Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Surat-surat dengan Mangkunegara VII

JAAP Kunts akrab dengan Mangkunegara VII  karena keduanya punya gairah yang sama terhadap budaya Jawa.

18 Januari 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aria Mangkunegara VII.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK hanya tekun meriset musik tradisi Indonesia, Jakob “Jaap” Kunst juga rajin surat-menyurat dengan para koleganya. Perpustakaan Universiteit van Amsterdam menyimpan sekitar 8.500 surat korespondensi Kunst pada 1920-1940. Di antaranya surat dengan guru Kunst, Erich Moritz von Hornbostel; epigrafis R. Goris; komposer Jan Brandt Buys; peneliti Arnold Bake; arkeolog Willem Frederik Stutterheim, serta peneliti dan jurnalis Claire Holt.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kunst juga rutin bersurat dengan lembaga yang kantornya kelak menjadi Museum Nasional, Koninklijk Bataviaasch Genootschaap van Kunsten en Wetenschappen. “Yang dibahas soal penerbitan bukunya, tawaran pembelian alat musik, usul penulisan artikel, laporan kegiatan, undangan acara lembaga, serta surat pengangkatan Kunst sebagai kurator di sana,” kata Kepala Bidang Pengkajian dan Pengumpulan Museum Nasional sekaligus kurator pameran “Melacak Jejak Jaap Kunst: Suara dari Masa Lalu”, Nusi Lisabilla Estudiantin, saat ditemui di Jakarta, Jumat, 10 Januari lalu. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adapun sejawat Kunst di Indonesia yang berkorespondensi dengannya adalah kurator penggantinya di Museum Nasional, Karl Halusa; seniman sekaligus arsitek asal Yogyakarta, Raden Mas Jayadipura; bangsawan Hoessein Djajadiningrat; dan penguasa Kadipaten Mangkunegaran, Mangkunegara VII (1916-1944). Mangkunegara VII adalah penasihat organisasi pelajar Jong Java. Pada 1913, dia kuliah sastra Jawa di Universiteit Leiden selama dua tahun. Mangkunegara VII juga mendirikan Cultuur-Wijsgeerige Studiekring (Lingkar Studi Filosofi Budaya) serta Java Instituut, lembaga yang berfokus memajukan kebudayaan Jawa, Madura, dan Bali.

Menurut Nusi, Mangkunegara VII akrab dengan Kunst karena keduanya punya gairah yang sama terhadap karya seni, terutama kebudayaan Jawa. Kesamaan minat itu terbaca dari korespondensi keduanya, yang sering membahas gamelan. “Mangkunegara VII memang cinta musik dan punya kekhawatiran akan lunturnya budaya Jawa. Di satu sisi, Kunst, yang orang Eropa, juga peduli dan punya kecemasan sama,” ucap Nusi. Sedangkan di mata pemerintah kolonial, Mangkunegara VII dianggap terlalu maju dan terkesan semaunya. “Dia sangat idealis dan ingin membebaskan budaya Jawa dari pengaruh Eropa.” 

Dalam berkorespondensi, baik Kunst maupun Mangkunegara VII memakai bahasa Belanda nonformal. Begitu pula bahasannya. Pernah suatu kali pada 1921 Mangkunegara VII mengundang Kunst ke Istana untuk peringatan 35 hari kelahiran putrinya, Siti Noeroel Kamaril Ngasarati Kusumawardhani alias Gusti Nurul, yang lahir pada 1921. Sang Raja mengundang Kunst karena keraton menggelar pertunjukan seni, seperti wayang dan gamelan. 

Setelah itu, beberapa kali Kunst berkunjung ke Puri Mangkunegaran. Kunst juga kadang menyurati Mangkunegara VII untuk menceritakan risetnya, seperti saat ia hendak pergi ke Bali untuk penelitian. Hubungan pertemanan keduanya berlanjut saat Kongres Kebudayaan Jawa III dihelat pada 1921 di Bandung. Dalam acara yang dipelopori Mangkunegara VII itu, Kunst menyampaikan kuliah umum mengenai musik abad ke-8 hingga ke-14. Kunst juga terlibat sebagai pemateri dalam Kongres Kebudayaan V di Surabaya pada 1926. 

Sebaliknya, Kunst membalas penghormatan itu dengan mendedikasikan mahakaryanya yang terbit pada 1934, Music in Java. Dalam buku itu, Kunst menyebutkan Mangkunegara VII punya pendirian teguh dan keberanian menghadapi musuh yang kejam. Bangsawan itu juga dianggap Kunst sebagai kesatria tanpa cela dan rasa takut, juga perwujudan karakter terbaik seorang Jawa tulen.

Dalam lingkar pertemanan ini, ada juga Hoessein Djajadiningrat. Kawan karib Kunst ini menikah dengan Partini, putri Mangkunegara VII dari seorang selirnya. “Dalam salah satu surat, Kunst menitipkan salamnya untuk Partini,” kata Nusi.

ISMA SAVITRI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus