Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Menagih Kelanjutan Normalisasi Sungai

Warga bantaran sungai rela angkat kaki asal ganti rugi sesuai.

11 Februari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mobil pemadam kebakaran memompa air luapan dari Kali Ciliwung di Jalan Raya Jatinegara Barat, Jakarta Timur, 8 Februari 2021. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • DKI mengklaim mengalokasikan Rp 1,07 triliun untuk penanganan banjir, termasuk pembebasan lahan proyek normalisasi.

  • Pemerintah Provinsi melanjutkan pembebasan lahan di lima sungai Ibu Kota.

  • DKI menetapkan 118 bidang tahan untuk pembebasan lahan proyek normalisasi Sungai Ciliwung

JAKARTA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali mengumbar janji melanjutkan proyek normalisasi lima sungai di Ibu Kota bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Kali ini, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah DKI, Nasruddin Djoko Surjono, menyatakan telah memasukkan anggaran pengadaan lahan untuk proyek normalisasi di bantaran Sungai Ciliwung, Kali Pesanggrahan, Kali Sunter, Kali Jatikramat, dan Kali Angke.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain di Kali Angke, kata dia, DKI telah memulai pembelian lahan warga di bantaran sungai senilai Rp 340 miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020. “Pada 2021, anggaran pengadaan lahan untuk beberapa lokasi waduk dan Kali Angke mencapai Rp 1,073 triliun,” kata Nasruddin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Program normalisasi dinilai tak sejalan dengan janji kampanye Gubernur DKI Anies Rasyid Baswedan yang anti-penggusuran. Hal ini juga yang membuat Kementerian PUPR hanya bisa menyelesaikan normalisasi di 16 titik dari 33 kilometer panjang badan Sungai Ciliwung yang berada di Ibu Kota.

Pemerintah Provinsi dan Kementerian PUPR berulang kali berselisih pendapat soal program normalisasi dan naturalisasi sungai sebagai bagian dari program penanggulangan banjir Ibu Kota. Padahal Kementerian PUPR, yang kebagian tugas menggarap sembilan dari 13 sungai tersebut, baru bisa bekerja jika DKI sudah ada melakukan pembebasan lahan.

Dalam kurun dua tahun, sejumlah pejabat DKI mengklaim pembebasan lahan untuk kelanjutan normalisasi tetap dijalankan. Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) Juaini Yusuf, misalnya, mengatakan pembebasan lahan terhambat pandemi Covid-19 yang menyusutkan APBD Ibu Kota tahun lalu. DKI kemudian mengajukan pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) hingga Rp 1,2 triliun untuk penanganan banjir. Bahkan, dia melanjutkan, pembebasan lahan di bantaran Kali Jatikramat sudah mencapai tahap pembayaran surat pengakuan hak (SPH).

Berdasarkan data Dinas SDA, DKI juga telah menetapkan 118 bidang tanah yang akan mendapat pembayaran pembebasan lahan di bantaran Sungai Ciliwung. Sejumlah titik tersebut tersebar di empat kelurahan, yaitu Kelurahan Pejaten Timur, Tanjung Barat, Cililitan, dan Balekambang. Nilainya mencapai Rp 669,9 miliar karena mengacu pada nilai jual obyek pajak (NJOP) 2019.

Air memenuhi Sungai Ciliwung di Kampung Pulo, Jakarta, 8 Februari 2021. TEMPO/Subekti.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basoeki Hadimoeljono mengatakan nasib proyek normalisasi Sungai Ciliwung dan lainnya berada di tangan DKI. Menurut dia, pemerintah pusat dan provinsi sudah berulang kali membahas rencana tersebut. Keduanya sependapat bahwa salah satu langkah penanganan banjir adalah pelebaran atau peningkatan daya tampung sungai. "Jadi, tetap Pemprov itu tugasnya membebaskan lahan. Kami membangun. Itu kolaborasi,” kata Basoeki. “Saya tak mau debat (normalisasi atau naturalisasi). Percepatan proyek ini tergantung DKI.”

Masyarakat bantaran sungai pun sudah lelah dengan bencana banjir yang rutin merendam rumah dan perabotan mereka saban musim hujan. Warga Kelurahan Cawang, Puspita, 41 tahun, meminta pemerintah melanjutkan proyek normalisasi yang belum menyentuh permukiman tempat dia tinggal. Menurut Puspita, air Sungai Ciliwung di sisi Rukun Warga 08 selalu meluap ketika terjadi hujan lebat, yang ditambah tingginya debit air kiriman dari hulu.

Lurah Kampung Melayu, Setiyawan, mengatakan mayoritas dari 817 keluarga di kawasan Kebon Pala sangat menginginkan kelanjutan proyek normalisasi. Menurut dia, warga di permukiman tersebut pun lelah karena harus terus membersihkan rumah setelah terendam banjir hingga 100-200 sentimeter.

Saking inginnya terbebas dari banjir, warga rela digusur. Tarmiah, Ketua Rukun Warga 04 Cipinang Melayu, mengatakan mereka tak berkeberatan jika harus angkat kaki dari rumahnya di tepian Kali Sunter. Menurut dia, sejumlah pejabat DKI beberapa kali mengumpulkan warga untuk membicarakan besaran ganti rugi. “Tapi belum ada kabar lagi,” ujarnya.

FRANSISCO ROSARIANS

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus