Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ke Ancol Sambil Bertanya

Peresmian arena ilmu pengetahuan di ancol, ide dari gubernur cokropranolo. menempati lokasi 122,5 m2 bertujuan supaya warga jakarta dapat belajar sambil mengembangkan serta memanfaatkan ilmu tersebut.

6 September 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IDE mendirikan arena ilmu pengetahuan di Ancol, Jakarta Utara, memang tidak orisinal. Gubernur DKI, Tjokropranolo, pertama kali tertarik ketika menyaksikan arena serupa itu di Filipina dan Kanada -- tentu saja jauh lebih lengkap dibanding yang ada di Ancol sekarang. Dengan adanya arena ilmu pengetahuan ini, menurut Tjokro, warga Jakarta bisa belajar sambil mengembangkan serta menggunakan ilmu itu. Untuk semua itu, minat harus ditumbuhkan lebih dulu dengan cara melihat dan mempraktekkannya di arena yang ada di Ancol, kata Tjokro. "Yang jelas untuk menambah ketrampilan," tambah Ir. Budi Priambodo, kepala pelaksana arena itu. Menempati lokasi seluas 122,5 m2, bersebelahan dengan lokasi Pasar Seni II. Arena ini masih sangat sederhana dan terkesan seakan-akan pameran sementara. Ada empat bangunan cukup kokoh dari kayu tanpa dinding. Pada bangunan itulah, peralatan yang masih amat terbatas, baru 23 macam, disusun. Agak acak-acakan dan terasa dijejalkan. Alat-alat elektronik dan gelas-gelas tabung yang gampang rusak atau patah, ditempatkan di tengah ruangan. Pengunjung tinggal memperhatikan secara berkeliling. Barang-barang yang tak mudah rusak diletakkan di pojok atau cukup digantungkan pada tiang. Pengunjung perlu hati-hati agar tidak menyenggol alat-alat yang diperagakan. Sebagian alat peraga ini adalah hasil sumbangan berbagai pihak -- seperti Lembaga Instrumentasi Nasional (LINLIPI), PLN, Yayasan Dharma Bhakti ASTRA. Secara periodik alat-alat akan diganti supaya tak membosankan pengunjung. Dirkoro Beberapa alat yang ada merupakan peragaan pelajaran yang diperoleh di sekolah. Misalnya pembangkit muatan listrik statis dengan gesekan, yaitu melalui gesekan pada pita karet yang tak berujung pangkal. Muatan listrik ditangkap oleh sebuah jarum, lalu disalurkan ke bola logam penghimpun muatan listrik. Pada muatan tertentu, akan terjadi loncatan elektron ke bola lain yang tak bermuatan listrik yang dihubungkan ke tanah. Di samping pada alat peraga ada penunjuk cara kerja, bagi pengunjung juga disediakan guide --sementara ini baru tersedia dua orang. Itu pun diakui asisten manajer Pasar Seni Ancol, Waluyo, masih 'kurang sempurna' karena belum dikursus dan hanya diberi pedoman dasar. Sebagai contoh, ketika ada pertanyaan pengunjung mengapa pita pembangkit muatan listrik statis terbuat dari karet -- bukan dari kain? Dirkoro, lulusan STM yang menjadi salah seorang guide, tak bisa menjawab. "Wah, saya juga belum tahu," katanya. Dirkoro memang sudah dipesan bila ada pertanyaan yang tak bisa ia jawab, lebih baik mengaku tidak tahu. Sebab kalau mereka-reka malah dapat menyesatkan. "Kebanyakan orang hanya ingin membuktikan, apakah benar," kata Dirkoro. Dan bila benar, lalu mengangguk-angguk. Sistematik diagram tv berwarna juga diperagakan. Tapi alat ini agaknya hanya untuk pajangan. Sebab di arena ini tak ada ahli yang tahu cara kerjanya, juga guide yang ada masih awam. Sehingga pengunjung melihat diagram ini sambil lewat saja. Potongan mobil Fiat cukup diminati. Bagaimana cara kerja mesin mobil ini terlihat dengan jelas. Ada lagi prinsip motor listrik yang berguna untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik. Dasar kerjanya elektro magnit dan sifat magnit. Bagian yang tetap berisi magnit permanen, sedang bagian yang berputar (kumparan) berisi magnet tidak permanen. Begitu kumparan dialiri listrik, kedua ujung besi berani akan saling tolak dan terjadilah energi mekanik itu. Yang banyak menyedot pengunjung adalah: maket dan proses Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi. Bagaimana tenaga panas bumi ini disalurkan untuk menggerakkan turbin, menghidupkan generator dan melahirkan listrik. Pengunjung yang mampir di bagian ini, "terutama anak-anak STM," kata Dirkoro. Soal penyempurnaan isi dan tenaga ide dilakukan sambil jalan. "Yang pokok dibuka dulu, penyempurnaan sambil jalan," kata Waluyo. Dalam bulan ini juga akan ada pertemuan dengan para penyumbang alat peraga untuk penyempurnaan itu. Lebih-lebih karena Gubernur Tjokropranolo berjanji arena ilmu pengetahuan serupa itu kelak bukan hanya di Ancol saja, juga di seluruh Jakarta. Pengunjung arena ini melimpah pada malam Minggu dan hari libur. Bayaran hanya dipungut sekali, pada saat masuk Taman Impian Jaya Ancol. "Kalau pengunjung kami layani terus, bisa sampai jam satu malam," kata Dirkoro. Padahal, arena ilmu pengetahuan ini mesti tutup pukul 10 malam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus