ditelaah untuk dilaporkan ke polisi,” katanya.

Budi Riza, Akbar Tri Kurniawan, Agung Sedayu, Titis Setyaningtyas

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus