Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kelas Gratis Para Pemusik

Belajar musik bisa di mana saja dan tak harus mahal! Sejumlah musikus profesional dan terkenal bahkan terjun memberikan kelas musik secara gratis. Walau tak berbayar, materinya tak main-main.

30 Maret 2019 | 00.00 WIB

Beben Supendi Mulyana.
Perbesar
Beben Supendi Mulyana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Sambil memangku gitar Washburn Hollowbody kesayangannya, Beben Supendi Mulyana menyanyikan lagu anak-anak berjudul Bintang Kecil. Tapi ia tak sekadar bernyanyi dan memetik dawai gitar, ia mengubah alunan nada pada lagu karya Daldjono itu menjadi lebih rumit dan lebih enak didengar. "Ini saya mengkombinasikan beberapa nada dasar," ujarnya di hadapan belasan orang yang berkumpul di ruang aula mini di sekolah musik Beben Jazz Music Course di kawasan Juanda, Bekasi, Jawa Barat, Kamis malam lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ia lalu memainkan lagu lain, kali ini All the Things You Are ciptaan Frank Sinatra. Ia menaikkan sedikit tempo lagu. "Lagu ini pakai lima nada dasar," ujar pria yang akrab disapa Beben Jazz itu. Melalui lagu-lagu ini, Beben sedang mencontohkan teknik modulasi atau perpindahan tangga nada dasar. Beben kemudian menuliskan teori dan rumus-rumus tangga nada di papan tulis di sampingnya. Sesekali ia menyinggung sejarah perkembangan musik dari era klasik hingga modern.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Begitulah gambaran kelas atau workshop musik jazz mingguan yang diadakan Beben. Kamis malam lalu adalah pertemuan yang ke-712 kali. Jika dihitung, total sudah 15 tahun workshop ini berjalan.

Sebelumnya, workshop semacam ini biasa ia adakan di rumahnya di Kemayoran, Jakarta Pusat. Tapi, per tahun ini, ia memindahkan lokasinya ke sekolah musik miliknya yang menempati dua lantai sebuah ruko di dekat Stasiun Bekasi. "Supaya menjangkau teman-teman di pinggiran Jakarta."

Beben adalah musikus jazz senior. Selain punya sekolah musik, pria 52 tahun ini adalah pendiri Komunitas Jazz Kemayoran sekaligus dosen musik di Universitas Pelita Harapan. Toh, meski sudah punya segudang kesibukan dan kegiatan, setiap pekan ia tetap menggelar kelas musik gratisnya itu. "Niat saya ibadah, bagi-bagi ilmu bermanfaat untuk teman-teman," ujarnya.

Sejak diadakan 15 tahun silam, sudah ratusan bahkan ribuan orang datang dan pergi menjadi peserta di kelas musik Beben. Beberapa jebolan kelas ini, kata dia, sudah banyak yang menjadi musikus profesional dan bisa menggantungkan hidup lewat musik. Di kelas musik ini, Beben tak hanya mengajarkan ilmu teknis dan teori bermain musik. Ia juga sering menggelar kelas bertema bisnis di dunia musik, cara memasarkan karya, hingga bagaimana mempromosikan diri sendiri agar seorang musikus bisa populer.

Menurut Beben, Indonesia memiliki banyak orang dengan talenta musik yang sangat baik. Sayangnya, banyak dari mereka yang tak punya saluran. Idealnya, kata dia, seseorang yang menyukai dan menekuni musik mengambil kuliah di jurusan musik. "Tapi biayanya sangat mahal, banyak yang tak mampu," ujarnya. Biasanya, dia menambahkan, orang menyalurkan bakat itu melalui kursus. "Tapi sering kali kursus juga biayanya tinggi." Atas dasar alasan itulah, Beben mempertahankan kelas gratisnya kendati tak mendatangkan keuntungan materi.

Peserta kelas Beben berasal dari berbagai kalangan. Kebanyakan anak muda usia kuliah. Mereka rata-rata sudah punya kemampuan bermain musik tapi ingin mendalami lagi ilmunya. Di kelas ini, Beben selalu memberikan motivasi bahwa mereka bisa menggantungkan hidup dari musik, tak harus menjadi pekerja kantoran. Tak sedikit pula pekerja kantoran yang hobi bermain musik menyempatkan mampir ke kelas Beben sepulang kantor.

Salah satunya Hendri, seorang manajer sebuah bank swasta yang berkantor di Bekasi. Ia termasuk peserta baru di kelas Beben. Hendri adalah seorang pemain saksofon yang belajar otodidak. "Kelas saya sifatnya cair, siapa saja bisa bergabung, saling belajar bersama," kata Beben. Ia mengutip moto Komunitas Jazz Kemayoran yang berbunyi: Brotherhood, Educative, Useful. "Saya bikin kelas ini dengan prinsip persaudaraan, berisi ilmu bermanfaat, dan berguna buat pesertanya."

Beben tak main-main saat mengajarkan materi musik ke "murid-muridnya". Ia kerap memberi pekerjaan rumah untuk dilaporkan pada pertemuan berikutnya. Pada akhir bulan, ia biasanya mengajak peserta kelas yang siap tampil untuk manggung di acara bulanan Komunitas Jazz Kemayoran. Dulu acara komunitas ini diadakan di mal-mal di Ibu Kota. Sekarang acara tersebut diadakan rutin di sebuah kafe di BSD, Tangerang, Banten, atau mal-mal di Bekasi. "Ini untuk melatih mental anak-anak agar berani tampil."

Membuka kelas musik gratis dengan niat ibadah juga dilakukan oleh Endah Widiastuti dan suaminya, Rhesa Aditya. Pasangan musikus yang dikenal dengan nama panggung Endah n Rhesa ini rutin menggelar workshop di kafe mereka, Earhouse, yang berlokasi di Pamulang, Tangerang Selatan, Banten. Sejak mereka mendirikan kafe ini lebih dari lima tahun lalu, mereka sudah meniatkan agar Earhouse tak sekadar jadi tempat ngopi dan nongkrong. "Kami ingin membuat kafe ini jadi ruang berkreasi bersama-sama," kata Endah saat ditemui di kawasan Kemang, Rabu lalu.

Mulanya, Endah bercerita, saat kafe mereka baru berdiri, kelas yang diadakan adalah workshop bermain gitar dan bas gratis. Endah dan Rhesa sendiri yang jadi mentornya. Pesertanya kebanyakan penggemar duo yang sudah punya empat album rekaman itu. "Tapi, karena kesibukan kami manggung dan tur, kami agak kesulitan membagi waktu," katanya. Akhirnya, kata Endah, rekan mereka yang juga gitaris dan pemain bas profesional ikut mengisi kelas ini.

Demi menjaga komitmen membangun komunitas di Earhouse, hingga kini Endah masih menyempatkan mengisi kelas lain, yakni workshop menulis lirik lagu. Kelas ini biasa diadakan setiap Senin malam setiap pekan, dan sudah berjalan sejak tahun lalu. Bagi Endah, kelas ini jadi semacam bentuk "pengabdian dirinya" bagi komunitas musik. "Saya dibesarkan lewat komunitas, dan sekarang setelah saya sudah ada di posisi ini, saya ingin memberikan manfaat untuk anak muda yang lain," ujarnya.

Peminat kelas menulis lirik buatan Endah cukup banyak. Rata-rata setiap sesi dihadiri oleh belasan hingga puluhan orang. Uniknya, latar belakang mereka bermacam-macam, ada yang pekerja kantoran, mahasiswa, anak sekolah, dan musikus profesional. "Mereka niat banget setiap ada kelas datang jauh-jauh, ada yang dari Bogor, Depok, hingga Bekasi," tuturnya. Jika ruangan kafe tak cukup menampung, mereka mengadakan kelas di teras dan area parkir Earhouse.

Endah juga tak asal memberikan materi kepada para peserta. Meski bentuk kelasnya bersifat santai dan lebih mirip sesi obrolan, ia kerap mengusung tema tertentu. "Misalnya, beberapa pekan lalu, kami mengusung tema musik rap, lalu pernah juga kami membuat lirik untuk soundtrack film," ujarnya. Hasil karya para peserta kelas kemudian dipresentasikan dengan cara dinyanyikan atau dinilai oleh sesama peserta. "Kami saling membantu membuatkan melodinya, jadi semua saling bekerja sama."

Kelas menulis lirik lagu ini rupanya tak hanya disukai oleh mereka yang memang menekuni musik. Menurut Endah, pada dasarnya menulis lirik tak harus selalu bertujuan agar menjadi sebuah lagu untuk dinyanyikan. "Menulis lirik adalah kegiatan alternatif untuk mengekspresikan diri," katanya. Lebih jauh lagi, kata Endah, menulis lirik bahkan bisa menjadi semacam terapi self healing. Sebab, lewat lirik lagu, kita bisa mencurahkan isi hati dan pikiran sebebas-bebasnya. Menurut dia, banyak peserta yang mengaku merasa lega dan happy setelah mengikuti kelas tersebut.

Untuk menambah daya tarik kelas gratis ini, Endah juga sering mengajak musikus lain untuk mengisi materi dan menjadi mentor bagi para peserta. Beberapa nama yang pernah mengisi kelas ini antara lain penyanyi Bonita; gitaris Adrian Adioetomo; vokalis Efek Rumah Kaca, Cholil; dan gitaris Barasuara, Iga Massardi. "Mereka sharing ide dan ilmu, serta berbagi pengalaman," ujarnya. Endah mengaku bersyukur karena kini Earhouse telah menjadi semacam wadah kreasi bersama yang disukai banyak kalangan. "Jadi tak sekadar tempat ngopi."

Salah satu ruang alternatif untuk berkreasi bagi anak muda yang kini tengah "naik daun" adalah Kios Ojo Keos, yang berlokasi di kawasan Bona Indah, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Tempat ini sebetulnya hanyalah sebuah toko buku dan kafe kecil yang menempati sebuah ruko. Kios Ojo Keos yang didirikan para personel grup musik Efek Rumah Kaca ini belakangan sering dijadikan tempat untuk diskusi, workshop, hingga sesi open mic alias panggung bebas bagi siapa saja yang ingin berekspresi.

Manajer Efek Rumah Kaca (ERK), Dimas Ario, menjelaskan, sebelum menjadi toko buku dan kafe, ruko tersebut adalah markas dan gudang penyimpanan aneka peralatan dan keperluan panggung Efek Rumah Kaca. Vokalis ERK, Cholil Mahmud, lalu melontarkan ide agar tempat tersebut dijadikan ruang usaha. "Supaya bisa jadi tambahan pemasukan untuk kru ERK."

Hampir setahun berdiri, Kios Ojo Keos berkembang jadi ruang publik alternatif bagi anak muda. Sering kali mereka menggelar diskusi bersama para penulis buku. Setiap Kamis malam, Kios Ojo Keos juga menjadi tuan rumah acara Ngaso Malam Kamis yang diinisiasi komunitas pegiat Aksi Kamisan. "Acara rutinnya diskusi, bedah buku, atau nonton film bareng." Sedangkan pada Kamis malam dua pekan sekali, mereka menggelar open mic. Siapa saja, kata Dimas, boleh menampilkan karyanya. Ada yang bernyanyi, bermain musik, berpuisi, hingga komedi tunggal.

Adapun para personel Efek Rumah Kaca memanfaatkan Kios Ojo Keos untuk mengadakan kelas musik gratis. Terakhir, pada September lalu, Cholil menggelar beberapa sesi kelas menulis lirik. Karena penggemar ERK yang banyak, kelas gratis itu diserbu peserta. Menurut Dimas, jumlahnya sampai ratusan. Padahal daya tampung Kios Ojo Keos sendiri hanya sekitar 60 orang. Akhirnya kelas itu dibagi ke dalam beberapa sesi.

Musikus lain juga kerap mengisi acara di Kios Ojo Keos. Mereka kerap menggelar acara bernama showcase. Isinya, kata Dimas, adalah para musikus pemula yang baru meluncurkan album debut. Acara ini, ia menambahkan, bertujuan untuk menjaring dan memperkenalkan bakat-bakat musik baru di Indonesia. "Musikus baru butuh ruang untuk tampil semacam ini."

PRAGA UTAMA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus