Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri meminta Panitia Khusus (Pansus) Pemilihan Calon Wakil Gubernur DKI mengubah sejumlah pasal dalam draf Tata Tertib Pemilihan Wagub. Perubahan tersebut perlu dilakukan karena pasal-pasal itu dinilai berpotensi menimbulkan efek politik berkepanjangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Akmal Malik, mengatakan permintaan itu disampaikan melalui surat yang dikirim kepada Pansus. "Sekarang yang terjadi di DPRD itu dinamika politik. Makanya, masukan yang kami berikan itu lebih ke sisi hukum. Semua ada dasarnya," kata dia, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam salinan surat yang diterima Tempo, Kemendagri memberikan 11 koreksi pada beberapa pasal dalam Tata Tertib Pemilihan Wagub. Kemendagri, misalnya, meminta Pansus mengubah Pasal 16 ayat 5 tentang hasil rapat pimpinan gabungan (rapimgab) jika terjadi deadlock di rapat paripurna.
Kemendagri melarang rapimgab menghasilkan keputusan yang justru meminta pencalonan ulang kepada partai pengusung. Dengan koreksi ini, berarti Kemendagri mengunci kursi wakil gubernur hanya untuk dua kader Partai Keadilan Sejahtera yang telah diajukan, yaitu Ahmad Syaikhu dan Agung Yulianto. Aturan ini juga menutup peluang bagi Partai Gerindra mengirim nama kadernya sebagai calon alternatif.
Menurut Akmal, koreksi tersebut didasarkan pada Pasal 96, 97, dan 98 dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2018. Dia menilai ketiga pasal tersebut secara rinci menjelaskan tahapan yang harus ditempuh jika rapat paripurna tak kunjung mencapai kuorum atau 50 persen plus satu dari jumlah anggota DPRD Jakarta.
"Di undang-undang memang tak ada, tapi ada PP. Koreksi yang kami kirimkan sesuai PP. Intinya supaya proses pemilihan ini bisa sesuai aturan," kata Akmal.
Wakil Ketua Pansus, Bestari Barus, menilai Kemendagri tak boleh campur tangan dalam dinamika politik di DPRD. Menurut dia, setiap pemimpin di parlemen Jakarta berhak menentukan jalan keluar jika rapat paripurna pemilihan calon wakil gubernur buntu. Karena itu, hasil rapimgab tak boleh mengikuti koreksi Kemendagri yang memerintahkan pimpinan DPRD memilih satu dari dua kader PKS.
"Bukan lalu Pansus berarti mau pemilihan ulang. Jauh itu. Tapi yang penting di sini, pemilihan harus tetap anggota DPRD (rapat paripurna). Makanya, (keputusan) rapimgab itu akan paripurna ulang atau dikembalikan atau lainnya," ujar Bestari.
Pengamat tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai DPRD memang tak punya kewenangan untuk mengembalikan nama calon ke partai pengusung. Aturan dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah secara jelas meletakkan tugas DPRD untuk memilih satu dari dua nama calon. "Tak ada opsi menolak (mengembalikan nama ke partai pengusung)," ucapnya.
Feri mengatakan, sesuai dengan aturan yang sama, penundaan rapat paripurna memiliki batasan sehingga tak menjadi penyanderaan politik. Rapat paripurna bisa saja dinyatakan kuorum meski anggota DPRD yang hadir tak mencapai 50 persen. "Setelah diberi kesempatan datang untuk kesekian kalinya, kalau tetap tak hadir, harus dinyatakan kuorum," katanya. "Lagi pula, tugas dan kewajiban anggota DPRD itu menghadiri rapat, termasuk rapat paripurna." FRANCISCO ROSARIANS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo