SEBANYAK 1.327 ekor anjing, 116 babi, dan 407 ayam telah dipotong selama kuartal pertama 1984 ini di Kecamatan Kawapante. Selama kurun waktu itu, penduduk di Kabupaten Sikka, Pulau Flores, itu juga telah mereguk 7.560 liter arak. Belum lagi bahan makanan berupa beras, jagung, dan sayur mayur. "Total, nilainya mencapai Rp 28 juta lebih," kata Petrus Suwardi, 32, pimpinan Yayasan Dian Desa Cabang Nusa Tenggara Timur. Bagi penduduk di daerah tandus yang setiap hari bergelut dengan masalah kekurangan air ltu, jumlah sebegitu sungguh bukan main. Tapi mereka tak merasa telah berlaku boros. Soalnya, penduduk merasa gembira. Pada Januari-April lalu, Dian Desa bekerja sama dengan Unitarian Service Committee of Canada (USC of Canada) telah membuat 1.000 bak penampung air hujan di enam desa. Setiap sebuah bak air yang bisa menampung.6,5 m3 air selesai dibangun, upacara syukuran pun diadakan. Kepala anjing ditanam. Darahnya dioleskan di dasar bak. Sedangkan darah ayam dan babi dioleskan di dinding bak. Dagingnya, sudah tentu, disantap dalam pesta yang diadakan. Petrus toh tak berdaya mengingatkan pemborosan itu, karena memang sudah menjadi adat. Apalagi karena ia sempat dicurigai. Untuk memudahkan pengontrolan bila terjadi kerusakan, Petrus pernah mengusulkan agar bak diberi nomor. Niatnya kontan ditentang para janda. "Mereka takut peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965 dulu terulang. Dengan diberi nomor, mereka pikir, bika ada bak yang rusak, penduduk akan dipanggil dan dibunuh," kata Petrus. Untung, dia tak kurang akal. Penomoran bak, dia bilang, bisa memudahkan penduduk menerima surat. Dengan disebut bahwa Nyonya Anu, rumahnya dekat bak nomor sekian, surat jadi cepat sampai. Para wanita itu pun mengangguk, dan Petrus tentu saja tertawa lebar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini