INI cerita tentang Jainandan Kumar, mahasiswa Fakultas Ekonomi
dan putra petani kaya Muksaspur, di Kota Monghyr, negara bagian
Bihar, India. Tanggal 26 April yang lalu ia bermaksud pergi ke
sebuah pesta kawin, di Desa Launaparasa yang jauh. Dengan
gembira, dan tak awas nasib apa memperangkap di hadapannya, ia
berjalan melenggang bersama seorang sahabat. Tiba-tiba empat
orang bersenjata menghadang mereka. "Jangan berteriak. Ikuti
kami." Dengan menggigil Kumar menurut.
Ia digiring ke sebuah rumah besar dan mewah. Diperlakukan bagai
anak raja. Tapi dilarang bicara. Di bawah todongan senjata api,
anak muda yang bermuka kurus manis ini disuguhi gula-gula dan
serbat minuman khas India. Diminta pula mengganti pakaian yang
sudah disediakan.
Malam pun datang. Dan dengan ramah orang-orang bersenjata api
itu mengatakan, ia -- ya, Kumar -- harus segera kawin.
"Tindakan apa pun yang menolak atau melawan bisa mengakibatkan
anda mati," kata mereka. Tentu saja tak ada jalan lain bagi
Kumar selain menurut. "Tapi harus ada beberapa temanku hadir
dalam perkawinan saya," ia memohon. Jadi. "Mereka (teman-teman
Kumar) di bawa ke perhelatan itu di bawah todongan senjata api,"
kata Farzand Ahmed yang melaporkan kasus ini dalam majalah India
Today.
Dan perkawinan unik itu pun berlangsung hikmat, di tengah
jeritan terompet dan senjata api yang dikokang.
Esok paginya Kumar dikirim pulang -- disertai Anjana, istri yang
dipaksakan kepadanya. "Lengkap dengan upacara adat dan uang
mahar," kata Ahmed.
Kasus Jainandan Kumar bukan satu-satunya kasus kawin todong di
anak benua itu. Bipin Kumar Singh, 17 tahun, putra seorang
pengawas stasiun PN Damri-nya India, bernama Ranjee Singh, 13
Mei yang lalu juga diculik. Juga di bawah todongan senjata api.
Penculikan berlangsung di sebuah gedung bioskop di Desa Indrukh,
dan "ia dipaksa kawin dengan Premlata, 13 tahun, putri Puna
Singh, pegawai Jawatan Kereta Api," tutur wartawan Farzand
Ahmed. 'Nak muda berkumis a la Raj Kapoor ini oleh penculiknya
diberi sepasang pakaian baru, sebuah jam tangan, berikut ancaman
mati.
Sehari sebelumnya, Jyoti Ranjanul Mishra, mahasiswa tahun
pertama Fakultas Teknik Madras, datang ke kota Monghyr dari
tempat kelahirannya di Surajgarh untuk menemui seorang kenalan.
Begitu tiba dengan segera ia diikuti beberapa orang dan digiring
ke rumah Laxikant Mishra, seorang wartawan (ha!) lokal, bahkan
berjabatan ketua persatuan wartawan setempat di Bihar. Anak muda
gagah itu dipaksa mengikat tali perkawinan dengan Rekha, siswi
sekolah yang cantiknya kayak Shakila.
Dan bukan hanya itu perkawinan paksa yang terjadi di Distrik
Monghyr dan daerah sekitar -- yang sering dirundung tindak
kriminal itu. "Pekerjaan tercela ini dilakukan oleh
jagoan-jagoan sewaan yang disebut 'marriage mercenaries'," kata
Ahmed. Ketiga kasus ini membuktikan betapa tidak adanya jaminan
hukum di kawasan itu.
Epilog perkawinan todongan ini sama menariknya: Jainandan, dan
orangtuanya, ternyata dapat menerima mempelai wanita begitu
mahar mereka terima. (Di sana yang memberi mahar memang pihak
perempuan). Persoalan pun dianggap selesai. Tapi sebaliknya,
Bipin Kumar dan orangtuanya menolak -- karena kasta mereka lebih
tinggi. Sedang Jyoti Ranjan Mishra, dari kasta Brahma Maithili,
dengan senang hati menerima Rekha yang cakep kayak Shakila tadi.
"Kapan pun saya 'kan harus kawin juga," katanya berkilah. "Saya
sekarang bahagia, lagipula orangtua saya tak keberatan." Matanya
berbinar-binar.
Tapi penduduk kota menganggap tindakan itu -- apa pun alasannya
sebagai ancaman. Mereka mengatakan bahwa selama lagi (musim
kawin) jumlah kawin paksa seperti itu meningkat. Keadaan itu
mendorong para orang tua lebih berhati-hati -- misalnya
"memingit" anak-anak lelaki muda mereka di rumah. Juga melarang
mereka menghadiri pesta perkawinan para kenalan. Gawat juga para
bujangan India jadinya.
"Menumt laporan yang dikumpulkan di Monghyr, ada sekitar 200
perkawinan semacam itu dilakukan dengan meminta bantuan
jagoan-jagoan culik," tulis Farand Ahmed. Modus operandi-nya
sama: sebuah gang disewa, dan dibayar sesuai dengan status anak
muda yang bersangkutan. Menurut beberapa sumber, gang seperti
itu juga meminta tambahan bayaran untuk perlindungan setelah
perkawinan berlangsung. Keamanan bagi pengantin baru 'kan perlu.
INSPEKTUR Polisi Ravi Ranjan Prasad mencoba menjelaskan
peristiwa ganjil ini "Soalnya perkawinan sekarang semakin
mahal," katanya menunjuk sebab. Bagi semua pihak, termasuk
polisi, memang sulit menangani masalah sindoor itu --karena
kait-mengait dengan tradisi perbedaan kasta yang begitu menyolok
di sana. "Bagi anak laki-laki dan orang tua yang bersangkutan,
ini memang suatu fait accomply," perwira polisi yang sama
mengaku.
Prasad juga mengakui, sebagian besar kasus tidak dilaporkan
kepada polisi. Apalagi setelah perkawinan diteguhkan dengan
upacara adat dan kedua pihak menutup perkara. Hanya sedikit
orang tua yang mengadu -- barangkali juga yang kebetulan tak
puas. Tapi "tak ada satu pun dapat dilakukan, karena di sini
(India) tak ada peraturan khusus yang mengatur masalah kawin
culik," tutur Ahmed pula.
Marilah dilihat sekedar gambaran mahalnya harga sebuah
perkawinan, yang harus ditanggung oleh pihak perempuan. Umesh
Prasad Singh dari Mokameh berkata: "Setiap 'kategori" anak
laki-laki, terutama dari kasta atas, punya harga berbeda. Jika
ia seorang pegawai tingkat IV, ia bernilai Rs. 25. 000 ke atas.
Jika mahasiswa kedokteran atau teknik harganya bisa 1 lakh, dan
jika ia Klas I atau IAS atau IPS, calon mertua akan menyerahkan
cek yang belum diisi." Berapa mau, tinggal tulis. Bukan main.
Bagaimanapun, permintaan untuk mahasiswa kedokteran dan teknik
sangat tinggi. Karena itulah orang menganggap lebih murah jika
menculik saja calon yang dikehendaki. Tentu saja mahar tetap
harus disediakan, tapi 'kan menurut kesanggupan.
Amarendra Kumar Mishra, ayah gadis Rekha yang kawin dengan Jyoti
itu, bisa diminta komentarnya oleh India Today. Katanya:
"Soalnya "orangtua anak laki-laki itu minta 1 lakh sebagai
mahar. Jadi kami memilih jalan sendiri."
Penduduk setempat juga mengatakan, permintaan mahar yang sangat
kelewat adalah alasan utama di belakang penculikan bujang-bujang
karyawan Perusahaan Tembakau India. Dan itu sudah merupakan
peristiwa biasa.
Penyelidikan polisi sendiri menyingkapkan, gelombang baru kawin
culik itu berlangsung di distrik-distrik Monghyr, Sadar dan
Lakhisarai -- umumnya dilakukan oleh kasta atas Bhumihar dan
kasta menengah Yadav. Di Lakshirai, Deputi Inspektur Polisi
Grijanandan Sharma berkata: "Belakangan ini tiga kasus telah
dilaporkan tak tahunya, itu ternyata juga dilakukan di
distrik-distrik tetangga, Begusarai dan Nalanda. Tindak
kejahatan macam ini ternyata mulai menyebar ke mana-mana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini