Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ADEGAN yang diperagakan dua patung garam itu mengawali riwayat tambang garam Wieliczka. Seorang lelaki dengan lutut kiri jatuh ke lantai menyodorkan cincin kepada perempuan yang berdiri di hadapannya. Si perempuan, Putri Kinga, anak Raja Bela IV dari Hungaria. Si lelaki adalah pengawalnya.
Isabelle, pemandu tur kami, mengatakan adegan itu menggambarkan penemuan cincin kawin Putri Kinga. Syahdan, Pangeran Boleslaw V, penguasa Polandia yang kastilnya terletak di Krakow, melamar Putri Kinga. Setelah menerima pinangan, Putri Kinga direncanakan berangkat ke Krakow untuk menikah di sana.
Sebagai hadiah perkawinan, Raja Bela memberi putrinya tambang garam Maramaros—setelah Kinga menolak emas permata. Di tambang Maramaros itu, Kinga malah melemparkan cincin kawin dari Pangeran Boleslaw. Menurut satu riwayat, ia sedih karena mendengar kabar bahwa di Polandia tak ada tambang garam—faktanya, tambang garam juga ada di Bochnia, sekitar 25 kilometer dari Krakow.
Mukjizat terjadi setelah ia tiba di Krakow—kini ibu kota Provinsi Malopolska, yang berada 70 kilometer di timur Katowice. Beberapa hari setelah menikah, Kinga bersama Pangeran Boleslaw jalan-jalan ke daerah Wieliczka, sekitar 10 kilometer dari pusat kota. Tiba-tiba Kinga meminta para pengawalnya menggali tanah yang ia tunjuk. Mereka segera menjalankan titah hingga galian membentur material yang pejal.
Ajaib. Setelah dibelah, di batu itu bersemayam cincin kawin yang dilemparkan Kinga di Maramaros. Garam seolah-olah mengikuti sang putri ke Wieliczka. “Batu yang dibelah itu ternyata batu garam,” kata Isabelle.
Kejadian pada abad ke-13 itu menandai dibukanya tambang garam Wieliczka. Tambang baru ditutup pada 1996 setelah harga garam terus jatuh dan tambang terendam banjir berkepanjangan.
Menurut Isabelle, peristiwa penemuan cincin tersebut diabadikan para penambang garam dengan membuat patung pengawal sedang menyerahkan cincin kepada Kinga. Patung terbuat dari batu garam. Di sekeliling mereka, tampak sejumlah pengawal lain dengan sikap takzim menyaksikan penyerahan cincin. Patung mereka juga tatahan pada batu garam.
Hampir semua patung di tambang tersebut berbahan batu garam. Begitu juga patung setengah badan Raja Casimir yang Agung di ruangan lain. Raja Casimir-lah yang pertama kali menata pengelolaan tambang garam Wieliczka. Lewat Statuta Tambang Garam Krakow yang diterbitkan pada 1368, ia menetapkan prinsip-prinsip organisasi tambang, produksi garam, dan penjualannya. Ratusan penambang diberi status pegawai yang dibayar dengan gaji.
Selama 700 tahun lebih beroperasi, tambang Wieliczka digali hingga kedalaman 327 meter di bawah permukaan tanah. Panjang terowongannya mencapai 287 kilometer. Tapi Isabelle hanya membawa kami hingga ke kedalaman 135 meter dalam perjalanan sejauh 3 kilometer. Patung Putri Kinga disodori cincin berada di level pertama pada kedalaman 64 meter.
Untuk turun ke tingkat pertama, pada awal Desember lalu itu saya dan rombongan menggunakan lift lewat pintu terowongan Danilowicz. Dari situ kami harus meniti ratusan anak tangga untuk menyusuri terowongan. Tambang terdiri atas sembilan level dengan 2.350 ruangan yang luasnya beragam. Tapi hanya sekitar 20 ruangan yang bisa dikunjungi selama tur.
Memasuki tambang Wieliczka, saya merasa seperti sedang melangkah ke sebuah gedung yang dibangun ke bawah tanah. Setelah menyusuri lorong yang berkelok-kelok, rombongan melewati sejumlah ruangan yang lega. Di ruangan itu ada bar dan restoran. Salah satunya bar di ruangan Drozdowice. Pengunjung bisa duduk-duduk untuk rehat sebelum meneruskan tur.
Sejumlah ruangan bahkan bisa disewa untuk resepsi pernikahan, seminar, juga konser musik klasik. Ruangan bisa menampung hingga seratusan orang. Misalnya ruangan Michalowice di kedalaman 109 meter. Rasa-rasanya tak perlu lagi kain latar dan ornamen lain saat menggelar acara di sini. Tata ruangan bawaannya sudah memukau dan syahdu.
Tapi tetap saja daya tarik tambang ini adalah garamnya. Di level pertama, asinnya garam bisa dicicipi dari dinding terowongan. Isabelle menyuruh kami mencolek dinding dengan salah satu jari, lalu mencecapnya. Padahal itu dinding batu, bukan lapisan garam.
Lapisan garam ada pada bagian lain dinding. Isabelle menudingkan telunjuk pada dinding berwarna putih. Itu lapisan garam yang belum digerus.
Seorang ahli geologi yang satu rombongan dengan saya bercerita. Garam di tambang Wieliczka serupa dengan garam Himalaya, yang berbentuk halit atau sodium klorida. Selain dianggap lebih sehat, garam jenis ini dipercaya membuat masakan lebih lezat.
Kapel Santa Kinga di tambang garam Wieliczka, Polandia. TEMPO/Anton Septian
Makin jauh ke dalam, Isabelle menunjukkan jalan di sepanjang lorong yang mengkilap. Menurut dia, bebatuan berlapis garam itu bisa licin karena terus-menerus “digosok” sol sepatu wisatawan. Lebih dari sejuta turis mengunjungi tambang ini setiap tahun.
Terletak di dekat Krakow, yang merupakan salah satu kota tertua di Polandia sekaligus praja terbesar kedua setelah Warsawa, tambang ini menjadi tujuan wajib turis yang datang ke kota tersebut. Selain mengunjungi tambang ini, turis biasanya melancong ke bekas kamp konsentrasi Auschwitz, yang terletak sekitar 60 kilometer di barat daya Krakow. Dibangun pada 1940, kamp ini menjadi museum kekejaman pasukan Nazi. Lebih dari satu juta orang Yahudi kehilangan nyawa di sini.
Nazi juga mengirimkan ribuan orang Yahudi ke tambang Wieliczka. Mereka dipaksa membangun pabrik senjata. Tapi pekerjaan tak pernah selesai lantaran tentara Uni Soviet terus merangsek dari timur.
Daya tarik utama tambang Wieliczka ada di kedalaman 101 meter. Di situ, pada abad ke-19 para penambang membangun kapel yang dipersembahkan kepada Putri Kinga yang menjalani hidupnya dengan mulia. Setelah Pangeran Boleslaw wafat, seluruh kekayaan yang menjadi hak warisnya ia sumbangkan kepada orang miskin. Sang putri kemudian hidup menyepi sebagai orang biasa. Menjadi beata sejak 1690, Putri Kinga resmi disemati gelar santa oleh Vatikan pada 1999.
Dari sejumlah kapel yang dibangun di dalam tambang Wieliczka, Kapel Santa Kinga adalah yang terluas. Dimensinya 15 x 31 meter. Di langit-langit yang tingginya 11 meter, tergantung tiga chandelier yang indah. Uniknya, ketiga kandil itu dibuat dari kristal garam. Di dinding kapel terpahat lukisan Perjamuan Terakhir karya Da Vinci. Senimannya Antoni Wyrodek.
Di altar, patung Santo Yosep dan Santo Klemens mengapit patung Santa Kinga. Ketiga patung ini ditatah oleh seniman Tomasz Markowski. Karena tempatnya yang lapang, kapel ini juga kerap dipakai untuk menggelar konser lagu rohani atau pernikahan selain misa. Menurut Isabelle, daya tampungnya mencapai 400 orang.
Belum habis pesona, perjalanan diteruskan melalui sebuah lorong yang berujung di sebuah danau. Kubangan di kedalaman 130 meter ini sebenarnya danau buatan—bekas galian yang diisi air. Karena kandungan garamnya tinggi, menurut Isabelle, kita tak akan tenggelam bila mencebur ke sana.
Tujuan terakhir ada di level 135 meter. Kami turun lagi lewat tangga. Ini museum garam dan kedai suvenir. Saya membeli sebungkus garam untuk memasak di rumah.
ANTON SEPTIAN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo