Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat memvonis bersalah calon anggota legislatif (caleg) dari Partai Gerindra, Mohammad Arief, karena pelanggaran kampanye di sekolah. Hakim menghukum calon inkumben di DPRD DKI itu penjara selama empat bulan dengan masa percobaan delapan bulan dan denda Rp 10 juta subsider tiga bulan penjara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Vonis tersebut diungkap anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta, Puadi. "Vonis hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa," katanya saat dihubungi, Selasa 11 Desember 2018.
Puadi menjelaskan jaksa menuntut terdakwa dihukum enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun dan denda Rp 24 juta. Pelanggaran kampanye yang dilakukan dijerat dengan Pasal 280 ayat 1 huruf H juncto Pasal 521 tentang Larangan Kampanye di Tempat Pendidikan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pelangggaran yang dimaksud terjadi pada 3 Oktober 2018. Saat itu caleg Gerindra dari Daerah Pemilihan 10 Jakarta Barat tersebut berkampanye di SMP Negeri 127 Jakarta. Arief dilaporkan mengumpulkan guru dari Musyarawah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Matematika dan Seni Budaya dan mengajak untuk memilihnya.
"Para guru yang datang diberikan tas berisi sarung dan ada stiker ajakan memilih dia (Arief)," ucap Anggota Bawaslu Jakarta Barat Bidang Penindakan,Abdul Rouf.
Bawaslu, kata dia, mengetahui adanya kampanye terselubung caleg petahana itu dari laporan masyarakat dan pantauan langsung pengawas kecamatan di acara itu. "Laporannya awalnya reses. Tapi temuan kami ternyata kampanye terselubung."
Selain itu, kata Rouf, acara yang diakomodir Kepala SMPN 127 itu mayoritas diikuti oleh aparatur sipil negara (ASN). Sehingga Bawaslu juga mengirimkan surat kepada Komisi Aparatur Sipil Negara agar ASN yang terlibat kampanye diberi sanksi. "Sudah kami beri rekomendasi ke KASN agar yang terlibat kampanye diberi sanksi," ujarnya.
KOREKSI:
Artikel ini telah diubah per Rabu 12 Desember 2018, Pukul 13.30 WIB, untuk meralat keterangan dalam alinea pertama. Redaksi kurang akurat menulis nilai denda yang diberikan hakim dari seharusnya Rp 10 juta tetapi sempat tertulis Rp 100 juta.