RASANYA memang aneh. Kennedylah satu-satunya presiden Amerika yang diperingati menurut hari kematiannya, dan bukan hari lahirnya. Mungkin itulah cara orang Amerika untuk tetap menghidupkan kasus penembakan Kennedy, kasus yang tak terungkapkan sampai kini. Sampai Perang Vietnam usai, bahkan sampai Perang Dingin dianggap habis dan negara komunis praktis tak lagi menjadi perhitungan -- tinggal satu dua negara komunis, itu pun tak lagi mengibarkan panji-panji ideologi. Barangkali itu soalnya bila film JFK begitu beredar, Natal tahun lalu, langsung muncul pro dan kontra di masyarakat Amerika. Seolah baru kemarinnya pembunuhan itu terjadi. Padahal, yang dimunculkan Oliver Stone, sutradara film itu, bukan soal baru. Buku yang menjadi pegangan pokoknya, On the Trail of the Assassins: My Investigation dan Prosecution of the Murder of President Kennedy, terbit empat tahun lalu. Buku yang ditulis oleh Jim Garrison, jaksa yang mengadakan investigasi sendiri untuk mengungkapkan pembunuhan Kennedy, kesimpulan-kesimpulannya sangat bertentangan dengan hasil penyidikan Komisi Warren. Komisi Warren, komisi yang dibentuk oleh pemerintah Amerika untuk menyelidiki pembunuhan Kennedy dan dipimpin oleh Hakim Agung Earl Warren, sudah dikeluarkan tahun 1964. Komisi menyimpulkan bahwa di belakang pembunuhan Kennedy tak ada komplotan apa pun. Hanya ada Lee Harvey Oswald, lelaki kesepian. Sedangkan Jaksa Garrison menyimpulkan adanya komplotan tingkat tinggi di belakang pembunuhan itu. Sampai-sampai ia menyebut itu sebagai semacam kudeta. Namun, mengapa setelah film Oliver Stone beredar baru orang Amerika ribut? Tampaknya sinyalemen Allen Dulles, bekas direktur CIA yang menjadi anggota Komisi Warren masih berlaku: orang Amerika tak membaca. Mungkin Dulles benar. Yang pasti orang Amerika pergi ke bioskop, nonton JFK, karena itu lalu mereka bicara. Sampai-sampai Presiden George Bush, yang sedang berkunjung ke Australia waktu itu, Januari lalu, memberikan komentar: meski ia belum nonton JFK, ia tak punya alasan meragukan hasil penyidikan Komisi Warren. Bush, yang pernah menjadi direktur CIA, yakin bahwa Lee Harvey Oswaldlah yang menembak Kennedy dan ia bekerja sendirian. Namun, masyarakat rupanya belum cukup puas. Mereka pun menuntut agar CIA merilis dokumen tentang pembunuhan itu, agar jelas mana yang benar: Kennedy dibunuh hanya oleh Oswald atau film JFK benar. Mei lalu CIA benar-benar mengeluarkan dokumen itu, sebagian. Itulah dokumen kegiatan Oswald sebelum tanggal pembunuhan, setebal 124 halaman. Tapi, menurut pers, dokumen itu tak menambah informasi apa pun, meski enam halaman benar-benar milik CIA dan belum pernah diumumkan. Kata Robert Gates, direktur CIA sekarang, ada 33.000 halaman dokumen tentang Oswald, yang merupakan bagian dari 300.000 halaman dokumen tentang pembunuhan Kennedy. Ada hal yang lebih perlu diungkapkan, tak peduli apakah Kennedy dibunuh oleh hanya Oswald atau oleh sebuah komplotan. Yakni, mengapa ia dibunuh. Baik Komisi Warren maupun Jaksa Garrison (dan JFK) menyisihkan kemungkinan adanya latar belakang petualangan asmara Kennedy dan pembunuhannya. Sejauh ini, menurut Komisi Warren, tak jelas benar mengapa Oswald menembak Kennedy. Menurut Garrison, kemungkinkan paling kuat adalah Kennedy dibunuh karena dua hal: ia menghentikan operasi intelijen untuk membunuh pemimpin Kuba Fidel Castro, dan merencanakan menarik pasukan Amerika dari Vietnam. Berdasarkan peristiwa setelah Lyndon B. Johnson, wakil presiden, menjabat presiden, Garrison (dan Stone) meyakini soal Vietnamlah yang menyebabkan kematian Kennedy. Ini menarik. Perang Vietnam akhirnya merupakan noda hitam bagi Amerika. Negara superkuat ini ternyata keok, dan tak bisa membantu Vietnam Selatan dari serangan Vietkong. Tak ada kebanggaan Amerika dalam perang ini. Malah Amerika menyimpan sejarah muram dalam perang 15 tahun itu. Sekitar 58.000 prajuritnya tewas. Yang tak enak, sejarah perang mencatat Amerika menggunakan senjata kimia untuk menggundulkan hutan. Akibatnya, bukan cuma Vietkong yang tewas, serdadu Amerika sendiri terkena racun itu. Bahkan, serdadu Amerika yang selamat akhirnya harus menderita kanker karena terkena senjata kimia yang disebut hujan kuning. Lebih celaka lagi, mereka yang terkena hujan kuning juga berisiko mempunyai keturunan yang cacat. Sebuah buku yang ditulis dengan sangat mengharukan oleh dua veteran Perang Vietnam, ayah dan anak, Laksamana Zumwalt dan Letnan Elmo Zumwalt, menceritakan pengalaman mereka dari hari ke hari bagaimana mereka diterkam kanker, dan kecemasan mereka anak atau cucu mereka bakal terjangkit kanker juga. Dan itu karena mereka di Vietnam dulu terlibat penyebaran hujan kuning itu. Itulah, menurut sejumlah pengamat, mengapa Amerika begitu bernafsu memenangkan Perang Teluk yang lalu. Antara lain untuk mengembalikan kepercayaan orang Amerika sendiri bahwa mereka memang superkuat. Dengan kata lain, isu Vietnam adalah soal peka bagi orang Amerika. Bisa dipahami bagaimana tak enaknya hati orang Amerika seandainya Jaksa Garrison (dan film JFK) benar: Kennedy dibunuh karena merencanakan AS keluar dari Vietnam, dan ini dicoba ditutupi oleh Komisi Warren. Sebenarnya, bukan cuma Garrsion dan JFK yang menduga itu. Sebuah buku yang terbit di Januari lalu, JFK and Vietnam, ditulis oleh sejarawan muda dari University of Maryland, membuktikan bahwa Kennedy punya rencana itu. Buku yang membahas soal lama, tapi dengan bukti-bukti dari dokumen yang konon belum pernah diungkapkan itu, menurut majalah Time memang menyajikan bukti-bukti yang cermat untuk mendukung dugaan bahwa Kennedy benar-benar merencanakan penarikan Amerika dari Vietnam bila terpilih untuk kedua kalinya sebagai presiden, tahun 1964. Tapi, memang buku itu tak diramaikan oleh masyarakat Amerika -- jadi, mungkin bekas direktur CIA Allen Dulles itu benar: orang Amerika tak membaca. Diramaikan atau tidak, buku itu aslinya adalah sebuah disertasi doktor, dan karena itu relatif bisa dipertanggungjawabkan. Tapi, Time menyebut buku itu sebagai "campuran disertasi doktor dan naskah kasar skenario untuk JFK". Memang, sebelum Stone membuat JFK, ia bertemu John Newman, penulis buku itu. Dan akhirnya disertasi Newman digunakan oleh Stone sebagai dasar skenarionya, selain buku Garrison. Diakui oleh Walter Isaacson, yang menulis di Time tentang JFK and Vietnam itu, Newman berargumentasi dengan data-data yang rapi. Dosen sejarah di University of Maryland itu teliti mencatat kemungkinan adanya kaitan sebab-akibat satu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Misalnya, bagaimana memo dari Dewan Keamanan Nasional, yang diteken oleh Kennedy, disebut NSAM (National Security Action Memo) 263, yang sangat rahasia itu. Isinya: memerintahkan penarikan 1.000 penasihat militer Amerika dari Vietnam, baru dilaksanakan setelah Kennedy tiada. Dan Presiden Lyndon Johnson, yang melaksanakan penarikan itu, ternyata sedikit mengubah arti "penarikan". Johnson, menurut Newman, tidak menarik unit penasihat militer, tapi menekankan pada penarikan individual disebabkan karena kelaziman dalam kemiliteran. Yakni, kelaziman melakukan rotasi rutin. Ditambah adanya dokumen NSAM (nomor) 273 yang diteken Johnson, bahwa ia mendukung keterlibatan Amerika dalam melakukan perlawanan secara rahasia terhadap Vietnam Utara. Bisa disimpulkan bahwa Johsonlah yang mendorong Amerika lebih dalam ke Vietnam. Ini membantah anggapan bahwa Johnson sebenarnya hanya meneruskan kebijaksanaan Kennedy. Sampai di situ disertasi Newman diakui punya landasan kuat. Tapi, dosen sejarah ini kemudian mengambil kesimpulan yang spekulatif, untuk mendukung dugaannya bahwa Kennedy memang punya niat menarik Amerika dari Perang Vietnam. Menurut Newman, Kennedy yang berkali-kali berbicara tentang teori domino, sekali sebuah wilayah jatuh ke tangan komunis, wilayah sekitarnya hanya menunggu waktu saja untuk dikuasai komunis. Maka, ia merasa wajib mengirimkan pasukan Amerika, hanyalah taktik kampanye. Itu hanyalah cara Kennedy agar terpilih menjadi presiden untuk kedua kalinya. Sebab di luar itu Kennedy, kata Newman, sering mendekati para senator yang tak setuju Amerika terlibat perang di Vietnam dan menjanjikan penarikan tentara setelah ia terpilih lagi sebagai presiden. Namun, apakah itu bukan hanya taktik seorang politikus biasa, yang berbicara lain pada khalayak yang lain, karena ingin memenuhi yang diharapkan oleh pendengarnya? Siapa tahu sebenarnya Kennedy sendiri belum yakin benar apa yang akan ia lakukan seandainya terpilih menjadi presiden kembali, tulis Isaacson. Bagaimanapun, berdasarkan pernyataan bahwa seorang negarawan mestinya dinilai dari yang dilakukannya, daripada yang dijanjikan hendak dilakukannya, Kennedy dalam buku Newman tampak sebagai orang yang anti-Perang Vietnam. Ia, misalnya, dilaporkan menanggapi saran Pentagon dengan skeptis. Yakni, saran untuk mengirimkan pasukan tempur secara besar-besaran ke Vietnam. Kelemahan Newman adalah, sejauh yang diulas oleh Walter Isaacson di Time, ia tak memperhitungkan apa kata atau janji Kennedy pada pemimpin Vietnam Selatan. Ada dua jilid dokumen tentang Kennedy dan Vietnam yang dipublikasikan di sekitar Januari lalu. Dokumen itu berasal dari Perpustakaan Kennedy, Dewan Keamanan Nasional, Pentagon, CIA, dan Departemen Luar Negeri. Majalah The Economist terbitan London mengulas dokumen-dokumen ini, dan cenderung menarik kesimpulan yang berlawanan dengan kesimpulan Newman, Stone, maupun Garrison. Dalam dua jilid dokumen ini memang juga disebut-sebut soal NSAM 263, tertanggal 11 Oktober 1963 tentang penarikan 1.000 penasihat militer Amerika dari Vietnam, di akhir tahun itu. Tapi, tak ada yang lebih jauh dari perintah penarikan 1.000 penasihat dari sekitar 16.000 penasihat Amerika di Vietnam. Yang ada justru dokumen yang menguatkan dugaan bahwa Kennedy, sampai hari-hari terakhirnya tak mengubah pendapatnya tentang Perang Vietnam. Ia tetap memandang perlu membantu Vietnam Selatan untuk bertahan dan menang melawan Vietnam Utara. Sebuah dokumen dari Departemen Luar Negeri berupa surat Kennedy, tanggal 23 Oktober (tanggal sesudah NSAM 263), ditujukan pada Ngo Dinh Diem, pemimpin Vietnam Selatan. Dalam surat itu Kennedy menganggap dukungan para penasihat militernya, dalam "memberanikan orang Vietnam Selatan mempertahankan kemerdekaan dari rongrongan pihak komunis", sukses. Awal November 1963, Ngo Dinh Diem dikudeta oleh militer. Ini membuat Kennedy shock. Lima hari kemudian ia menulis surat pada Henry Cabot Lodge, duta besar Amerika di Saigon. Dalam surat itu Kennedy menekankan pentingnya "operasi Amerika di Vietnam Selatan", yang sejauh ini sukses karena pimpinan Lodge. Ketika itu di Amerika muncul desakan agar peristiwa kudeta di Vietnam Selatan digunakan oleh Amerika untuk berunding dengan Vietnam Utara. Yakni untuk mengusulkan sebuah Vietnam yang bersatu dan berpolitik netral. Desakan yang antara lain datang dari pihak surat kabar New York Times itu ditolak oleh pejabat senior di Gedung Putih, atas nama presiden. Dokumen tertanggal 13 November mencatat penegasan Michael Forrstal, ketika itu anggota Dewan Keamanan Nasional, pada New York Times, bahwa mengusulkan perundingan Vietnam Utara dan Selatan adalah "suatu hal yang tolol". Pihak Vietnam Selatan akan menilai perundingan itu sebagai "penjualan (Selatan pada Utara) secara komplet oleh Amerika Serikat". Ditambahkan oleh Forrstal, Amerika baru akan menarik diri dari Vietnam setelah, menurut penilaian presiden, "Hanoi tak lagi menyerang Selatan, atau ketika Selatan sudah bisa menangani sendiri konflik ini". Sehari kemudian Kennedy sendiri menegaskan soal itu dalam suatu jumpa pers di Gedung Putih. "Kami merasa berat untuk menarik orang-orang Amerika di Vietnam, dan membiarkan Vietnam Selatan mempertahankan diri sendiri." Memang, itu akan lebih baik bagi Vietnam Selatan, kata Kennedy, tapi setelah "pembantaian dari dalam yang dilakukan oleh Utara dihentikan." Sampai di sini, kesimpulan-kesimpulan yang ditarik oleh sejarawan Newman, Jaksa Garrison, dan Sutradara Olever Stone terasa lemah. Kennedy sampai akhir hayatnya tampaknya belum berniat benar menarik Amerika dari Vietnam. Apalagi bila ini ditambah dengan 1.100 halaman dokumen yang Mei lalu dipublikasikan oleh Kantor Sejarah Departemen Luar Negeri AS. Itulah dokumen tentang sikap Amerika terhadap Vietnam di zaman Lyndon Johnson. Di situ banyak fakta yang menyatakan Lyndon Johnsonlah yang ogah-ogahan meneruskan pengiriman orang Amerika ke Vietnam. Ia dicatat berkali-kali menyatakan, "Kami tak ingin anak-anak Amerika berperang demi anak-anak Asia." Johson sungguh bingung, karena ia tahu bahwa pendahulunya, John F. Kennedy, telah membuat komitmen rahasia dengan pihak Vietnam Selatan untuk membantunya. Johnson tentu saja tak ingin Amerika, bila terpaksa terlibat perang di Vietnam, kalah. Inilah mungkin yang membuat Johnson "terpaksa" menjalankan NSAM 263, yang diteken Kennedy, dengan mengubah arti penarikan itu dari menarik unit dalam angkatan perang menjadi sekadar rotasi biasa. Yang jelas, kepada Presiden Prancis Charles de Gaulle ia menyatakan optimistis untuk sebuah perundingan. Sebab, "Rasanya tak mungkin Ho Chi Minh tetap akan membunuh orang Vietnam Selatan sambil duduk di meja perundingan. Opini dunia akan mencegahnya." Dalam dokumen-dokumen yang baru dilansir ini, terbukti bahwa anggapan lama keliru. Yakni bahwa insiden Teluk Tonkin, ditembaknya kapal Amerika oleh Vietnam Utara, menyebabkan Johnson mengirimkan pasukan. Dokumen yang baru dipublikasikan mencatat bahwa Johnson skeptis terhadap kasus Tonkin. Ia, seperti yang diucapkan Menteri Luar Negerinya, Dean Rusk, menilai insiden itu adalah peristiwa kecil. Di belakang peristiwa Tonkin yang dipanaskan oleh media massa, Johnson berusaha menyelenggarakan sebuah perundingan. Ini seperti dikatakan Rusk pada Komisi Kontrol dan Supervisi Internasional untuk Vietnam. Yakni, bahwa Amerika menghargai koeksistensi damai negara-negara komunis, macam Yugoslavia dan Polandia. Dan bahwa itu lebih menguntungkan secara ekonomi, sebab ideologi komunis di negara-negara itu lebih untuk kepentingan di dalam daripada untuk tujuan ekspansi. Lyndon Johnson dicatat tetap ogah-ogahan diminta mengirimkan pasukan ke Vietnam. Bahkan suatu saat, menurut sebuah dokumen, ia marah: "Apakah orang-orang itu sudah mabuk?" Satu hal yang tak bisa ditolak oleh Johnson adalah akibat logis naiknya ia menjadi presiden. Begitu ia menggantikan Kennedy, Perang Vietnam adalah perangnya, dan bukan perang orang lain. Dalam sebuah suratnya pada duta besar Amerika di Saigon ia menulis: "Dalam situasi yang alot ini ... tanggung jawab terakhir memang ada padaku, dan sungguh taruhannya sangat mahal." Mengingat ini semua, sungguh JFK yang dihebohkan itu tampaknya lahir dari pertimbangan yang ceroboh dan sangat hitam-putih. Kecuali, bila dokumen tentang ini semua dipublikasikan, konon, baru bisa sesudah tahun 2000, dan membuktikan lain. BBU
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini