Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENDOPO rumah Susilo Bambang Yudhoyono banjir sorot lampu kamera. Jumat pekan lalu, dua hari setelah pemungutan suara, rumah di Puri Cikeas Indah, Bogor, ini tetap menyandera perhatian banyak orang. Ucapan selamat atas kemenangan Yudhoyono dalam pemilihan presiden mengalir bak air bah. Komisi Pemilihan Umum memang masih menghitung suara riil. Tapi hitung cepat sejumlah lembaga survei menyatakan Yudhoyono-Boediono menang satu putaran.
Ucapan selamat itu salah satunya datang dari Presiden Palestina Mahmud Abbas. Yudhoyono menerima ucapan setiba dari Bandung menyaksikan serah-terima 40 panser buatan PT Pindad kepada pemerintah. "Thank you for calling me. Thanks for congratulating me," kata Yudhoyono. Telepon Abbas adalah ucapan selamat ketujuh yang diterima Yudhoyono dari pemimpin negara sahabat.
Sebelumnya, Yudhoyono mendapat ucapan dari Perdana Menteri Malaysia Najib Tun Abdul Razak, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, dan Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak. Selain itu, Perdana Menteri Australia Kevin Rudd, Presiden Timor Leste Ramos Horta, dan Presiden Filipina Gloria Macapagal-Arroyo. Hingga akhir pekan lalu, protokol Istana sedang melobi Gedung Putih agar Presiden Amerika Serikat Barack Obama menelepon Yudhoyono untuk mengucapkan selamat. "Jadwal Obama sangat padat,” kata juru bicara Dino Patti Djalal.
Riuh rendah kegembiraan ini merupakan kelanjutan dari pesta ”yangsudah bisa diprediksi kedatangannya”. Di tempat pemungutan suara tak jauh dari rumah Yudhoyono, satu jam setelah prosesi pencontrengan usai, sejumlah petinggi Partai Demokrat dan partai koalisi lainnya tak henti berteriak. ”Lanjutkan! SBY-Boediono Lanjutkan!” Mereka berpelukan dan berfoto bersama dengan wajah sumringah.
Hasil hitung cepat hingga pukul dua siang itu menunjukkan perolehanYudhoyono-Boediono lebih dari 50 persen, jauh meninggalkan dua pesaingnya, Megawati-Prabowo dan Kalla-Wiranto. "Sukseskan satu putaran," kata Ketua Partai Demokrat Max Sopacua. Beberapa orang membawa balon panjang bertulisan ”SBY-Boediono Lanjutkan.”
Tak seperti biasanya, Yudhoyono tak sanggup ”menahan diri”. Satu setengah jam setelah TPS tutup, ia langsung mengucapkan pidato ”kemenangan”. Tak lama kemudian ia masuk rumah diikuti beberapa petinggi Demokrat. Di pendopo ada ketua tim sukses SBY-Boediono, Hatta Rajasa, wakil ketua tim sukses yang juga mantan panglima TNI Djoko Suyanto dan Ketua Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan. Ada juga petinggi partai koalisi, di antaranya Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan, Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Lukman Hakim Saifuddin, Ketua Umum Partai Nasional Banteng Kerakyatan Indonesia Erros Djarot, dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar.
Mereka duduk di kursi yang tersebar seantero halaman yang dipayungi tenda besar. Aneka hidangan tersedia: bebek bengil khas Ubud, Bali, soto kudus, dan aneka minuman sari buah dingin. Ada juga yang mencomot kue tar hat peringatan ulang tahun Ani Yudhoyono, yang jatuh pada 6 Juli, dua hari sebelum pencontrengan. Ani lahir di Yogyakarta 57 tahun silam.
Yudhoyono-Boediono ”menang” telak. Hitung cepat yang diadakan sejumlah lembaga survei menunjukkan pasangan ini mendapat 60 persen suara. Sedangkan Megawati 27 persen dan Jusuf Kalla hampir 13 persen. Perhitungan sementara yang dibuat Komisi Pemilihan Umum idem ditto. Jumlah pemilih terdaftar sekitar 176 juta.
PESTA demokrasi itu memakan biaya besar. Total ongkos penyelenggaraan pemilihan presiden sekitar Rp 4 triliun. Fulus yang dikeluarkan tim sukses lain lagi. Dari data dana kampanye yang dilaporkan ke Komisi Pemilihan Umum dua hari sebelum pencontrengan diketahui, Megawati mengumpulkan sumbangan terbesar: Rp 257,6 miliar. Posisi kedua Yudhoyono Rp 200 miliar, dan Kalla Rp 83,3 miliar.
Ini dana legal yang masuk, dan laporan penggunaannya baru masuk Komisi Pemilihan pekan ini. Berkaca pada pemilihan legislatif dan pemilihan presiden, laporan jumlah penggunaan cenderung dipas-paskan dengan jumlah penerimaan. ”Saya yakin, jumlah yang diterima besar. Tapi yang dilaporkan kecil,” kata Abdullah Dahlan dari Indonesia Corruption Watch.
Abdullah merujuk catatan Komisi Penyiaran Indonesia. Selama kampanye 2 Juni hingga 4 Juli lalu, jumlah iklan Yudhoyono-Boediono 1.700 spot, Kalla-Wiranto 1.000, dan Megawati-Prabowo 189. Harga spot iklan beragam. Ada yang Rp 8 juta, ada yang Rp 10 juta ada juga Rp 15 juta. Jika saja ambil rata per spot Rp 10 juta, Yudhoyono-Boediono setidaknya keluar Rp 17 miliar.
Sumber Tempo menyebutkan, ongkos untuk kampanye penutupan di Gelanggang Olahraga Bung Karno pada Ahad dua pekan lalu Rp 10 miliar. Kampanye Demokrat di Solo yang dihadiri Yudhoyono perlu Rp 3 miliar. Rata-rata, untuk kampanye tertutup, kata sumber itu, diperlukan Rp 1 miliar.
Belum lagi ongkos untuk membuat kaus, spanduk, selebaran, iklan koran, Internet, radio, dan pernik-pernik. ”Pasti itu uang sangat besar. Laporan ke KPU tidak masuk akal,” kata Abdullah. Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Marzuki Alie menyatakan belum punya angka total dana pemilihan presiden. ”Kami masih mengkalkulasi,” katanya.
Ketua tim pemenangan Kalla-Wiranto, Fahmi Idris, mengatakan bahwa para calon presiden mendapat sumbangan besar dari pengusaha. Mereka menyebarkan sumbangannya kepada semua pasangan tapi beda porsi. Yang paling besar untuk calon presiden yang kans menangnya paling besar. Fahmi mengaku tahu A hingga Z nama pengusaha dan besaran sumbangannya kepada masing-masing pasangan. ”Tidak etis kalau saya sebut,” katanya.
Yang pasti, kata Fahmi, pengusaha menyumbang bukan sekadar soal uang, tapi bergantung juga pada kepentingan dan masalah yang sedang dihadapi penyumbang. Pengusaha yang tidak kaya, kata dia, bisa jadi sumbangannya lebih besar karena dia sedang punya masalah besar. ”Dia berharap, jika yang ia dukung menang, akan membantu menyelesaikan masalah tadi.”
Sumber Tempo yang lain menyebutkan, setidaknya 50 pengusaha kakap bertamu ke Cikeas menghadap Yudhoyono. Mereka berangkat naik bus bersama dari sebuah hotel berbintang di Jakarta. Para pengusaha dikoordinasi oleh orang-orang sekitar Istana. Di Cikeas, para pengusaha ini berkomitmen mendukung Yudhoyono menang pemilihan legislatif maupun presiden. Sumbangan seorang pengusaha, kata sumber itu, minimal Rp 10 miliar. Pengusaha sepatu olahraga, kabarnya, mendonasikan Rp 500 miliar. Zulkarnain Mallarangeng, orang dekat sekaligus konsultan kampanye Yudhoyono, membantah. ”Itu bohong besar. Itu fitnah. Kenapa enggak bilang Obama menyumbang Rp 1 triliun biar makin seksi dan jahat kedengarannya,” kata dia.
Menurut Choel, panggilan Zulkarnain, dana kampanye Rp 200 miliar yang dilaporkan tim kampanye Yudhoyono ke Komisi Pemilihan sudah minta ampun besarnya. ”Mencari uang sebesar itu di zaman krisis sekarang ini berat sekali,” kata Choel.
Menurut sumber Tempo, salah satu perusahaan yang dilaporkan Partai Demokrat ke Komisi Pemilihan sebagai penyumbang adalah PT Great River, Bogor, milik Sunjoto Tanudjaja. ”Saya ingat karena jumlahnya cukup besar,” kata sumber itu. Dalam laporan kedua ke Komisi, Great River menyumbang lagi Rp 3 miliar. Sebelumnya, dalam laporan pertama, perusahaan ini menyumbang Rp 1,2 miliar.
Great River mulai guncang pada awal 2005, menyusul kegagalan perusahaan itu membayar bunga obligasi kepada Bank Mandiri. Sejak itu perusahaan terus terseok. Sunjoto bahkan masih dalam status cekal. Ribuan pegawainya yang terkena PHK tiga tahun lalu hingga kini banyak yang belum mendapat pesangon. Pada awal April lalu, lebih dari seribu karyawan Great River berdemo di Kantor Bupati Bogor menuntut pemerintah memaksa Sunjoto membayar uang pemutusan hubungan kerja yang menjadi hak mereka.
Sunjoto tak bisa dikonfirmasi. Kabarnya, sejak dicekal, ia bermukim di Singapura. Ketua Bidang Politik Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengaku tak tahu-menahu. ”Saya tidak ngurusi soal dana,” katanya dalam pesan pendek. Sekretatis Jenderal Partai Demokrat Marzuki Alie idem ditto. ”Enggak-enggak tahu saya. ”Saya enggak ngecek satu-satu,” katanya.
Sunudyantoro, Akbar Tri K., Amandra Mustika M., Agung Sedayu, Iqbal Muhtarom, Ninin P. Damayanti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo