Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Serbuan Malam Ulat-Ulat

Perkebunan jambu di Pasar Minggu, Jakarta hancur di serbu ulat trabala pallida. menurut Mohammad Amir karena penggunaan pestisida yang berlebihan. kerugian ditaksir 1-2 juta sehari.

6 September 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENJELANG tengah malam, bunyi gumam suram menggeletar di udara. Seperti jutaan lebah terbang mendatangi, berbareng dengan gerimis. Tapi tak mungkin lebah, dan tak ada gerimis. Apa yang terjadi? Esoknya, para petani di Kecamatan Tanjung Barat, Pasar Minggu, Jakarta baru tahu berjuta-juta ulat yang ganas dan bikin gatal rupanya telah menyerang 80 hektar perkebunan jambu klutuk (psidium guajava) mereka. Dalam waktu yang tak berapa lama-serangan itu mula-mula datang awal pekan kedua Agustus --perkebunan jambu yang subur itu pun hancur. Bintik-bintik yang mula-mula nampak di daun dengan cepat berubah jadi ulat kecil. Pada gilirannya bayi-bayi jenis trabala pallida ini menjadi dewasa, lalu menggerogoti daun, bahkan juga buah. Sembilan rukun tetangga ranggas, dengan kecepatan pengrusakan yang kadang mencapai satu hektar dalam dua hari. "Tadinya kami kira ulat biasa," kata Nyonya Sukra, seorang petani yang 0,5 ha kebunnya remuk. Ternyata bukan. Kata ibu dari 4 anak yang kemudian mengungsi selama 10 hari itu, dengan seram: "Kami takut, makin dibunuh, mereka makin datang." Sehabis menggasak daun, para penyerbu yang berwarna coklat, kuning, hitam dengan punggung bergaris itu pun mencoba menerobos rumah, juga kamar tidur. Para petani kontan panik. "Baru kali ini terjadi peristiwa seperti ini: serbuan besar-besaran trabala pallida," kata seorang ahli hama. Kerugian ditaksir mencapai Rp 1 sampai Rp 2 juta sehari. Para petani menghubungkannya dengan kepercayaan lain. Menurut cerita Pos Kota pekan lalu seorang yang "kesurupan" di daerah itu mendapat info dari ruh: perlu korban 50 ekor kambing, 7 macam kembang, 7 macam rujak ..... Dengan atau tanpa kambing & rujak, suasana ekonomi setempat agak dipulihkan sementara. Setelah bencana itu tersiar di pelbagai koran dan bahkan televisi, ribuan orang Jakarta datang menengok --dan tempat itu jadi pusat turisme tiba-tiba. Tukang parkir, penjual makanan dan minuman, memanfaatkan para pengunjung yang menonton perkebunan yang jadi gundul itu. Tanda mata yang dibawa pulang: sebungkus ulat, dalam kantung plastik. Tapi ada juga pengunjung yang menangis, melihat tamasya yang seperti musim gugur yang aneh itu. Sementara itu para petani mencoba melawan para penyerbu dengan obat semprot anti hama, jenis basudin. Dinas Pertanian DKI Jakarta juga mengirim 10 petugas penyemprot, dan menyediakan dua ton basudin yang dapat diperoleh gratis dari kecamatan. Hasilnya belum diketahui dengan pasti. Seperti dikatakan Ir. Jusuf Lengah, Kepala Dinas Pertanian Pemerinta DKI Jakarta yang Jumat yang lalu diganti oleh Ir. Sri Soesilo Rini-Soerojo, ulat trabala pallida "berkembang biak seperti deret ukur" selama tiga minggu. Tambah Jusuf Lengah "Bayangkan saja, dalam waktu 9 bulan satu ekor ulat jenis itu bisa jadi 4 juta." Maka penyemprotan yang sekarang akan diusahakan selama tiga minggu tanpa henti, agar sampai telur ulat pun ikut musnah sebelum berubah. Tapi dapatkah ledakan hama yang ke dua dihindarkan sama sekali? Kalangan Dinas Pertanian sendiri ragu. Bahkan seorang ahli ilmu serangga menyangsikan perlunya penyemprotan di Pasar Minggu. Mohammad Amir, sarjana entomologi (ilmu serangga) di Museum Zoologi Bogor menganggap digunakannya pestisida buat melawan hama di perkebunan jambu itu "menyedihkan. " Katanya kepada wartawan TEMPO Bachrun Suwatdi: "Mereka kurang memikirkannya dengan hati dingin." Mohammad Amir, yang juga jadi dosen entomologi dan ekologi di Fakultas Biologi Universitas Nasional, justru melihat penyebab ledakan ulat yang mengejutkan di daerah hijau Jakarta itu akibat penggunaan pestisida yang berlebihan. Akibatnya "pengaturan alamiah yang tidak seimbang." Ulat-ulat itu memang punya musuh alamiah pada tiap fase perkembangannya, sejak dari telur sampai dengan kepompong serta kupu-kupu. Musuh-musuh itu -- burung, kumbang dan lebah kecil -- kini habis. Selain hal itu, ada perkembangan lain: "Pembangunan gedung-gedung modern di Jakarta menyebabkan banyak hewan pemakan serangga menghilang," kata Mohammad Amir. Lagu Papaya Pasar Minggu memang bukan lagi daerah yang dulu terbayang bagaikan kebun luas dan lebat. Lagu Papaya, yang hampir dua puluh tahun yang lalu terkenal, dan menyebut Pasar Minggu seakan-akan udik penyedia buah-buahan bagi Jakarta, kini terasa janggal: Pasar Minggu telah hampir penuh rumah dan kuyup disemprot knalpot. Menghadapi semua itu, apa daya? Basudin, yang kini dipergunakan melawan ulat di perkebunan jambu itu secara tergopoh-gopoh -- dan sangat bersemangat --bahkan diakui para ahli mengandung bahaya lebih besar. Apalagi konsentrasinya kini ditambah, jadi 4 cc tiap liter air, guna memperoleh hasil yang cepat. Ahli serangga seperti Mohammad Amir justru cenderung membiarkan ulat itu tanpa disemprot. Ia melihat bahayanya tak seperti wereng. Toh di musim hujan nanti daun jambu akan tumbuh lagi. Jalan panjang yang lebih aman biasanya memang dengan pengendahan biologis. Misalnya bakteri jenis bacillus tburingiensis dapat dicampur dengan air dan dipakai untuk menyebarkan penyakit kepada ulat, hingga mati, sementara serangga lain tak terganggu. Pestisida sudah diketahui justru bisa membikin generasi ulat yang tak mati akan jadi lebih kebal. Tapi melihat petani yang panik, dan ulat yang menakutkan itu, jalan panjang memang bisa dianggap tidak peduli. Meskipun para petani sendiri juga suka memilih metode yang sabar: kenduri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus