Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dirjen Pendidikan Vokasi Wikan Sakarinto: Kami Ingin Pendidikan Vokasi ‘Menikah’ dengan Industri

Makin banyak generasi muda yang tertarik untuk masuk ke pendidikan vokasi, baik di jenjang sekolah menengah maupun pendidikan tinggi. Namun implementasi total link and match antara sekolah dan industri masih menjumpai kendala.

3 Mei 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Wikan Sakarinto. vokasi.kemdikbud.go.id

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Minat anak muda untuk masuk SMK dan pendidikan tinggi vokasi terus meningkat.

  • Tantangannya adalah bagaimana mengubah pola pikir civitas academica agar pendidikan vokasi terkoneksi secara total dengan dunia usaha dan industri.

  • Belum semua SMK dan pendidikan tinggi vokasi memahami secara komprehensif link and match sekolah dan industri.

Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Wikan Sakarinto, mengungkapkan bahwa minat untuk masuk sekolah menengah kejuruan dan pendidikan tinggi vokasi naik signifikan. Sektor industri juga lebih terbuka dalam menerima lulusan sekolah terapan itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hasil survei Kementerian bekerja sama dengan lembaga MarkPlus menyebutkan 82,05 persen responden memiliki ketertarikan bersekolah di SMK atau menyekolahkan anaknya di SMK. Selain itu, 78,6 persen responden mengaku tertarik menempuh pendidikan tinggi vokasi atau mengirimkan anaknya masuk pendidikan tinggi vokasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Wikan, tantangan paling signifikan dalam memajukan pendidikan vokasi adalah mengubah pola pikir civitas academica vokasi agar terkoneksi secara total dengan sektor industri. Kepada Tempo, Wikan menjelaskan arah pendidikan vokasi ke depan. Berikut ini hasil wawancara yang berlangsung melalui daring, kemarin.

 

Apa yang membuat sekolah vokasi makin diminati?

Alasan kesatu karena jenjang pendidikan vokasi sekarang setara dengan sarjana terapan atau D-4. Itu yang membuat minat naik. Kedua, anak-anak sekarang sudah mulai memahami apa itu passion. Ekstremnya, mereka sudah tahu, kadang-kadang tidak perlu kuliah, bisa main game atau bikin vlog, bisa kaya raya. Ketiga, dunia kerja sekarang lebih jelas menginginkan kompetensi daripada sekadar ijazah. 'Selama Anda kompeten, kami akan rekrut Anda.' Ekstremnya, tidak perlu gelar, asalkan punya kompetensi gabungan antara soft skill dan hard skill. Kemudian juga banyak pilihan jurusan yang kekinian.

 

Jurusan kekinian seperti apa?

Kami terus mengikuti perkembangan zaman. Ada jurusan animasi, perfilman, desain komunikasi visual, pemrograman, game, fashion, spa dan kecantikan, serta kuliner. Ada juga care service yang lulusannya akan kami kirim ke Jepang sebagai calon pekerja migran untuk merawat warga lansia. Sektor industri juga semakin menampakkan kegairahannya untuk berkoneksi atau melakukan link and match. Ini juga membuat persepsi masyarakat lebih positif terhadap pendidikan vokasi. 

 

Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Wikan Sakarinto mengunjungi Sekolah Menengah Kejuruan Warga, Jawa Tengah, 31 Januari 2021. vokasi.kemdikbud.go.id

Apakah tren meningkatnya masyarakat memilih pendidikan vokasi ini juga terjadi secara global?

Kalau di luar negeri, iya. Saya sekolah di Belanda dan Jepang. Minat memilih sekolah vokasi tinggi karena siap kerja dan gaji pekerjaannya tidak kalah dari yang bergelar. Mereka sampai siapkan beasiswa khusus bagi anak-anak yang ingin berkuliah di akademis seperti S-1 dan strata lanjutannya. Makin banyak anak yang memilih menjadi barista, ahli otomotif, atau ahli bangunan.

 

Apa yang menjadi fokus pemerintah untuk pengembangan pendidikan vokasi?

Kami ingin sekolah menengah kejuruan dan kampus vokasi bisa memahami dan mengimplementasikan link and match. Ini benar-benar ‘menikah’ dengan industri, kan. Belum semua SMK dan perguruan tinggi vokasi memahami dengan komprehensif. Kadang masih berpikir seperti di masa lalu bahwa pendidikan vokasi itu yang penting bangun gedung dan beli alat lab lengkap. Yang sering dilupakan itu manusianya.

 

Apa yang Anda maksud dengan melupakan manusianya ini?

Cara berpikirnya tak dibenahi dulu. Ibaratnya, tanahnya tidak akan subur kalau cara pikirnya langsung investasi miliaran untuk beli alat dan bangun gedung. Kurikulum harus dibikin bersama industri, pembangunan soft skill, ada project based learning. Magang minimal satu semester dirancang bersama industri. Ada sertifikasi kompetensi bagi siswa, guru, dan dosen. Lalu adakan pelatihan rutin kompetensi guru dan dosen oleh industri. Lakukan riset terapan mulai dari hilirisasi. Riset jangan hanya kejar publikasi dan naik pangkat, tapi tidak jadi produk. Itu bukan riset vokasi.

 

Bagaimana dukungan sektor industri terhadap pendidikan vokasi?

Sebenarnya sudah ada puluhan industri yang membina langsung puluhan SMK. Mereka sudah lebih terbuka. Kalau mereka sumbang peralatan, biasanya lulusannya langsung kerja di situ. Mereka mendukung pelatihan guru dan pengembangan kurikulum dan penyediaan tempat magang. Kurikulum dibikin bersama, dimasak bersama, dicicipi bersama, distempel bersama. Setelahnya ambil itu 'makanan'. Istilahnya begitu.

 

Dalam konsep pendidikan ‘menikah’ dengan industri, apakah pemerintah mewajibkan industri menyerap lulusan vokasi?

Kewajiban tidak ada, tapi mereka memiliki komitmen untuk menyerap lulusan vokasi. Apalagi kalau sudah magang di sana, kalau ada lowongan, silakan diserap. Tak mungkin mewajibkan kalau tak ada formasi penerimaannya. Kalau pintar pun, jika tes psikologi dan kesehatannya tak cocok, tetap tak bisa. Dalam praktiknya, sudah banyak yang menyerap lulusan vokasi. Perusahaan sekarang kalau menerima magang sudah menyeleksinya kayak tes masuk menjadi pegawai. Kesehatan dites dan psikologis dites.

 

Menurut Anda, bagaimana kualitas yang dimiliki lulusan sekolah vokasi?

Berbeda-beda. Daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T) perlu dikembangkan, ya. Kalau bicara Jakarta, Batam, Bali, dan Surabaya cenderung berlimpah urusan link and match. Daerah 3T kami koneksikan dengan daerah lain. Kami juga jadi mak comblang dengan mengumpulkan BUMN (badan usaha milik negara). Kami ajak ke sana. Infrastruktur juga dibangun secara bergiliran.

 

Adakah pendidikan vokasi yang sudah menghasilkan produk yang advance?

Ada yang sudah memproduksi Estima. Itu merek produk elektronik yang diproduksi PT Surya Tekno Mandiri yang berbasis di Solo dengan produk unggulan LCD Panel Interaktif dan laptop. Proses perakitan sepenuhnya dilakukan siswa SMK dengan skema konsorsium perusahaan dan sejumlah SMK. Ada 15 SMK di Jawa.

 

Bagaimana mengatasi kendala pendidikan vokasi di daerah tertinggal? Apakah industri harus mengirim orang ke daerah itu?

Nusa Tenggara Timur bisa menjadi contoh. Kalau mau magang, siswa harus ke Bali. Jauh. Di sana sudah banyak BUMN dan perusahaan, namun industri belum total 'menikah' dengan SMK dan perguruan tinggi vokasi. Kerja sama juga bisa berbasis UMKM atau perusahaan lokal, tak hanya dengan BUMN atau perusahaan besar, sehingga arahnya menjadi entrepreneur. Lalu, kalau SMK ada teaching factory-nya, bisa magang di sana juga.

 

Kurikulum yang ada sudah berbasis industri atau belum?

Kami sedang kembangkan kurikulum SMK yang baru, belum dirilis. Dengan kurikulum lama pun, beberapa SMK sudah isi kontennya dengan link and match industri, namun dirasa kurang fleksibel. Konsep kurikulum baru mengubah mata pelajaran teori menjadi vokasional. Ada pelajaran baru, yakni project based learning. Magang minimal satu semester. Ada pelajaran pilihan, seperti multimedia dan bahasa asing. Ada pula kurikuler wajib yang kontennya bebas dikembangkan guru dan sekolah. Terdapat pelajaran kejuruan dengan paradigma baru yang memungkinkan memadukan soft skill dan hard skill dengan sama kuat. 

DIKO OKTARA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus