Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TITAH tercetus Sabtu malam, dua pekan lalu. Melalui telepon seluler, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri memerintahkan Wali Kota Solo Joko Widodo berangkat dengan pesawat pertama ke Jakarta, esoknya. "Saya diperintah ikut rakerdasus (rapat kerja daerah khusus)," Joko bercerita kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Rapat kerja daerah khusus PDI Perjuangan Jakarta itu membahas calon Gubernur DKI Jakarta. Hasilnya, pengurus Jakarta mendukung Jokowi, panggilan Joko Widodo, sebagai calon gubernur. Siangnya, Mega, yang berada di Bali, kembali menelepon Jokowi. Perintahnya: maju sebagai calon gubernur mewakili Partai Banteng.
Padahal, beberapa hari sebelumnya, suara partai seperti bulat mendukung kader partai, Adang Ruchiatna, mendampingi Fauzi Bowo. Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum pada Jumat malam bahkan menyatakan partainya mendukung Fauzi-Adang.
Sejumlah sumber Tempo di PDI Perjuangan mengatakan perubahan pada hari-hari terakhir itu disebabkan oleh kompetisi dua kubu di partai. Seorang petinggi partai mengatakan kubu pertama mendukung Fauzi, yaitu kubu Ketua Dewan Pertimbangan Pusat Taufiq Kiemas—suami Mega. Putri mereka, Wakil Ketua Umum Puan Maharani, juga di kubu ini bersama sejumlah pengurus, seperti Ketua Bambang Wuryantoro dan Wakil Sekretaris Jenderal Eriko Sotarduga.
Pendukung Jokowi adalah sebagian petinggi partai, seperti Djarot Syaiful Hidayat, Komaruddin Watubun, Maruarar Sirait, dan Wakil Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto. "Bisa dibilang yang satu kelompok ideologis, satu lagi kelompok pragmatis," kata seorang politikus Partai Banteng.
Gesekan dua kubu ini terpelihara sejak pencalonan presiden 2009. Kubu Taufiq Kiemas menginginkan Megawati tak mencalonkan lagi. Tapi kubu yang lain ngotot Mega nyalon. Menghindari tekanan dari suaminya, "Mega sampai menginap hampir sebulan di rumah Prananda (putra kedua dari pernikahan pertamanya)," ujar si politikus.
Dua kubu ini kembali bertabrakan saat Partai Demokrat mengajak PDI Perjuangan berkoalisi. Taufiq dikabarkan ngotot berkoalisi karena menginginkan Puan menjadi menteri. Sama seperti dalam pencalonan presiden, kubu Taufiq kalah. Mega menolak berkoalisi dengan Demokrat.
Dalam pemilihan calon gubernur kali ini, Mega kembali "menghilang". "Dia ke NTB, NTT, dan Bali bersama Prananda supaya bebas dari tekanan kelompok pendukung Fauzi Bowo," kata politikus Banteng lainnya. Persoalan di Jakarta dipercayakan Mega kepada Sekretaris Jenderal Tjahjo Kumolo. Mega juga tak mengangkat telepon selain dari kubu pendukung Jokowi.
Ketua Bidang Organisasi PDI Perjuangan Djarot Syaiful Hidayat mengakui kondisi di partainya itu. Menurut dia, persinggungan dua kelompok ini sering terjadi pada pemilihan kepala daerah. "Wajarlah, di semua partai juga begitu," ujarnya. Ia membantah kabar bahwa perselisihan di partainya disebabkan oleh panasnya hubungan Mega-Taufiq. "Keduanya saling melengkapi."
Tjahjo Kumolo membantah perkubuan di partainya. Menurut dia, Taufiq Kiemas memang mendukung Fauzi Bowo karena opsi itu sudah dipikirkan sebelum mengusung Jokowi. "Kami sekarang satu ideologi. Itu sudah clear," katanya. Adapun Jokowi mengaku tak ambil pusing soal dinamika di partainya.
Pramono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo