Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Terjepit Sengketa Raja Gula

Sengketa usaha pengusaha kakap mengantar Kepala Imigrasi Soekarno-Hatta ke tahanan. Bukti-bukti perlintasan diabaikan polisi.

26 Maret 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MELENGGANG sendiri, Rochadi Iman Santoso datang memenuhi panggilan penyidik Unit Keamanan Negara Kepolisian Daerah Metro Jaya, 25 Februari lalu. Kepala Imigrasi Bandar Udara Soekarno-Hatta ini mengira, sebagai saksi, cukup membawa dokumen yang ia siapkan sepekan sebelumnya.

"Saya santai saja dan berpikir tidak perlu didampingi pengacara," kata lelaki 52 tahun itu kepada Tempo, Rabu pekan lalu.

Diperiksa sejak pukul sembilan pagi, Rochadi mulai khawatir ketika penyidik tak henti bertanya. Tepat pukul 20.00, penyidik Komisaris Paimin menyampaikan status baru Rochadi: tersangka. Ia langsung ditahan.

Rochadi memprotes. Penyidik bergeming. Surat yang diteken Rochadi tentang data perlintasan Toh Keng Siong, pengusaha warga negara Singapura, disangka melanggar hukum. "Saya dituduh memalsukan dokumen," katanya.

Tuduhan ini bermula dari jawaban surat yang dikirimkan Rochadi ke Cakra & Co pada 25 Maret 2011. Kantor hukum ini mendampingi Toh—bersama pengacara Lucas—yang sedang bersengketa dengan pengusaha Gunawan Jusuf. Rochadi, yang ketika itu menjabat Kepala Subdirektorat Kerja Sama Teknologi Informasi dan Penyebaran Informasi Keimigrasian, mengirim cetakan data keimigrasian milik Toh, pemilik paspor bernomor E-1306663.

Di sana tercantum, Toh masuk Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta pada 5 Agustus 2009 menggunakan pesawat Tiger Airways nomor penerbangan TR-272. Esoknya, Toh terbang kembali ke negaranya menggunakan KLM.

Data ini dipersoalkan PT Makindo, perusahaan milik Gunawan Jusuf. Pemilik Sugar Group itu melaporkannya ke Polda Metro Jaya. Penyidik bergerak supercepat. Mereka menuduh Rochadi bersalah. Sebab, Toh belakangan diketahui kembali ke Singapura dengan pesawat Tiger Airways.

Kuasa hukum Rochadi, Andi Natanael Manik, mengatakan kliennya tidak membuat data perlintasan, tapi hanya menyalin catatan imigrasi. Belakangan memang ada salah input data oleh petugas lapangan. "Ini bukan tanggung jawab dia," ujarnya.

Juru bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto, menyatakan tidak ada yang salah dalam penanganan perkara ini. "Semua sesuai dengan prosedur," ujarnya.

Rochadi menyebutkan hanya menjalankan tugas. Dia mengatakan kekeliruan data maskapai yang digunakan Toh itu akibat kesalahan input petugas.

Lima hari menghuni tahanan Polda Metro Jaya, Rochadi mendapat penangguhan penahanan. Di pengujung Februari lalu, mantan kepala imigrasi di Kedutaan Besar RI Singapura yang banyak membantu pengejaran buron Komisi Pemberantasan Korupsi seperti Muhammad Nazaruddin dan Nunun Nurbaetie ini bisa pulang ke rumah dengan jaminan dari istrinya.

Lebih dari sekadar perkara imigrasi, di belakang kasus ini terdapat sengketa pengusaha kelas kakap.

l l l

TOH Keng Siong tak menyangka investasi deposito berjangka senilai US$ 126 juta (Rp 1,13 triliun) di PT Makindo Sekuritas Tbk milik Gunawan Jusuf sejak 1999 bakal berujung pahit. Pengusaha konstruksi ini berani menaruh dana jumbo karena tergiur bunga besar. "Gunawan menawarkan bunga lebih tinggi daripada perusahaan investment banking yang lain," kata Toh kepada Tempo di Singapura, Kamis dua pekan lalu.

Bukannya meraup untung, belakangan Toh tak bisa menarik dananya. Makindo membantah pernah menerima deposito berjangka milik sang pengusaha. Pada 2002, Toh mulai menggugat pemilik Sugar Group, produsen gula terbesar di Indonesia, itu.

Pengadilan di Negeri Singa menolak menangani perkara karena tempat transaksinya di Indonesia. Tak ingin lepas, Toh menyiapkan langkah hukum di Indonesia. Pada Agustus 2009, dia datang ke Jakarta. Ia menunjuk Cakra & Co dan Lucas SH & Partners sebagai kuasa hukum. Surat kuasa buat dua kantor hukum ini dipersoalkan Kosasih, kuasa hukum Makindo.

Makindo menyerang keabsahan surat kuasa dari Toh. Sebab, menurut perusahaan ini, Toh tidak pernah datang ke Jakarta. "Surat Rochadi yang membenarkan Toh pernah datang ke Jakarta mengganggu mereka," kata seorang pejabat.

Usaha menjerat Rochadi dirancang jauh-jauh hari oleh Kosasih. Sang advokat mengirim surat ke Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsudin pada 28 Oktober 2011. Dalam surat yang salinannya diperoleh Tempo, Kosasih menyebutkan Rochadi diduga memberi surat keterangan palsu. Surat Rochadi ini juga ditembuskan ke Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Untung S. Rajab.

Sebulan kemudian, Kosasih menulis surat kepada Menteri Amir. Kali ini pesannya semakin jelas. Kosasih mendesak Amir mencabut surat Rochadi. Jika tidak, dia mengancam akan menggugat secara perdata dan pidana.

Kosasih berulang kali menegaskan Rochadi memberi keterangan palsu soal data perlintasan Toh pada 5 dan 6 Agustus 2009. Apalagi memang ada surat Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian Muchdor yang menyebutkan Toh tidak pernah ke Indonesia pada tanggal itu.

Pengacara Andi Natanael membenarkan surat Muchdor tertanggal 1 April 2010. Menurut dia, surat itu dikeluarkan berdasarkan data perlintasan Toh dengan paspor lain yang bernomor S0014494J. Padahal Toh masuk Indonesia menggunakan paspor E13306663K. Menurut informasi, paspor ganda ini dimungkinkan karena transisi penomoran di Singapura.

Dari dokumen yang diperoleh Tempo, Manajer Tiger Airways Holding Limited Brian Pereira, dalam surat kepada pejabat imigrasi Indonesia pada 15 Maret lalu, memastikan pernah menerbangkan Toh dari Singapura ke Jakarta dan kembali ke Singapura pada 5 dan 6 Agustus 2009. Pereira juga menyebutkan nomor kursi Toh, yaitu 14-C dan 09-D. Clarence Yeo, Komisioner Otoritas Imigrasi Singapura, pada 12 Maret 2012 juga memberi konfirmasi kedatangan Toh ke Jakarta.

Toh kepada Tempo mengatakan datang ke Jakarta pada 5 Agustus 2009. Dia menginap di Hotel Intercontinental, Jakarta, sebelum terbang kembali esok harinya.

Bukti-bukti itu diabaikan polisi. Seorang pejabat menyebutkan langkah supercepat polisi dilakukan karena kedekatan Kosasih dengan seorang petinggi Polda Metro Jaya. Itu sebabnya Kosasih, yang berkantor di Surabaya, diberi tugas Gunawan Jusuf menyelesaikan perkara ini.

Kosasih ketika dihubungi lewat telepon selulernya membantah keras. "Jangan kaitkan dengan petinggi Polda Metro Jaya," katanya. "Ini kasus biasa."

Kepala Unit Keamanan Negara Ajun Komisaris Besar Daniel Bolly Tifaona, yang langsung menangani kasus ini, menolak diwawancarai dengan alasan sibuk. Komisaris Besar Rikwanto mengatakan tidak tahu hubungan Kosasih dengan petinggi kantornya.

l l l

JURUS berkelit menghindari utang dengan menggunakan data keimigrasian ternyata bukan sekali dipakai Gunawan Jusuf. Oscar Sagita, pengacara dari kantor hukum Lucas SH & Partners, mengatakan perkara Toh persis sama dengan yang dialami petinggi Marubeni Corporation (Jepang), Takashi Yao. "Modusnya sama dengan mempersoalkan data perlintasan," kata Oscar, yang juga kuasa hukum Takashi.

Takashi datang ke Indonesia menggugat tagihan utang senilai US$ 145 juta ke Sugar Group yang tak kunjung dibayar Gunawan Jusuf. Alih-alih mendapat uangnya, Takashi malah dijadikan tersangka di Polda Metro Jaya, meski kemudian kasus ini disetop di tengah jalan. "Mereka ingin memakai cara yang sama kepada Toh," ujar Oscar.

Gunawan Jusuf tidak merespons surat permohonan wawancara. Hotman Paris Hutapea, kuasa hukumnya, juga menolak berkomentar. "Saya tidak menangani kasus itu," katanya.

Rochadi, yang telah dinonaktifkan dari jabatan Kepala Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta, mengatakan tidak tahu urusan utang-piutang di balik perkara yang melilitnya.

Setri Yasra, Satwika Gemala Movementi (Jakarta), Kartika Candra (Singapura)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus