Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Menghidupkan potongan kertas

Yasuhiro sano, 54, direktur kepala asosiasi origami di jepang, membuka pameran dan mendemonstrasi beberapa cara melipat kertas, di pusat kebudayaan jepang di jakarta. (sr)

10 Juli 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JANGAN sembarang membuang kertas. Sebab potongan-potongannya dapat menjelmakan kerbau, gajah, burung parkit, bunga, atau sepatu. Syaratnya, "Bila anda mempelajari origami," -- atau seni melipat kertas, kata Yasuhiro Sano, 54 tahun. Ia, yang memberi peringatan itu, berada di Jakarta dan Medan, 29 Juni hingga 7 Juli, adalah Direktur Kepala Asosiasi Origami di Jepang. Bersama seorang pembantunya, Nona Takao, mereka membuka pameran karya origami. Juga mendemonstrasikan beberapa cara melipat kertas di Pusat Kebudayaan Jepang, Proyek Perintis Sekolah Pembangunan IKIP Jakarta, SLB Santi Rama, dan Taman Kebudayaan Medan. Seni melipat kertas yang sesungguhnya sudah dikenal di Indonesia, ternyata mempunyai riwayat dan liku-liku yang tidak sederhana. Pada pertengahan abad ke-6, ketika seorang pendeta Budha menyebarkan cara pembuatan kertas dari Cina ke Jepang lewat Korea, kala itulah diduga mulai muncul origami. Tentu saja waktu itu kertas masih jarang dibuat dan harganya mahal. Maka origami hanyalah dibuat untuk keperluan-keperluan besar, misalnya pada upacara keagamaan Sinto. Tatkala pabrik-pabrik kertas mulai bermunculan, origami pun mulai memasyarakat. Tapi tetap berfungsi sebagai bagian dari upacara keagamaan. Yang sampai kini masih dipercaya sejumlah orang Jepang, ialah memasang origami burung bangau di atas pintu rumah. Katanya, ini akan membawa banyak rezeki dan panjang umur bagi penghuni rumah itu. Juga bila seorang perempuan hendak melahirkan, di dalam kamarnya ditaruh origami burung bangau, dengan maksud agar ibu dan anak selamat. Ini barangkali yang menyebabkan origami jenis burung berkaki dan berparuh panjang ini ada banyak variasinya. Buku tentang origami yang pertama kali terbit, pada 1797, berjudul Senbazuru Origata, atau cara melipat kertas juga membentuk seribu bangau. Dan konon, origami bangau dijadikan patokan sebagai origami yang lipatannya khas Jepang. Selain Jepang, Spanyol, Jerman, Korea dan beberapa negara lain telah pula mengembangkan seni melipat kertas. Dengan berkembangnya industri pembuatan kertas, origami berkembang tak hanya digunakan dalam upacara sakral. Muncul satu cabang origami yang disebut yugi origami, origami untuk hiburan. Mulai saat itulah ibu-ibu di rumah dalam waktu senggangnya mengajar anak-anaknya melipat-lipat kertas membentuk anjing, burung atau bunga atau lainnya. Bahkan setelah kertas dijadikan pembungkus, cara melipat dalam origami mempengaruhi cara orang Jepang dalam membungkus. Sejak itu muncullah seniman-seniman origami yang menciptakan bentuk-bentuk baru. Maka origami Jepang pun terkenal di seluruh dunia, mengalahkan seni melipat kertas di negara-negara lain. Untuk memelihara ketrampilan ini, pemerintah Jepang menjadikan origami pelajaran wajib di TK sampai kelas III SD. Meskipun sesungguhnya, orang pertama yang memasukkan seni melipat kertas ke sekolah, adalah orang Jerman, Friedrich Froebel, ketika ia mendirikan TK pertama di abad ke-19. Di Jepang untuk diakui sebagai seniman origami tidak gampang. Syarat pertama, harus sudah menerbitkan buku berisi minimal 70 disain origami baru. Sesudah itu, masih pula ia diuji oleh Asosiasi Origami tentang keaslian ciptaannya, proses penemuannya dan sebagainya. Menurut Yasuhiro telah banyak yang dinyatakan ahli origami, "tapi yang hidup dari membuat origami seperti saya hanya ada 10 orang." Ada tiga kriteria pokok untuk karya origami yang baik. Ialah, lipatan kertas tidak ruwet. Bentuknya mirip dengan obyek yang ditiru, mudah dikenali. Dan, hanya dibuat dari selembar kertas tanpa digunting, atau dijepit, atau dilem. Sebuah karya origami yang lahir dari ahlinya, harganya pun tidak murah. Sekitar 100 ribu Yen (sekitar Rp 300 ribu), kata Yasuhiro. Di Pusat Kebudayaan Jepang, Jakarta, karya-karya Yasuhiro dipamerkan, diletakkan pada sebuah meja sepanjang kira-kira 5 m. Semuanya kecil-kecil, setinggi sekitar 15 cm. Keistimewaan Yasuhiro, menurut pengakuannya sendiri, ia telah menciptakan berbagai origami anjing. Dia pun dikenal pernah menciptakan karya origami besar dari kertas selebar 5,25 m.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus