Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Belajar Jalan Berbayar dari Singapura

Kemacetan membuat warga Jakarta menghabiskan 123 jam per tahun di jalan. ERP bisa jadi obatnya dan belajar dari Singapura.

16 Februari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kepadatan kendaraan memasuki tol dalam kota di kawasan Tomang, Jakarta, 7 Februari 2023. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pasca-pandemi Covid-19, kemacetan di Jakarta kian menjadi-jadi.

  • Jakarta akan menerapkan electronic road pricing pada 2024.

  • Pemerintah DKI bisa belajar dari Singapura, kota yang pertama menjalankan ERP pada 1975.

Makin sore, kendaraan bermotor makin menyemut di Jalan S. Parman, Jakarta Barat. Mobil dan sepeda motor, sebagian berjaket hijau, berdatangan dari Jalan Gatot Subroto di selatan. "Macet ke arah Tangerang (barat), setiap jam pulang kerja," ujar Azwar Faredo, tukang kopi keliling, di lokasi, Rabu, 15 Februari 2023. Dia mengatakan kemacetan parah di ruas itu juga terjadi setiap pagi menjelang pukul 8.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Warga Kalideres, Jakarta Barat, itu paham betul area tersebut. Sebelum berjualan, dia bekerja sebagai kernet Kopaja P16, rute Tanah Abang-Ciledug, yang biasa mangkal di sana. Azwar mengatakan Jakarta kian hari kian macet karena jumlah kendaraan terus bertambah. "Cuma sepi pas pandemi," kata Azwar, 53 tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kemacetan lalu lintas tak hanya terjadi di jalan utama Ibu Kota. Bintang Nusa Giri, pengemudi ojek online, mengatakan kepadatan kendaraan mengular hingga ke jalur tikus. “Kalau dari Blok M ke arah Jalan Bangka, saya biasanya lewat gang kecil, namanya Gang Amal,” kata Giri, 26 tahun. Belakangan, kemacetan merambah hingga ke jalur yang hanya bisa dilewati satu mobil itu. "Sekarang banyak mobil yang juga lewat jalan alternatif."

Situs pemeringkat kemacetan TomTom menunjuk Jakarta sebagai urutan ke-29 di daftar kota paling macet sedunia. Angka itu naik--yang berarti memburuk--dari posisi ke-46 pada awal 2022. Puncak stagnasi arus kendaraan terjadi sekitar pukul 08.00 dan 18.00.

Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya menyatakan tingkat kemacetan telah kembali seperti saat sebelum pandemi Covid-19. Pada 2019, indeks kemacetan Jakarta adalah 53 persen. 

Angka itu menunjukkan tambahan waktu yang dihabiskan pengguna jalan dibanding saat jalanan sepi. Misalnya, perjalanan dari Meruya Ilir di Jakarta Barat ke Rawamangun di Jakarta Timur, yang seharusnya berdurasi 1 jam, menjadi 1,5 jam akibat kemacetan. "Di atas 50 persen itu sudah sangat mengkhawatirkan. Berarti Jakarta sudah tidak nyaman," kata Komisaris Besar Latif Usman, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya.

Pemerintah DKI menyebut peningkatan volume kendaraan sebagai penyebab kemacetan. "Berdasarkan data, ada penambahan jumlah kendaraan bermotor roda empat dan roda dua," kata Kepala Dinas Perhubungan DKI, Syafrin Liputo, Rabu, 15 Februari 2023. 

Dia tak menyebutkan jumlahnya. Namun, data Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menunjukkan ada 19,8 juta kendaraan pada 2019. Paling banyak adalah sepeda motor, diikuti mobil penumpang, bus, dan truk. Angka itu meningkat menjadi 20,2 juta pada tahun berikutnya dan 21,7 juta pada 2021.

Jalur kendaraan di kawasan Tomang, Jakarta, 7 Februari 2023. Tempo/Tony Hartawan

Mencari Cara Mengatasi Kemacetan

Kemacetan memang menjadi penyakit laten Ibu Kota. Di situs ilmiah 360 Info, Alfinsyah, dosen teknik sipil Universitas Indonesia, menyebutkan rata-rata warga Jakarta terjebak kemacetan hingga 123 jam per tahun.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah lama berupaya mengobati penyakit itu. Salah satu caranya adalah menerapkan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi berdasarkan jumlah penumpang. Dimulai saat Jakarta menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non-Blok pada 1992, mobil pribadi hanya diperbolehkan melintasi jalan utama pada pagi dan petang jika berpenumpang tiga orang atau lebih--populer dengan sebutan 3-in-1.

Namun, seperti ditulis Sugiarto, guru besar ilmu transportasi Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, di 360 Info, cara ini tak efektif karena kerap diakali. Misalnya dengan menggunakan joki. Maka, mulai 2016, 3-in-1 digantikan dengan pembatasan mobil pribadi berdasarkan pelat nomor ganjil dan genap.

Terbaru, pemerintah provinsi hendak menerapkan electronic road pricing (ERP) mulai 2024. Jalan berbayar elektronik ini diharapkan mengurangi 30 persen penggunaan kendaraan pribadi.

Belajar ERP dari Singapura

Mekanisme jalan berbayar elektronik digunakan banyak kota dunia, dari London, Milan, hingga Singapura, dan terbukti tokcer--meski banyak juga yang gagal. Semua kota itu belajar dari pengalaman Singapura.

Pada 1975, ketika sebagian besar jalan di Jakarta belum beraspal, Singapura telah menerapkan ERP. Dengan mengenakan kutipan bagi pengguna jalan utama di jam sibuk, mereka sukses mengalihkan pengguna kendaraan pribadi ke transportasi publik dan angkutan mobil bersama atau carpool. Jika tetap ingin menyetir mobil pribadi, ditunda atau dipercepat di luar jam masuk dan keluar kantor.

Di 360 Info, Walter Edgar Theseira, lektor kepala ilmu ekonomi di Singapore University of Social Sciences, menulis bahwa negara kota dengan populasi 5,6 juta itu mempertahankan ERP dari masa ke masa. Dari menggunakan sobekan tiket, beralih ke sistem digital pada 1998, hingga pemindaian lewat satelit mulai pertengahan 2020--sistem mutakhir inilah yang akan diadopsi Jakarta.

Lalu lintas di Singapura, 27 Januari 2023. REUTERS/Caroline Chia

Jalan berbayar elektronik tidak diterapkan sebagai kebijakan tunggal. Sejak 1975, pemerintah Singapura juga membangun sarana penunjang kebijakan tersebut, seperti kantong-kantong parkir (park and ride), yang memudahkan warga beralih ke car pooling atau naik kendaraan umum.

Pemerintah Singapura juga menerapkan kuota kepemilikan kendaraan pribadi sejak 1990. Pembatasan ini mendorong lonjakan tajam harga mobil dan sepeda motor. Kebijakan ini berefek positif menekan volume lalu lintas, termasuk di pinggiran kota, yang terbebas dari ERP.

Hasilnya, "Meski kepemilikan kendaraan meningkat dari seratus ribu pada 1965 jadi setengah juta pada 2019, kecepatan arus lalu lintas tetap konsisten," kata Theseira. Singapura menjadi kota besar dengan arus lalu lintas terlancar di Asia.

Theseira mengakui metode pembatasan kendaraan ini rentan penolakan publik. Namun para pembuat kebijakan bisa mengambil pelajaran dari kota-kota yang sukses menerapkan ERP. London, misalnya, mengalokasikan pendapatan dari jalan berbayar ke perbaikan sistem transportasi umum. Sementara itu, di Stockholm, penolakan berangsur berubah jadi dukungan setelah kemacetan berkurang drastis dalam enam bulan.
 
Cara-cara itu dapat menjadi pilihan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menghadapi penolakan warga soal ERP. "Publik skeptis akan keberhasilan kebijakan ini dan para pengguna mobil menentang," kata Profesor Sugiarto.

Menurut dia, banyak warga Jakarta yang telah memiliki pola pikir hijau. Kepentingan lingkungan bisa menjadi pintu masuk ERP. "Menekankan pembahasan pada dampak negatif kendaraan pribadi pada udara dan lingkungan hidup bisa melunakkan hati warga yang menolak kebijakan ini," ujar Sugiarto.

ILONA ESTERINA | MUTIA YUANTISYA | 360 INFO
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Reza Maulana

Reza Maulana

Bergabung dengan Tempo sejak 2005 setelah lulus dari Hubungan Internasional FISIP UI. Saat ini memimpin desk Urban di Koran Tempo. Salah satu tulisan editorialnya di Koran Tempo meraih PWI Jaya Award 2019. Menikmati PlayStation di waktu senggang.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus