Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Buyung bingung

Buyung dalimunte dijauhi keluarga dan tetangganya. karena warung yang disewakan di desa bandardurian, labuhan batu, sumut, dijadikan sarang pelacur. setelah mengusir penyewa, warung dibakar.

6 Juni 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WARUNG di tepi jalan sering disulap bagai surga buatan. Tidak terkecuali tujuh warung yang disewakan Buyung Dalimunte, 52 tahun, di Desa Bandardurian, Kecamatan Aek Natas, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara. Seharihari warung itu disinggahi sopir atau pekerja kilang papan. Menurut ayah yang tak tamat SD itu, dalam perjanjian sewa disebutkan, warung tak boleh dijadikan sarang pelacuran. Namun, dua tahun lalu isi warung bukan sekadar nasi, juga ada minuman keras dan "barang lunak" alias cewek nakal. Buyung yang punya kios rokok tak jauh dari situ, katanya, berusaha menegur mereka. Namun tanpa hasil. Lantaran malu pada si penyewa, Buyung malah membuka peluang bagi penduduk setempat untuk menjulukinya sebagai pelindung warung maksiat. Gelar tak sedap ini merebak juga ke permukimannya di Dusun Kongsienam, 2 km dari lokasi warung tersebut. Bukan sekadar tetangganya yang menjauhinya, tapi terlebih keluarganya sendiri unjuk rasa setahun terakhir ini. "Mereka menuduhku beroleh uang maksiat," kata lelaki gemuk itu. Dicobanya membela diri, toh istri dan anaknya tetap menolak uang yang diberikannya. "Sampaisampai anakku yang sekolah di Medan pun menolak kiriman uang," kata ayah sebelas anak itu. Anaknya yang terkecil baru dua tahun. "Memang, saya tak mau diberi uang oleh Ayah. Biarlah hasil warungnya itu buat Ayah sendiri," kata Masdalina. Gadis 17 tahun ini sekolah di madrasah aliyah di Medan. Sejak sang ayah membuka warung itu, ibunya bekerja mengambil batu di sungai dibantu adiknya. Dari situ ibunya membelanjai rumah tangganya. Meski jarang pulang, Buyung mengaku tak pernah enak tidur. "Untuk apa kita cari uang kalau dijauhi keluarga," katanya kepada Affan Bey Hutasuhut dari TEMPO. Itu sebabnya, agar tak bingung berlarutlarut, akhir April lalu, bulat sudah tekadnya untuk minta para penyewa warung angkat kaki. Lalu, disaksikan penduduk setempat dan dibantu tiga kawannya, Buyung membakar sendiri bangunan papan beratap rumbia di areal 500 mu22 itu. Setelah kejadian ini, katanya, keluarganya baru percaya padanya. Meski lumayan juga ruginya jika dihitung biaya per warung Rp 1 juta, ia mengaku puas. "Malunya itu, lo. Saya di kampung dikenal sebagai pendiri masjid dan madrasah," kata Buyung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus