Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kampung Adat Urug Tertimbun Longsor, Ketua DPRD: Harus Tetap Ada

Kampung adat di Desa Urug, Sukajaya, Kabupaten Bogor luluh lantak diterjang longsor dan banjir bandang.

10 Januari 2020 | 10.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suasana kawasan Kampung adat Urug di Desa Kiara Pandak, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, (11/10). Kampung adat ini masih kental nilai tradisi adatnya, seperti setiap rumah tidak boleh memakai genting. Tempo/Fardi Bestari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Bogor-Kampung adat di Desa Urug, Sukajaya, Kabupaten Bogor luluh lantak diterjang longsor dan banjir bandang. Tercatat 28 rumah adat hilang dan 87 rumah lainnya rusak berat, ratusan penghuninya pun terpaksa eksodus dan tinggal sementara waktu di pengungsian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Rudy Susmanto, berharap kampung adat tersebut tidak hilang karena sebagai warisan budaya milik bersama. "Ini (kampung adat) harus tetap ada. Tindakan ke depannya (relokasi atau tidak) kami akan lakukan dulu pendekatan dengan sesepuh adat di sini," ucap Rudy di lokasi kampung adat Desa Urug, Kamis, 9 Januari 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rudy mengatakan dari 11 desa di Sukajaya yang terdampak longsor paling parah, salah satunya adalah kampung adat desa Urug. Sehingga komunikasi pendekatan harus diprioritaskan, karena tidak bisa semena-mena merelokasi atau memindahkan kampung adat yang udah ada sejak ratusan tahun lalu.

Rudy menyebut kampung tersebut dihuni oleh sebagian besar yang memiliki garis keturunan dari Prabu Siliwangi, raja termashur kerajaan sunda Pajajaran. "Kalau pun direlokasi, mungkin hanya sebagian. Yaitu wilayah yang ancaman bencananya tinggi," ucap Rudy.

Hal senada dikatakan Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor, Burhanuddin. Menurutnya keberadaan kampung adat desa Urug harus dipertahankan, karena masih memegang teguh adat budaya kasundaan yang diajarkan turun temurun.

Bangunan Leuit (lumbung padi) yang dijadikan oleh warga untuk menyimpang padi di kawasan Kampung adat Urug di Desa Kiara Pandak, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, (11/10). Tempo/Fardi Bestari

Ia pun menyepakati Ketua DPRD, bahwa harus dilakukan pendekatan ke tetua adat. "Juga kami akan meminta hasil dari badan geologi yang akan melakukan kajian di sini," ucap Burhan.

Kepala Desa setempat, Sukarman, yang juga salah satu tetua adat karena memiliki garis turunan di kampung adat desa Urug mengatakan kampung harus tetap diisi dan tidak boleh kosong. Dia menyebut meskipun relokasi harus dilakukan, kampung adat harus tetap dihuni karena itu sudah menjadi amanat yang harus dijaga oleh turunan Prabu Siliwang. "Bahkan untuk kepala desa di sini juga kita tidak melakukan pemilihan, tapi turun temurun sesuai adat," kata Sukarman.

Sejarah kampung Urug, menurut Sukarman berdasarkan cerita orang tuanya sangat erat kaitannya dengan sejarah kerajaan Pajajaran. Sejarahnya pada saat penyatuan kerajaan Sunda Galuh dan Pakuan menjadikan Prabu Dewata yang bergelar Sri Baduga Maharaja Ratu Aji Pakuan Pajajaran atau lebih dikenal Prabu Siliwangi, meminta salah satu putranya menjadi yang dituakan di kampung tersebut dan diberi nama Kampung Guru. "Tapi karena salah satu syeikh dari Mekkah menyebutnya dengan terbalik, maka sampai sekarang kampung ini namanya Urug," kata Sukarman.

Penduduk di kampung adat Urug, Kabupaten Bogor, mayoritas berprofesi sebagai petani padi, baik pria atau wanita. Mereka masih menjaga tradisi para leluhur kampung untuk melakukan kegiatan menanam padi, memanen padi, menumbuk padi, menyimpan padi ke leuit (gudang beras dalam bahasa Sunda) hingga pertama menjadikan beras terbuat jadi nasi. “Apapun yang jadi tradisi di sini harus sesuai dengan apa yang dikatakan pemangku adat,” kata Sukarman.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus