Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kembangkan Baterai Mobil Listrik, Kemenperin Dorong Daur Ulang Baterai Bekas

Baterai merupakan komponen kunci untuk mobil listrik dan berkontribusi sekitar 25-40 persen dari harga kendaraan listrik tersebut.

27 Agustus 2020 | 20.03 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mesin Mitsubishi Outlander PHEV. Mobil ini memiliki kapasitas baterai 13.800 watt atau 13,8 Kwh, sehingga dalam kondisi penuh bisa menyuplai listrik rumahan. Baterai ion-lithium Outlander PHEV bisa digunakan sebagai genset hingga sembilan jam. Bahkan dapat bertahan hingga 20 jam bila bahan bakar terisi penuh. Foto: Mitsubishi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian mendorong pengembangan teknologi baterai dalam negeri untuk mendukung industri mobil listrik atau kendaraan listrik nasional.

Industri mobil listrik nasional tersebut dibangun dengan mengusung konsep ekonomi sirkular atau circular economy.

“Baterai merupakan komponen kunci untuk kendaraan listrik dan berkontribusi sekitar 25-40 persen dari harga kendaraan listrik,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Doddy Rahadi lewat keterangan resmi hari ini, Kamis, 27 Agustus 2020.

Doddy mengungkapkannya dalam webinar Teknologi Bahan dan Barang Teknik (TBBT) 2020 yang digelar oleh Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) Kemenperin.

Doddy memaparkan bahwa mobil listrik menggunakan baterai lithium ion dengan bahan aktif katoda, di antaranya melibatkan unsur lithium, nikel, kobalt, mangan, dan alumunium.

Katoda memberikan kontribusi paling tinggi terhadap harga sel baterai lithium, yakni sekitar 34 persen.

Kemenperin mendorong material tersebut harus diproses di dalam negeri untuk mendapatkan harga yang lebih ekonomis. Apalagi Indonesia memiliki sumber daya alam berlimpah yang dapat diolah menjadi bahan aktif tadi.

Kemenperin melalui B4T telah berupaya melakukan upaya substitusi impor di bidang energi dengan membuat bahan aktif katoda berbasis NMC (nikel-mangan-kobalt).

Proses pembuatan material aktif tersebut menggunakan produk industri smelter Indonesia. Namun, proses substitusi impor bahan aktif katoda memiliki kendala, yaitu sumber lithium.

Ia mengungkapkan bahwa Indonesia tidak memiliki sumber alam mineral lithium. Maka Kemenperin menginisiasi proses recovery lithium dari recycle baterai bekas atau dikenal sebagai istilah urban mining.

“Upaya ini salah satu bentuk circular economy di bidang energi, khususnya kendaraan listrik," ucap Doddy.

Pemerintah pun menelurkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 tahun 2019 tentang Percepatan Pengembangan Kendaraan Bermotor Listrik (mobil listrik).

Perpres tersebut menjadi landasan bagi pelaku industri otomotif untuk segera menyusun rancang bangun dalam pengembangan mobil listrik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Pemerintah menargetkan pada 2025 sekitar 25 persen atau 400 ribu unit kendaraan Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) di pasar Indonesia."

Doddy menegaskan untuk mendorong pengembangan baterai kendaraan listrik dalam negeri diperlukan upaya memanfaatkan sumber daya alam dan substitusi impor komponen baterai yang ditunjang hilirisasi industri baterai lithium.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus