Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Perjalanan Tiga Sutradara Asia

Sebuah proyek bersama yang menampilkan tiga sutradara Asia. Pengikat ketiga film ini adalah tema perjalanan dan aktor Nicholas Saputra.

18 Januari 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
The Sea. asian3mirror.jfac.jp

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEREKA berdua menyusuri jalan panjang menuju timur, ke sebuah pelabuhan. Di dalam mobil kecil itu, yang disetiri sang ibu dan ditumpangi putri remajanya, mereka tampak sulit berkomunikasi. Sang ibu (Jin Cheng) terus-menerus berceloteh lebih kepada diri sendiri, tentang anggota keluarganya, tentang sang ayah, tentang segalanya. Sedangkan si gadis (Zhe Gong) dengan bibir mencotot dan kedua bola mata yang mendelik tak tahan mendengarkan ocehan ibunya. Sesekali si gadis menjawab ibunya dengan nada judes.

Si ibu yang mencoba sabar membalasnya dengan ocehan berikutnya. Terus begitu hingga akhirnya mereka memutuskan untuk bermalam di sebuah penginapan terdekat. Untuk sejenak, ada jeda dari keriuhan itu karena malam turun.

Namun muncul pertengkaran lain. Perlahan penonton mulai memahami bahwa sang anak merasa direpotkan oleh pesan ayah (almarhum): menyebar abunya di laut. Sang ibu menjawab, jika dia yang meninggal, anaknya boleh menyebar abunya di mana saja. Seketika keriuhan ribut-ribut ibu dan anak itu redup. Suasana berubah jadi sunyi.

Hekishu. asian3mirror.jfac.jp

Pada akhir menit ke-30, di atas perahu, di bawah matahari, sang ibu dan si gadis menebar abu orang yang mereka sayangi itu dalam diam. Ini adegan terindah tidak hanya lantaran muncul setelah perjalanan yang berisik oleh pertengkaran, tapi juga karena sinar matahari yang menjilat kulit mereka tampak seperti kehangatan yang terasa di antara keluarga itu. Tanpa kata-kata. Hanya ibu, anak, dan cahaya matahari yang menyinari abu jenazah sang ayah yang sudah menyatu dengan air laut.

Inilah segmen pembuka Journey, sebuah proyek film Asian Three-Fold Mirror 2018. Film yang ditayangkan secara khusus ini menyajikan karya tiga sutradara Asia yang masing-masing menampilkan film pendek dengan tema perjalanan. Pembukaan tadi, berjudul The Sea, adalah karya sutradara Cina, Degena Yun, yang sekaligus menulis skenario film ini. Adapun segmen kedua, berjudul Hekishu, dipercayakan kepada sutradara Jepang, Daishi Matsunaga. Segmen ketiga, Variable No. 3, adalah arahan sutradara Indonesia, Edwin, yang skenarionya ditulis Prima Rusdi.

Ini adalah proyek omnibus kedua yang diproduksi The Japan Foundation Asia Center dan Tokyo International Film Festival setelah mereka memproduksi omnibus berjudul Reflections.

Dalam proyek omnibus kedua ini, benang merah yang mengikat ketiga film pendek itu adalah tema perjalanan dan aktor Nicholas Saputra, yang tampil dalam semua segmen.

Sementara dalam film The Sea Nicholas tampil sekelebat sebagai seseorang yang nyaris tertabrak ibu dan anak yang tengah bertengkar di dalam mobil, dalam film kedua, Hekishu, sosok Nicholas muncul seperti seorang pengelana yang juga berkelebatan penuh misteri. Mengambil latar di Yangon, Myanmar, film ini berkisah tentang Suzuki (Hiroki Hasegawa), pengusaha muda Jepang yang tengah bertugas memimpin proyek pengembangan rel kereta api. Suatu hari di sebuah pasar tradisional, pandangannya terpaku pada seorang perempuan mungil, Su Su (Nandar Myat Aung). Sembari memesan longyi yang kemudian dijahitkan Su Su, perlahan-lahan Suzuki mulai mengenal perempuan itu. Mereka berbincang tentang pekerjaan masing-masing. Dari seseorang yang merasa ikut menjadi bagian yang membangun infrastruktur, Suzuki lantas merenung tentang profesi dan tujuan hidupnya. Ucapan sederhana Su Su yang menyebutkan bahwa dia tak merasa membutuhkan kereta api yang berjalan lebih cepat sungguh mengganggunya.

Suzuki berkenalan dengan keluarga Su Su, yang tidak hanya hidup pas-pasan, tapi juga bahkan “merangkul” kemiskinan mereka dengan humor. Peristiwa padamnya listrik, yang tampaknya cukup sering terjadi, misalnya, dihadapi dengan lucu: mereka menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun. Bagian ini menjadi sebuah komentar sosial yang menarik karena disampaikan melalui sikap manis seorang gadis sederhana dan sangat mudah mewakili persoalan kelas di Indonesia.

Film terakhir, karya Edwin berjudul Variable No. 3, justru film yang mungkin kurang bisa bertaut dengan penonton (Indonesia). Edwin, yang beberapa tahun terakhir melahirkan sejumlah film yang cukup “naratif” dan secara garis mengikuti pakem film mainstream, kini kembali masuk ke “halaman rumah” arthouse, sebuah zona nyaman bagi sutradara yang pernah mengarahkan film Babi Buta yang Ingin Terbang (2008) dan Postcards from the Zoo (2012) ini. Segmen ini berkisah tentang hubungan sepasang suami-istri, Edi (Oka Antara) dan Sekar (Agni Prathista), yang tengah menetap di Tokyo. Dalam suatu perjalanan, mereka bermaksud bermalam di sebuah penginapan. Dalam perjalanan menuju penginapan itulah terjadi serangkaian peristiwa ganjil. Misalnya mereka bertemu dengan Kenji (Nicholas Saputra), yang berwajah serupa dengan bekas pacar Sekar yang bernama Jati. Peristiwa ganjil berikutnya adalah Kenji yang mereka temui dalam perjalanan ternyata tuan rumah penginapan yang mereka sewa. Dan puncak keanehan adalah serangkaian adegan seks ketiga tokoh kita yang berlangsung setelah “diskusi” penting yang membuhulkan betapa pentingnya, atau betapa menariknya, “variabel nomor 3” dalam sebuah hubungan.

Variable No. 3. asian3mirror.jfac.jp

Marilah kita singkirkan diskusi tentang serangkaian adegan seks (sebutannya three-some) itu dulu, karena yang sebetulnya hendak dijelajahi adalah hubungan antara Edi dan Sekar. Problem mendasar Edi dan Sekar, seperti halnya problem perkawinan umumnya, sebetulnya perlu didalami-—meski Edwin kali ini lebih suka penonton membaca dari bahasa visual belaka. Gerak tubuh dan bahasa antara suami dan istri itu berhasil menimbulkan rasa bahwa ada ketegangan di antara mereka. Sebetulnya akan lebih menarik jika penjelajahan hubungan Edi dan Sekar lebih diperdalam daripada ditampilkannya bermenit-menit adegan Sekar pipis di toilet (sebuah ade-gan yang tampaknya menjadi favorit Edwin, yang juga tampil dalam film Edwin yang lain. Padahal, jika adegan itu tak ada, dunia tak akan guncang).

Bahwa kemudian variabel nomor 3 di-artikan sebagai sebuah “journey” atau perjalanan menyentuh erotisisme masing-masing, sebetulnya satu hal yang hendak disampaikan oleh sang sutradara. Ada begitu banyak hal dalam seksualitas yang tak pernah bisa terungkapkan, hingga hubungan konvensional di antara dua orang akhirnya sering melibatkan kebohongan. Perjalanan “mengulik” erotisisme kemudian membangkitkan gairah sesungguhnya yang selama ini terpendam. Edwin menamakannya “kebenaran yang dapat menyebabkan serangkaian perubahan yang menyakitkan”.

Kita tak pernah tahu bagaimana kelanjutan hubungan Edi dan Sekar setelah perjalanan itu. Edwin memang menunjukkan dengan perayaan mereka bertiga menenggak minuman. Di dalam hati masing-masing, kita tak akan pernah tahu.

Untuk durasi 82 menit, mengikuti perjalanan pikiran tiga sutradara ini mungkin bukan sesuatu yang mudah dan sama sekali tak mengandung keriaan. Tapi konon tujuan bukan hal yang terpenting, melainkan proses perjalanan menuju tujuan itu yang akan memperkaya kita. Ini memang bukan kisah tentang moleknya Myanmar, Jepang, atau Cina, melainkan tentang bagaimana jiwa tokoh-tokohnya menjadi manusia biasa.

LEILA S. CHUDORI

 


 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

asian3mirror.jfac.jp

 

JOURNEY

The Sea (Cina)

Sutradara/skenario : Degena Yun

Pemain: Jin Chen, Zhe Gong, Tu Men, Nicholas Saputra

 

Hekishu (Jepang)

Sutradara/skenario : Daishi Matsunaga

Pemain: Hiroki Hasegawa, Nandar Myat Aung, Nicholas Saputra

 

Variable No. 3 (Indonesia)

Sutradara: Edwin

Skenario: Prima Rusdi

Pemain: Agni Pratistha, Oka Antara, Nicholas Saputra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus