Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kasus Baru Widjanarko

16 April 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mantan Direktur Utama Bulog Widjanarko Puspoyo bakal didakwa atas kasus korupsi lain yang mahadahsyat. Padahal, kasus korupsi impor sapi fiktif dari Australia dan kasus impor beras dari Vietnam, dengan Widjan sebagai salah satu tersangkanya, belum juga tuntas disidik.

Pelaksana tugas Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Hendarman Supandji, Rabu pekan lalu, mengatakan bahwa timnya menemukan kasus dugaan korup-si ketiga menyangkut Widjanarko.

Kasus baru ini berupa aliran dana Rp 1,5 triliun selama 2002–2005 di Bulog. Dana itu berasal dari Vietnam Southern Food Corporation (VSFC), lembaga rekanan pemasok beras impor ke Bulog. Kasus ini terbongkar ketika kejaksaan menyidik kasus impor beras 2001–2002. Saat itu Widjanarko yang kini ditahan di penjara Cipinang sejak 20 maret lalu diduga menerima hadiah dari VSFC sebesar Rp 15 miliar.

Menurut Hendarman, aliran dana terjadi beberapa kali dari VSFC ke PT Tugu Dana Utama. Uang itu kemudian ditransfer ke PT Arden Bridge Invest-ment Limited milik Widjokongko Puspoyo, adik Widjanarko. Setelah itu baru ditebar ke rekening keluarga Widjanarko. ”Yang menimbulkan kerugian adalah fee-nya itu, sampai Rp 1,5 triliun,” kata Hendarman.

Dia memastikan dana itu tidak hanya masuk ke kantong Widjanarko, tapi juga mengalir ke pihak lain. ”Untuk menelusurinya, tim akan mengecek langsung ke VSFC,” kata Hendarman. Hingga Rabu pekan lalu, Kejaksaan telah memeriksa Widjokongko dan keluarga Widjanarko. Menurut Hendarman, berkas kasus impor sapi akan rampung bulan ini.

Tawaran Yusril buat Pontjo

Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra ternyata pernah menawarkan bantuan hukum kepada Presiden Direktur PT Indobuildco, Pontjo Soetowo. Saat itu Pontjo sedang menghadapi kasus sengketa mengenai perpanjangan hak guna bangunan Hotel Hilton (sekarang Hotel The Sultan). Upaya kongkalikong Yusril itu terungkap dalam kesaksian Pontjo di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa pekan lalu.

Yusril menyampaikan tawarannya itu di kantornya, Sekretariat Negara. Pontjo yang kini menjadi terdakwa dalam kasus ini diminta mengakui tanah itu sebagai milik Gelora Senayan, tapi Pontjo menolak sehingga kesepakatan pun gagal.

Menteri Yusril mengakui kejadian itu. Menurut dia, tindakan itu sah-sah saja. Sebagai Ketua Badan Pe-ngelola Gelora Bung Karno, dia ingin mencari solusi kasus sengketa itu. Bukan karena ingin melempar kasus itu ke firma hukumnya, Ihza & Ihza. ”Saya mencoba cari jalan keluar yang baik untuk mengatasi persoalan antara Gelora Bung Karno dan Hilton; ini masalah perdatanya, bukan pidananya,” kata Yusril, Rabu pekan lalu.

Sidang Kasus Buku Aceh

Pengadilan Negeri Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam, mulai menyidangkan kasus korupsi pengadaan buku laporan setahun Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh-Nias. Sidang perdana berlangsung Kamis pekan lalu, berisi pembacaan dakwaan jaksa penuntut umum terhadap dua terdakwa. Mereka adalah Achyarmansyah Lubis yang saat itu sebagai pejabat sementara Kuasa Pengguna Anggaran BRR Aceh Nias dan Hendrawan Diandi, ketua panitia tender buku ini. ”Tindakan mereka mengakibatkan kerugian negara Rp 480 juta atau setidak-tidaknya sekitar jumlah itu,” kata jaksa Mukhlis SH.

Terbongkarnya kasus ini berawal dari surat Anwar Muhammad, Kepala BRR Aceh-Nias perwakilan Jakarta, kepada Achyarmansyah. Anwar menolak menandatangani kontrak pengadaan 600 eksemplar buku berjudul Membangun Tanah Harapan seharga Rp 627 ribu per eksemplar. Dia membandingkan biaya cetak buku serupa di percetakan lain ongkosnya hanya Rp 245 ribu.

BRR mencetak buku ini pada April 2006, namun baru meminta Anwar menekennya tiga bulan kemudian. Polisi menetapkan Achyarmansyah dan Hendrawan sebagai tersangka, September 2006. Kedua terdakwa mengembalikan jumlah uang sebesar yang didakwakan pada akhir Maret lalu. Walau begitu, mereka tetap harus menghadapi pengadilan atas tindak korupsi yang dilakukan. Persidangan akan dilanjutkan dua pekan depan.

Sidang Pejabat Penyuap Polisi

Pengadilan Negeri Jakar-ta Selatan kembali menyidangkan kasus korupsi dua bekas pejabat Bank BNI. Kali ini Muhamad Arsjad, bekas Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia BNI, dan Tri Kuncoro, bekas Kepala Divisi Hukum BNI, harus menghadapi majelis hakim. ”Terdakwa bersalah karena korupsi dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, korporasi, atau orang lain,” kata Ahmad, jaksa penuntut umum, Kamis pekan lalu.

Jaksa menuntut terdakwa Arsjad dan Tri Kuncoro dengan hukuman masing-masing tiga tahun penjara. Mereka dituduh memberi-kan 40 cek perjalanan kepada pejabat di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri kala itu, Komisaris Jenderal Erwin Mappaseng, diberi Rp 1,8 miliar. Kemudian Rp 200 juta untuk Brigjen Samuel Ismoko, Direktur II Bareskrim, serta Rp 250 juta kepada Kanit II Perbankan dan Pencucian Uang, Komisaris Besar Erman Santosa.

Penyuapan itu terjadi saat polisi menyidik perkara penilapan uang BNI Rp 1,4 triliun pada 2004. Penilap uang BNI dan pejabat kepolisian yang menerima uang dari Arsjad dan Tri Kuncoro sudah dihukum penjara.

Desa Antraks Diisolasi

Bakteri antraks menyerang dua desa di Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Serangan bakteri ini menyebabkan lima warga dari Desa Kapaka Madeta dan Desa Kawangoha-rik meninggal pada akhir Maret lalu. Akibat peristiwa ini Pemerintah Kabupaten Sumba Barat mengisolasi kedua desa tersebut sejak pekan lalu.

Kelima korban tewas setelah memakan daging bangkai sapi. Direktorat Jenderal Balai Besar Veteriner Maros, Sulawesi Selatan, kemudian memeriksa daging sapi, kuda, dan kerbau di kedua desa ini. Hasilnya, ditemukan bakteri antraks pada hewan-hewan di sana.

Penyakit antraks ini ha-nya menyerang hewan berdarah panas. Penularan pada manusia terjadi jika ada kontak fisik dengan hewan yang mengandung spora antraks. ”Bisa juga lewat udara yang mengandung spora antraks, kemudian terhirup manusia,” kata Maria Geong, Kepala Subbagian Kesehatan Hewan Dinas Peternakan NTT. Saat ini pemerintah daerah melakukan vaksinasi terhadap ribuan ternak berdarah panas di kawasan tersebut.

Dinas Peternakan NTT mencatat, antraks mulai muncul di provinsi tersebut sejak 1906. Serangan pertama terjadi di Pulau Sumba, Flores Timor, dan Rote. Kemudian pada 1954, antraks kembali merebak di Aesesa. ”Sampai saat ini, korban tewas akibat antraks di NTT mencapai 40 orang,” kata Maria.

Presiden Lantik Dewan Pertimbangan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melantik sembilan anggota Dewan Pertimbangan Presiden di Istana Negara, Rabu pekan lalu. Mereka yang dilantik adalah Ali Alatas untuk urusan politik luar negeri, Emil Salim (lingkungan hidup), Sjahrir (ekonomi), Rachmawati Sukarnoputri (politik), Adnan Buyung Nasution (hukum), Subur Budi Santoso (sosial-budaya), Ma’ruf Amin (keagamaan), T.B. Silalahi (pertahanan-keamanan), dan Radi Abdul Gani (pertanian).

Menurut Presiden, dewan ini bertugas memberi nasihat dan masukan kepada Presiden untuk pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan strategis pemerintah. Namun, dalam tugasnya, anggota Dewan tidak diperbolehkan memberi informasi kepada publik. ”Nasihat dan pertimbangan dari Dewan hanya boleh diketahui Presiden,” kata Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra.

Mengenai pembatasan ini, Ali Alatas mengatakan, ”Saya kira itu masuk akal.” Guna menghindari tumpang tindih tugas dan wewenang, Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Assidiqie meng-usulkan perlunya konsolidasi lembaga-lembaga penasihat milik pemerintah setelah dewan ini dilantik.

Tiga Kiai Tewas dalam Mercy

TIGA kiai dan seorang sopir ditemukan tewas di dalam mobil sedan Mercedes Benz yang mereka tumpangi. Petugas Kepolisian Wilayah Cirebon menemukan empat jenazah itu Rabu pekan lalu. Peristiwa itu terjadi di ruas jalan Cirebon-Kuningan di Desa Ciharendong, Ciawigebang.

Salah satu korban, KH Imam Ali, 58 tahun, dikenal sebagai pendiri dan pemimpin sejumlah pesantren di Jawa. Kejadian itu bermula ketika Imam Ali ber-sama temannya, KH Salman, 52 tahun, dan Ustadz Wahab, 55 tahun—keduanya berasal dari Cirebon—hendak mengunjungi Pondok Pesantren Al Ma’muroh, Cawigebang, Kuningan, Selasa pekan lalu. Mereka diantar sopir bernama Udin, warga Desa Suci, Mundu, Kabupaten Cirebon.

Sekitar pukul 13.00 WIB, seorang warga bernama Kosim melihat mobil itu parkir di tepi jalan. ”Dia mengira beristirahat,” kata Komisaris Besar Polisi Bambang Pudji Rahardjo, Kepala Polwil Cirebon. Keesokan harinya, Kosim melihat Mercy masih di posisi semula. ”Karena curiga, dia melapor ke polisi,” kata Bambang. Saat itulah baru diketahui penumpang mobil telah meninggal.

Polisi curiga terjadi kebocoran gas monoksida dari knalpot yang masuk ke dalam mobil. Mereka kemudian mencoba memasukkan kelinci dan marmut ke dalam mobil, Kamis pekan lalu. Hasilnya, setelah dua jam dikurung kedua hewan itu sempoyongan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus