Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kalau Punya Agenda Sendiri, Saya Copot

26 Oktober 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPANJANG satu tahun pertama pemerintahannya, Presiden Joko Widodo menghadapi sejumlah persoalan berat. Sebagian disebabkan oleh keputusan politiknya, sebagian lain diakibatkan gonjang-ganjing ekonomi dunia. Hal itu membuat kepuasan publik terhadap pemerintahannya, menurut hasil sigi sejumlah lembaga survei, mulai terkikis.

Jokowi pun menyatakan belum puas dengan pencapaiannya selama setahun, yang disebutnya sebagai periode konsolidasi. "Pencapaian pemerintah masih di bawah cukup," kata Presiden dalam wawancara khusus dengan Tempo di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Selasa pekan lalu. Hari itu tepat setahun sejak ia bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla dilantik Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan kemudian diarak menuju Istana.

Bersama keluarganya, Jokowi kini lebih banyak tinggal di Istana Bogor, Jawa Barat. Kepada Budi Setyarso, Agustina Widiarsi, dan Ananda Teresia, ia menyatakan yakin situasi akan segera membaik tahun depan, setelah masa konsolidasi usai. Dalam wawancara sekitar satu jam, ia ditemani Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki dan anggota tim komunikasi Ari Dwipayana. Sesekali Teten memberi masukan kepada Presiden atau memotong pertanyaan yang menurut dia tidak perlu dijawab.

Apakah setahun pemerintahan Jokowi-JK ini sesuai dengan apa yang Anda bayangkan dulu?

Biasa saja. Tapi sejak dulu di wali kota dan gubernur, memang tahun awal yang tersulit tapi sekaligus menjadi yang terpenting untuk menuju tahun-tahun berikutnya.

Apa yang paling berat?

Perlambatan ekonomi global. Krisis di Yunani, lalu Federal Reserve yang menaikkan suku bunga, kemudian ada depresiasi yuan di Cina. Pengaruh dari sana memperlambat pertumbuhan ekonomi kita.

Keputusan terberat apa yang Anda ambil sejauh ini?

Pengurangan subsidi bahan bakar minyak. Ini berat karena memutus kenyamanan yang sudah dinikmati rakyat terlalu lama. Tadinya tiap hari subsidi dibakar dan dikonsumsi, kini diubah menjadi hal yang produktif.

Mengapa Anda anggap ini yang terberat?

Ini keputusan yang tidak populer, kan? Pasti banyak yang tidak senang. Ketidakpuasan yang terjadi sekarang menurut saya ada dua. Pertama, pengalihan subsidi BBM dan, kedua, perlambatan ekonomi. Itu sudah kami hitung. Mumpung di awal, ya, risiko itu kami ambil.

Kenapa begitu?

Kalau tidak, tak ada ruang fiskal untuk membangun jalan, tol, jalur kereta api, pelabuhan. Enggak ada anggaran kita. APBN kita sudah kelihatan, kok.

Anda sudah menghitung dampaknya?

Sudahlah. Tapi memang yang tidak kita hitung adalah masalah kurs, perlambatan ekonomi global.

Dalam hal minyak, Anda tadi mengatakan mengubah dari konsumsi ke produksi. Apa rencananya?

Dari konsumsi ke produksi, dari konsumsi ke investasi, dari konsumsi ke industri. Membalikkan seperti itu butuh keberanian. Transformasi fundamental ekonomi, ya, seperti ini.

Paradigma ini sampai ke aparat di level bawah?

Ya, harus sampai, harus mengerti. Ada yang sudah mengerti, ada yang belum. Ini akan terus kami sampaikan.

Perkiraan Anda, butuh berapa lama transformasi ini?

Tiga atau empat tahun akan kelihatan.

Kesulitan mengubah paradigma ini?

Yang sudah nyaman menikmati akan terganggu. Misalnya impor pangan. Banyak yang sudah nyaman karena impor. Mereka bisa memperoleh triliunan rupiah. Sekarang pangan mau kita kerjakan sendiri, kan mereka terganggu. Baik yang di swasta maupun pemerintah.

Kita dihadapkan pada melakukan business as usual atau berani melakukan terobosan, mentransformasi fundamental ekonomi kita. Saya pilih yang kedua.

Dalam bidang ekonomi, pencapaiannya masih sesuai dengan prediksi Anda?

Ya. Pada triwulan ketiga atau keempat, pertumbuhan ekonomi akan merangkak naik.

Kenyataannya, bahkan ada anggota kabinet Anda yang ragu terhadap program pemerintah, seperti proyek listrik 35 ribu megawatt?

Itu bukan target, melainkan perhitungan kebutuhan. Memang harus dibangun. Tugas menteri menyelesaikan masalah, mencarikan solusi untuk mencapai target. Tugas menteri bukan malah menurunkan target....

Menurut Anda, proyek listrik 35 ribu megawatt itu bisa tercapai?

Kita lihat akhir tahun. Kalau target saya 10-11 ribu terealisasi pada akhir tahun, berarti bisa. Kalau ndak, ya, kita harus lihat lagi. Kita harus punya plan B, plan C.

Pemerintah Anda juga ambisius berencana mencetak sawah jutaan hektare. Apakah itu realistis?

Realistislah, orang itu sawah banyak sekali. Gede banget. Di Aceh, misalnya, sawahnya tersedia, waduknya ada, tapi irigasinyaenggakada. Itu tugas kita yang harus diselesaikan. Kemudian sawahnya ada, waduknya ada, tapi irigasinya rusak 52 persen. Saya beri target dua tahun untuk memperbaiki.

Ada lahan besar di NTT tapi kering semua. Kalau tidak disediakan waduk, tidak disediakan air, gimana mereka maunanem? Nanti di sana ada 7 waduk, dari 49 waduk yang kami rencanakan untuk dibuat dalam 25 tahun. Di Merauke, lahannya datar, airnya ada, tapi irigasinya tidak disiapkan. Infrastruktur jalan tidak sampai ke sana. Siapa orang yang maunanemke situ?

Maksudnya seperti food estate yang dibangun pemerintah sebelumnya?

Iya, food estate, tapi ini melibatkan masyarakat. Karena itu lahan masyarakat. Di sana kan sudah ada contoh sewa lahan masyarakat dengan pembagian 70-30. Masyarakat juga bisa bekerja. Sekarang sudah berjalan, tapi masih dalam luas yang kecil-kecil. Padahal ada peluang 4,2 juta.

Tanah-tanah itu kan ada pemiliknya?

Ya, memang ada pemiliknya, tapi tidak ada irigasinya. Ini hal besar. Kalau kita hanya bayangin dari Istana ini, ya, tidak bisa. Kita harus datang ke satu tempat, kita cek masalah besarnya apa, problem lapangannya apa. Ngapainkita datang ke satu daerah kalau tidak bisa menyelesaikan masalah-masalahnya.

Blusukan yang Anda lakukan itu fungsinya untuk menyelesaikan masalah, mencari masalah, atau apa?

Semuanya. Bisa merencanakan, memutuskan di lapangan, memecahkan masalah, bahan untuk membangun sebuah kebijakan. Ini juga untuk crosscheck semua kebijakan: sampai enggak ke bawah?

Anda sepertinya membiarkan "perbedaan" antarmenteri yang terbuka?

Tidak dibiarkan, masak dibiarkan?

Jadi?

Pertama, menteri itu harus menjalankan visi Presiden. Kedua, tiap menteri kan punya karakter. Ada yang tidak banyak omong, suka keroncong, suka ngerap. Yang tiap hari ngerap juga ada. Ada yang senang metal, ya ndak apa-apa, itu kan karakter. Tapi, kalau tidak menjalankan visi Presiden, ada agenda sendiri, itu yang jadi masalah. Kalau seperti itu langsung saya copot. (Suaranya dikeraskan.)

Yang terjadi sekarang?

Masih terkendalilah.

Perbedaan antarmenteri itu bisa menurunkan kredibilitas Anda?

Karakter tiap menteri berbeda. Nah, apakah itu memberikan suasana orkes-trasi yang harmonis tidak? Kalau dirigennya mengatakan "do", "do" semua ndak? Orkestrasinya harus menjadikan tim yang harmonis.

Di bagian mana dari pemerintahan yang Anda merasa puas?

Semuanya masih dalam proses. Ibarat membuat rumah, baru gali fondasi. Batunya dipasang saja belum rampung, sudah ditanya gentingnya mana.

Fondasi yang dibangun sudah memuaskan?

Membangun fondasi kan juga belum rampung. Tahun pertama kita bangun fondasi dulu. Seluruh fondasi harus dibuat sama kuat, namanya membuat fondasi.

Mesin birokrasi sudah sepenuhnya berjalan?

Sudah jalan, tapi kan ada yang jalannya lumayan, lambat, cepat. Kita kan inginnya cepat semua.

Berapa nilainya?

Masih di bawah cukup.

Anda suka menegur para menteri?

Kalau sudah mengganggu, pasti saya tegur. Langsung maupun lewat telepon.

Sering?

Ya, negur kalau sering-sering menjadi tidak bagus nanti.

Dalam menyusun tim, pertimbangan Anda apa saja?

Banyak, campur-campur. Ekonomi, politik, feeling, masukan-masukan. Saya kan senangnya mendengar, baru memutuskan. Jadi, kalau ada usulan 10 nama, yang nomor satu jangan ge-er dulu. Mungkin saja di 10 itu tidak ada.

Dalam mengambil keputusan, apa yang Anda pakai sebagai pertimbangan: survei, feeling, atau apa?

Campuran, ada data, feeling, lapangan, juga ada yang memberi masukan.

Termasuk suara partai politik pendukung Anda?

Semuanya dihitung.

Anda memiliki tim di belakang layar untuk memberi pertimbangan dalam pengambilan keputusan?

Ya, ada front office, back office, terselubung office, mobile office. Masak, harus diceritakan, he-he-he....

Soal kereta cepat Jakarta-Bandung, mengapa sikap Anda berubah-ubah?

Siapa bilang berubah-ubah? Siapa yang bilang batal? Mau bangun kereta cepat, silakan dihitung. Butuhnya duit Rp 70-80 triliun, gede banget. Tidak mungkin pakai APBN. Terus saya putuskan, silakan. Tapi pertama jangan pakai APBN. Kedua, jangan pakai garansi pemerintah. Ketiga, silakan laksanakan business to business atau BUMN to BUMN, swasta to swasta. Kalau hitung-hitungannya memang masuk secara ekonomi, dan hitung-hitungan itu dari konsultan independen, ya sudah.

Kalau perhitungan bisnisnya kelak tidak sesuai, kan nanti bisa mengganggu keuangan BUMN?

Oleh sebab itu dihitung. Tapi itu kan join, masak yang dari sana juga ingin rugi? Yang benar aja? Beda kalau 100 persen yang mengerjakan BUMN kita saja. Logikanya gimana, sih?

Bukankah jumlah penumpangnya sekarang jauh dari proyeksi?

Kan tidak hanya mengerjakan kereta api cepat. Mereka juga sudah berhitung untuk membangun properti di kanan-kiri jalur kereta cepat itu. Nanti ada titik-titik pertumbuhan baru, hitung-hitungan itu yang belum masuk kalkulasi.

Skema yang Anda syaratkan itu hanya bisa dipenuhi pemerintah Cina?

Ya, mereka juga tidak minta guarantee. Padahal, di semua negara, untuk proyek sebesar ini, pasti minta guarantee.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus