Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kawin todong di india

Kasus kawin todong di india sering terjadi di distrik monghyr dan daerah sekitarnya. pekerjaan ini dilakukan oleh jagoan-jagoan sewaan yang disebut marriage mercenaries. (sel)

10 Juli 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI cerita tentang Jainandan Kumar, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan putra petani kaya Muksaspur, di Kota Monghyr, negara bagian Bihar, India. Tanggal 26 April yang lalu ia bermaksud pergi ke sebuah pesta kawin, di Desa Launaparasa yang jauh. Dengan gembira, dan tak awas nasib apa memperangkap di hadapannya, ia berjalan melenggang bersama seorang sahabat. Tiba-tiba empat orang bersenjata menghadang mereka. "Jangan berteriak. Ikuti kami." Dengan menggigil Kumar menurut. Ia digiring ke sebuah rumah besar dan mewah. Diperlakukan bagai anak raja. Tapi dilarang bicara. Di bawah todongan senjata api, anak muda yang bermuka kurus manis ini disuguhi gula-gula dan serbat minuman khas India. Diminta pula mengganti pakaian yang sudah disediakan. Malam pun datang. Dan dengan ramah orang-orang bersenjata api itu mengatakan, ia -- ya, Kumar -- harus segera kawin. "Tindakan apa pun yang menolak atau melawan bisa mengakibatkan anda mati," kata mereka. Tentu saja tak ada jalan lain bagi Kumar selain menurut. "Tapi harus ada beberapa temanku hadir dalam perkawinan saya," ia memohon. Jadi. "Mereka (teman-teman Kumar) di bawa ke perhelatan itu di bawah todongan senjata api," kata Farzand Ahmed yang melaporkan kasus ini dalam majalah India Today. Dan perkawinan unik itu pun berlangsung hikmat, di tengah jeritan terompet dan senjata api yang dikokang. Esok paginya Kumar dikirim pulang -- disertai Anjana, istri yang dipaksakan kepadanya. "Lengkap dengan upacara adat dan uang mahar," kata Ahmed. Kasus Jainandan Kumar bukan satu-satunya kasus kawin todong di anak benua itu. Bipin Kumar Singh, 17 tahun, putra seorang pengawas stasiun PN Damri-nya India, bernama Ranjee Singh, 13 Mei yang lalu juga diculik. Juga di bawah todongan senjata api. Penculikan berlangsung di sebuah gedung bioskop di Desa Indrukh, dan "ia dipaksa kawin dengan Premlata, 13 tahun, putri Puna Singh, pegawai Jawatan Kereta Api," tutur wartawan Farzand Ahmed. 'Nak muda berkumis a la Raj Kapoor ini oleh penculiknya diberi sepasang pakaian baru, sebuah jam tangan, berikut ancaman mati. Sehari sebelumnya, Jyoti Ranjanul Mishra, mahasiswa tahun pertama Fakultas Teknik Madras, datang ke kota Monghyr dari tempat kelahirannya di Surajgarh untuk menemui seorang kenalan. Begitu tiba dengan segera ia diikuti beberapa orang dan digiring ke rumah Laxikant Mishra, seorang wartawan (ha!) lokal, bahkan berjabatan ketua persatuan wartawan setempat di Bihar. Anak muda gagah itu dipaksa mengikat tali perkawinan dengan Rekha, siswi sekolah yang cantiknya kayak Shakila. Dan bukan hanya itu perkawinan paksa yang terjadi di Distrik Monghyr dan daerah sekitar -- yang sering dirundung tindak kriminal itu. "Pekerjaan tercela ini dilakukan oleh jagoan-jagoan sewaan yang disebut 'marriage mercenaries'," kata Ahmed. Ketiga kasus ini membuktikan betapa tidak adanya jaminan hukum di kawasan itu. Epilog perkawinan todongan ini sama menariknya: Jainandan, dan orangtuanya, ternyata dapat menerima mempelai wanita begitu mahar mereka terima. (Di sana yang memberi mahar memang pihak perempuan). Persoalan pun dianggap selesai. Tapi sebaliknya, Bipin Kumar dan orangtuanya menolak -- karena kasta mereka lebih tinggi. Sedang Jyoti Ranjan Mishra, dari kasta Brahma Maithili, dengan senang hati menerima Rekha yang cakep kayak Shakila tadi. "Kapan pun saya 'kan harus kawin juga," katanya berkilah. "Saya sekarang bahagia, lagipula orangtua saya tak keberatan." Matanya berbinar-binar. Tapi penduduk kota menganggap tindakan itu -- apa pun alasannya sebagai ancaman. Mereka mengatakan bahwa selama lagi (musim kawin) jumlah kawin paksa seperti itu meningkat. Keadaan itu mendorong para orang tua lebih berhati-hati -- misalnya "memingit" anak-anak lelaki muda mereka di rumah. Juga melarang mereka menghadiri pesta perkawinan para kenalan. Gawat juga para bujangan India jadinya. "Menumt laporan yang dikumpulkan di Monghyr, ada sekitar 200 perkawinan semacam itu dilakukan dengan meminta bantuan jagoan-jagoan culik," tulis Farand Ahmed. Modus operandi-nya sama: sebuah gang disewa, dan dibayar sesuai dengan status anak muda yang bersangkutan. Menurut beberapa sumber, gang seperti itu juga meminta tambahan bayaran untuk perlindungan setelah perkawinan berlangsung. Keamanan bagi pengantin baru 'kan perlu. INSPEKTUR Polisi Ravi Ranjan Prasad mencoba menjelaskan peristiwa ganjil ini "Soalnya perkawinan sekarang semakin mahal," katanya menunjuk sebab. Bagi semua pihak, termasuk polisi, memang sulit menangani masalah sindoor itu --karena kait-mengait dengan tradisi perbedaan kasta yang begitu menyolok di sana. "Bagi anak laki-laki dan orang tua yang bersangkutan, ini memang suatu fait accomply," perwira polisi yang sama mengaku. Prasad juga mengakui, sebagian besar kasus tidak dilaporkan kepada polisi. Apalagi setelah perkawinan diteguhkan dengan upacara adat dan kedua pihak menutup perkara. Hanya sedikit orang tua yang mengadu -- barangkali juga yang kebetulan tak puas. Tapi "tak ada satu pun dapat dilakukan, karena di sini (India) tak ada peraturan khusus yang mengatur masalah kawin culik," tutur Ahmed pula. Marilah dilihat sekedar gambaran mahalnya harga sebuah perkawinan, yang harus ditanggung oleh pihak perempuan. Umesh Prasad Singh dari Mokameh berkata: "Setiap 'kategori" anak laki-laki, terutama dari kasta atas, punya harga berbeda. Jika ia seorang pegawai tingkat IV, ia bernilai Rs. 25. 000 ke atas. Jika mahasiswa kedokteran atau teknik harganya bisa 1 lakh, dan jika ia Klas I atau IAS atau IPS, calon mertua akan menyerahkan cek yang belum diisi." Berapa mau, tinggal tulis. Bukan main. Bagaimanapun, permintaan untuk mahasiswa kedokteran dan teknik sangat tinggi. Karena itulah orang menganggap lebih murah jika menculik saja calon yang dikehendaki. Tentu saja mahar tetap harus disediakan, tapi 'kan menurut kesanggupan. Amarendra Kumar Mishra, ayah gadis Rekha yang kawin dengan Jyoti itu, bisa diminta komentarnya oleh India Today. Katanya: "Soalnya "orangtua anak laki-laki itu minta 1 lakh sebagai mahar. Jadi kami memilih jalan sendiri." Penduduk setempat juga mengatakan, permintaan mahar yang sangat kelewat adalah alasan utama di belakang penculikan bujang-bujang karyawan Perusahaan Tembakau India. Dan itu sudah merupakan peristiwa biasa. Penyelidikan polisi sendiri menyingkapkan, gelombang baru kawin culik itu berlangsung di distrik-distrik Monghyr, Sadar dan Lakhisarai -- umumnya dilakukan oleh kasta atas Bhumihar dan kasta menengah Yadav. Di Lakshirai, Deputi Inspektur Polisi Grijanandan Sharma berkata: "Belakangan ini tiga kasus telah dilaporkan tak tahunya, itu ternyata juga dilakukan di distrik-distrik tetangga, Begusarai dan Nalanda. Tindak kejahatan macam ini ternyata mulai menyebar ke mana-mana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus