Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksan Tinggi atau Kejati Bali memeriksa tujuh saksi dalam kasus operasi tangkap tangan atau OTT terhadap Bendesa Adat Bali, Ketut Riana, hari ini, Rabu, 8 Mei 2024. Ketut Riana ditangkap atas dugaan memeras investor NA.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Hari ini tujuh orang saksi diperiksa. Baik yang dijadwalkan hari ini maupun saksi berhalangan hadir di hari sebelumnya atau saksi yang diperiksa lanjutan," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana, saat dihubungi melalui aplikasi perpesanan, Rabu, 8 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketujuh saksi yang diperiksa itu berasal dari Bendesa Adat Berawa, Badung, Bali, Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung, dan Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Bali.
Namun, dia belum merincikan berapa orang dari dinas dan berapa Bendesa Adat Berawa yang menjalani pemeriksaan perihal pemerasan dalam kasus investasi tersebut. "Saya belum dapat data detail saksi yang hadir dan diperiksa hari ini," tutur Agus.
Agus menjelaskan, sebelumnya Kejati Bali telah memeriksa lima orang. Kelima orang ini dari dua dinas dan Bendesa Adat Berawa. Pemeriksaan itu berlangsung kemarin, Selasa, 7 Mei 2024. "Yang kemarin sudah diperiksa," ucap dia.
Di Bali, calon investor mesti mendapat rekomendasi dari Bendesa Adat setempat agar bisa menjalankan kegiatan investasi, seperti mendirikan villa, hotel, dan jenis kegiatan lain. Bendesa Adat menjadi penentu lolosnya sebuah izin investasi di kawasan desa wisata dan adat.
Rekomendasi ini nantinya menjadi modal bagi investor untuk mengajukan perizinan ke pemerintah daerah, notaris, mengurus Amdal, dan persyaratan lain.
Dalam kasus ini, Ketut Riana diduga meminta uang pelicin sebesar Rp10 miliar kepada AN agar rekomendasi itu keluar. AN diduga dua kali menyerahkan uang kepada KR. Pertama uang sebesar Rp50 juta, kedua Rp100 juta.
Tanpa rekomendasi dari Bendesa Adat, pemerintah daerah tak bisa memproses perizinan kegiatan investasi di Bali. “Di sini krusialnya. Setiap desa menjadi kewenangannya (Bendesa Adat),” ujar Agus.