IDE mendirikan arena ilmu pengetahuan di Ancol, Jakarta Utara,
memang tidak orisinal. Gubernur DKI, Tjokropranolo, pertama kali
tertarik ketika menyaksikan arena serupa itu di Filipina dan
Kanada -- tentu saja jauh lebih lengkap dibanding yang ada di
Ancol sekarang.
Dengan adanya arena ilmu pengetahuan ini, menurut Tjokro, warga
Jakarta bisa belajar sambil mengembangkan serta menggunakan ilmu
itu. Untuk semua itu, minat harus ditumbuhkan lebih dulu dengan
cara melihat dan mempraktekkannya di arena yang ada di Ancol,
kata Tjokro. "Yang jelas untuk menambah ketrampilan," tambah Ir.
Budi Priambodo, kepala pelaksana arena itu.
Menempati lokasi seluas 122,5 m2, bersebelahan dengan lokasi
Pasar Seni II. Arena ini masih sangat sederhana dan terkesan
seakan-akan pameran sementara. Ada empat bangunan cukup kokoh
dari kayu tanpa dinding. Pada bangunan itulah, peralatan yang
masih amat terbatas, baru 23 macam, disusun. Agak acak-acakan
dan terasa dijejalkan.
Alat-alat elektronik dan gelas-gelas tabung yang gampang rusak
atau patah, ditempatkan di tengah ruangan. Pengunjung tinggal
memperhatikan secara berkeliling. Barang-barang yang tak mudah
rusak diletakkan di pojok atau cukup digantungkan pada tiang.
Pengunjung perlu hati-hati agar tidak menyenggol alat-alat yang
diperagakan.
Sebagian alat peraga ini adalah hasil sumbangan berbagai pihak
-- seperti Lembaga Instrumentasi Nasional (LINLIPI), PLN,
Yayasan Dharma Bhakti ASTRA. Secara periodik alat-alat akan
diganti supaya tak membosankan pengunjung.
Dirkoro
Beberapa alat yang ada merupakan peragaan pelajaran yang
diperoleh di sekolah. Misalnya pembangkit muatan listrik statis
dengan gesekan, yaitu melalui gesekan pada pita karet yang tak
berujung pangkal. Muatan listrik ditangkap oleh sebuah jarum,
lalu disalurkan ke bola logam penghimpun muatan listrik. Pada
muatan tertentu, akan terjadi loncatan elektron ke bola lain
yang tak bermuatan listrik yang dihubungkan ke tanah.
Di samping pada alat peraga ada penunjuk cara kerja, bagi
pengunjung juga disediakan guide --sementara ini baru tersedia
dua orang. Itu pun diakui asisten manajer Pasar Seni Ancol,
Waluyo, masih 'kurang sempurna' karena belum dikursus dan hanya
diberi pedoman dasar.
Sebagai contoh, ketika ada pertanyaan pengunjung mengapa pita
pembangkit muatan listrik statis terbuat dari karet -- bukan
dari kain? Dirkoro, lulusan STM yang menjadi salah seorang
guide, tak bisa menjawab. "Wah, saya juga belum tahu," katanya.
Dirkoro memang sudah dipesan bila ada pertanyaan yang tak bisa
ia jawab, lebih baik mengaku tidak tahu. Sebab kalau mereka-reka
malah dapat menyesatkan. "Kebanyakan orang hanya ingin
membuktikan, apakah benar," kata Dirkoro. Dan bila benar, lalu
mengangguk-angguk.
Sistematik diagram tv berwarna juga diperagakan. Tapi alat ini
agaknya hanya untuk pajangan. Sebab di arena ini tak ada ahli
yang tahu cara kerjanya, juga guide yang ada masih awam.
Sehingga pengunjung melihat diagram ini sambil lewat saja.
Potongan mobil Fiat cukup diminati. Bagaimana cara kerja mesin
mobil ini terlihat dengan jelas. Ada lagi prinsip motor listrik
yang berguna untuk mengubah energi listrik menjadi energi
mekanik. Dasar kerjanya elektro magnit dan sifat magnit. Bagian
yang tetap berisi magnit permanen, sedang bagian yang berputar
(kumparan) berisi magnet tidak permanen. Begitu kumparan dialiri
listrik, kedua ujung besi berani akan saling tolak dan
terjadilah energi mekanik itu.
Yang banyak menyedot pengunjung adalah: maket dan proses Pusat
Listrik Tenaga Panas Bumi. Bagaimana tenaga panas bumi ini
disalurkan untuk menggerakkan turbin, menghidupkan generator dan
melahirkan listrik. Pengunjung yang mampir di bagian ini,
"terutama anak-anak STM," kata Dirkoro.
Soal penyempurnaan isi dan tenaga ide dilakukan sambil jalan.
"Yang pokok dibuka dulu, penyempurnaan sambil jalan," kata
Waluyo. Dalam bulan ini juga akan ada pertemuan dengan para
penyumbang alat peraga untuk penyempurnaan itu. Lebih-lebih
karena Gubernur Tjokropranolo berjanji arena ilmu pengetahuan
serupa itu kelak bukan hanya di Ancol saja, juga di seluruh
Jakarta.
Pengunjung arena ini melimpah pada malam Minggu dan hari libur.
Bayaran hanya dipungut sekali, pada saat masuk Taman Impian Jaya
Ancol. "Kalau pengunjung kami layani terus, bisa sampai jam satu
malam," kata Dirkoro. Padahal, arena ilmu pengetahuan ini mesti
tutup pukul 10 malam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini