SEORANG perwira Opstib Pusat berpangkat kolonel pekan lalu muncul di rumah dinas wali kota Surabaya, Letnan Kolonel CPM Drs. Moehadji Widjaja. Petugas yang sudah dikenal baik oleh tuan rumah ini mula-mula mengobrol basa-basi, soal jabatan wali kota yang pekan depan akan dipegang tokoh baru, Dr. Poernomo Kasidi. Tapi kemudian, sang perwira bertanya, "Katanya punya teve?" Moehadji spontan menjawab, "Lho, jelas punya." Ternyata, yang dimaksud sang tamu bukan televisi, tetapi tqueedevrou? atau istri kedua - umum diartikan sebagai istri simpanan. "Lha, saya kaget ditanya begitu," kata Moehadji kepada TEMPO. Karena perwira Opstib itu kebetulan teman lamanya, Moehadji menanyakan di mana istri simpanannya itu. "Tempatnya di Desa Menanggal," kata sang tamu, seperti ditirukan Moehadji. Ayah tiga anak ini kemudian mempersilakan tamunya mengecek. "Mungkin saya lupa bahwa punya simpanan atau mungkin ada orang mengaku sebagai simpanan saya," kata Moehadji kepada tamu itu. Sang perwira pun berangkat. Habis berbuka puasa, perwira itu sudah kembali. "Kurang ajar, laporan palsu. Pelapornya sudah saya marahi habis-habisan," kata tamu itu kepada Moehadji. Memang benar, Moehadji punya "perempuan simpanan" di Desa Menanggal, di sebuah rumah yang didapat dengan kredit BTN. Perempuan itu mahasiswi tingkat III Fakultas Kedokteran Gigi Unair: tak lain putri bungsu sang wali kota. Rumah itu memang atas nama putrinya, Sinta Moehadji. "Saya sudah tua, biar tak repot lagi mencarikan rumah," katanya. Menurut Moehadji, jika ia pensiun kelak rumah di Menanggal itulah tempat ia sekeluarga akan tinggal. Sayang, tak dijelaskan apakah karena isu tadi Moehadji tak diberi kesempatan untuk masa jabatan kedua sebagai wali kota.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini