ISTRI mana yang ikhlas merestui suaminya kawin lagi? Ada. Ini kejadian di Desa Purwokerto, Kecamatan Tayu, sekitar 25 km dari Pati, Jawa Tengah. Cuma harap maklum. Ini adalah adat lokal, yakni ketika si adik lelaki kawin lebih dulu, maka kakaknya yang lelaki, yang disebut kelangkahan, perlu diselamatkan. Ceritanya begini. Susilo, 25 tahun, menikah pada Agustus 1991, hingga kakaknya, Maryono, 28 tahun, harus dinikahkan secara adat dengan Nyai Lasi, janda uzur berusia 65 tahun. "Itu sudah biasa, kok, untuk nyarati adat. Dulu, Pakdenya Maryono waktu kelangkahan adiknya lelaki juga begitu. Pokoknya kawin syarat, gitu," cerita ayah Maryono, Nartoyas, kepada Nunik Iswardhani dari TEMPO. Menurut Nartoyas yang berputra 11 orang itu, keempat kakak Maryono sudah menikah semua. Kalau tidak, berapa yang harus kawin adat dengan nenek tua karena putra nomor enam sudah ngebet menikah? Maryono yang tamatan SMA dan sudah punya pacar cantik, dan hidup di alam modern, ya, bersedia menjalaninya. Maka, ia dinikahkan sehari sebelum adiknya naik pelaminan. Disaksikan keluarga ramairamai, Maryono melamar Nyai Lasi, tetangganya. Waktu melamar dan nikah, kedua mempelai tidak berpakaian pengantin. Untuk janda tua yang lumpuh itu Maryono membawa perangkat lamaran: ketupat, lepet (kue khas Jawa), jambe suroh untuk menyirih, dan setangkap pisang raja, serta mas kawin tunai Rp 1.000. Setelah upacara adat selesai, Nyai Lasi sah jadi istri Maryono. Namun anehnya, pihak suami tak wajib memberi nafkah. "Sebab, cuma kawin syarat. Yang ngirimi uang tiap bulan, ya, anakanaknya yang tinggal di kota," kata Maryono. Dalam beristri itu toh Maryono tetap pacaran dengan Yati, pacarnya sejak SMA. Dia juga tidak serumah dengan Nyai Lasi. Ketika karyawan bagian administrasi radio PST FM Pati itu merasa tiba waktunya, maka akhir April lalu ia menyatakan siap menikah dengan Yati. Berarti ia harus cerai lebih dulu dengan Nyai Lasi. Kali ini upacaranya lebih berat. Yaitu, selain memberi uang cerai Rp 1.000 dan setangkap pisang raja, Maryono harus membawa sepikul kayu bakar sambil berjalan kaki dari rumahnya ke rumah istrinya, berjarak seratus metr. Itu dilakukan sore hari, dan ditonton tetangganya. "Kalau pilih janda tua yang rumahnya jauh, kan capek saya ngangkut kayu bakarnya," kata Maryono agak terengahengah. Padahal, malamnya ia akan naik pelaminan dengan Yati. Tiba giliran menjatuhkan cerai, Maryono mengatakan kepada Nyai Lasi, "Nyi, dino iki sampeyan tak cere, yo. (Nyi, hari ini kamu saya ceraikan, ya)." Si istri yang terbaring lumpuh dengan tulus menyahut, "Yo, sing apik karo bojomu, yo. (Ya, baikbaik sama istrimu, ya)." Menarik pula dicatat, menurut adat lokal, jika kakak lelaki dilangkahi adik wanita, tak jadi soal. Yang jadi soal adalah bila seorang pemudi dilangkahi oleh adik wanita maupun adik lelakinya, karena dia harus menjalani kawin adat dengan seorang duda tua yang dianggap uzur. Ha, urusan bisa rumit. Sebab, bisabisa si duda yang sepintas tampak asma, ternyata malah punya asmara yang berkobar. Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini