Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam perkembangan kasus pembunuhan Vina, remaja yang menjadi korban kekerasan dan pelecehan, keluarga Vina telah mengajukan permohonan resmi ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Mereka meminta jaminan untuk trauma healing dan restitusi. Langkah ini diambil karena berbagai upaya hukum dan medis yang telah ditempuh belum dirasa cukup untuk memulihkan kondisi psikologis dan memberikan keadilan yang layak bagi Vina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komnas HAM mendorong adanya bantuan pemulihan trauma bagi keluarga Vina Dewi Arsita, korban kasus pembunuhan di Cirebon. Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, menyatakan hal ini ketika kuasa hukum keluarga Vina mendatangi Kantor Komnas HAM untuk menyampaikan perkembangan kasus tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Laporannya terkait dengan perkembangan kasus pembunuhan Vina, perkembangan terkait dengan penyidikan, dan kepastian adanya trauma healing untuk keluarga Vina,” ujar Uli Parulian Sihombing di Jakarta, Senin, 27 Mei 2024.
Selain dukungan pemulihan trauma, Uli Parulian Sihombing mengatakan bahwa Komnas HAM juga akan memastikan proses hukum berjalan dengan adil serta memastikan adanya kompensasi dan restitusi bagi keluarga korban.
Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah juga menekankan bahwa salah satu fokus utama Komnas HAM adalah memastikan pemulihan bagi anggota keluarga korban. Anis menyatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk memberikan bantuan pemulihan, seperti program bina sosial.
“Penting bagi keluarga mendapatkan semacam psikolog klinis untuk menjadi acuan seberapa trauma anggota keluarga korban karena kasus ini,” kata dia.
Pada kesempatan yang sama, kuasa hukum keluarga Vina, Putri Maya Rumanti, menyampaikan bahwa keluarga Vina mengalami trauma yang sangat berat, sehingga membutuhkan pendampingan untuk pemulihan psikologis.
“Mereka masih terus mengingatkan kebiasaan Vina, mengingat wajah Vina, mengingat luka, dan penyiksaan yang dialami oleh Vina. Jadi memang saya sampaikan bahwa bagaimanapun kami harus memberikan pendampingan untuk trauma healing tersebut,” ujarnya.
Restitusi dan Landasan Hukumnya
Dilansir dari laman kepaniteraan.mahkamahagung.go.id, restitusi adalah kompensasi yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku tindak pidana atau pihak ketiga. Menurut Pasal 4 Perma, bentuk restitusi yang diberikan kepada korban tindak pidana dapat berupa:
1. Ganti kerugian atas kehilangan kekayaan dan/atau penghasilan;
2. Ganti kerugian, baik materiil maupun imateriil, yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana;
3. Penggantian biaya perawatan medis dan/ atau psikologis; dan/atau
4. Kerugian lain yang diderita Korban sebagai akibat tindak pidana, termasuk biaya transportasi dasar, biaya pengacara, atau biaya lain yang berhubungan dengan proses hukum.
Selain hak atas perlindungan, korban tindak pidana tertentu juga berhak mendapatkan restitusi dan kompensasi. Beberapa peraturan yang mengatur restitusi dan kompensasi termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana, serta Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2020 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan kepada Saksi dan Korban.
Meskipun Undang-Undang telah mengatur hak-hak tersebut, teknis penyelesaian permohonan untuk memperoleh restitusi dan kompensasi belum diatur secara rinci. Oleh karena itu, Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Perma Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi kepada Korban Tindak Pidana.