Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Keputusan Ada Pada Saya

2 Februari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PADA hari keseratus pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, 27 Januari lalu, Istana "gonjang-ganjing". Pemicunya adalah penggantian Kepala Kepolisian RI. Calon yang diajukan Jokowi, Komisaris Jenderal Budi Gunawan, ditentang banyak pihak karena diduga memiliki rekening mencurigakan. Meski Budi sudah dinyatakan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Presiden tidak menarik pencalonannya. Ada tekanan kuat dari partai-partai pendukungnya, PDI Perjuangan dan Partai NasDem, agar Budi tetap dilantik.

Presiden dipuji ketika memilih menteri karena melibatkan KPK serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Namun ia dikritik karena memilih Budi dan Jaksa Agung H.M. Prasetyo tanpa verifikasi Komisi. Sebelum menjadi Jaksa Agung, Prasetyo adalah legislator Partai NasDem.

Masalah semakin pelik saat Kepolisian melakukan serangan balik dengan menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto serta memproses perkara pemimpin KPK lainnya. Di tengah panasnya konflik KPK versus Kepolisian, Jokowi rupanya mencoba melakukan "perlawanan". Pada 25 Januari lalu, di status Facebook-nya, ia menulis, "Suro diro jayaningrat lebur dening pangastuti…." Segala kekuatan jahat akan hancur oleh kebaikan atau kelembutan hati.

Kesan bahwa dia mencari dukungan politik semakin kuat lantaran ia bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Istana Bogor pada Kamis pekan lalu. Seolah-olah itu sebuah pesan khusus yang hendak disampaikan kepada partai pendukungnya yang terus mendesaknya agar segera melantik Budi. Jokowi bahkan mengungkapkan secara terbuka kepada Tim Sembilan-tokoh masyarakat yang ia kumpulkan untuk mencari masukan buat mengatasi kisruh pemilihan Kepala Polri-bahwa bukan dia yang berinisiatif mencalonkan Budi.

Jumat pekan lalu, Tempo menemui Jokowi. Dengan rambut belah samping dan sedikit berantakan, Jokowi mengambil tempat duduk di ujung meja di salah satu ruangan Istana Merdeka, Jakarta. Dia melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak disukai: berbicara tentang kisruh pengangkatan Kapolri, tekanan partai, dan Megawati Soekarnoputri. Meski tidak terdengar marah, dalam wawancara satu jam itu, ia menyuarakan ketidaksabarannya atas situasi kisruh yang dihadapinya. "Ini persoalan yang mudah, tapi menjadi sulit," katanya.

****

Kisruh mengenai pencalonan Budi Gunawan ini dianggap merusak kinerja pemerintahan Anda?

Menurut saya, malah baik hal seperti ini terjadi di awal, ketimbang nanti-nanti.

Anda ditekan agar segera melantik Budi?

Lihat saja, mana ada tekanan? Soal pencalonan Kepala Kepolisian, tekanannya di mana? Partai meminta (Budi) dilantik? Sampai sekarang apakah sudah saya lantik? Kan, belum.

Tapi Anda mengajukannya ke DPR, padahal publik meminta Anda menarik pencalonan Budi setelah muncul keputusan tersangka dari KPK?

Kalau memakai logika yang benar, apa yang harus dilakukan oleh Dewan setelah calon yang saya ajukan dijadikan tersangka?

Anda mengharapkan Dewan menolaknya?

Nah... kan. Logikanya kan harus seperti itu.

Tapi kan Anda punya andil karena mengajukan Budi?

Lho, kok punya andil? Masak, nama yang baru saya masukkan saya tarik lagi? Kalau memakai logika yang benar, ya, harus seperti itu tadi (ditolak DPR).

Jusuf Kalla meminta Anda melantik Budi karena sudah direstui DPR?

Berpendapat kan boleh, tapi keputusan kan di saya.

Pelantikan Budi menunggu praperadilan selesai. Jika hakim setuju bahwa penetapan Budi sebagai tersangka harus dibatalkan, Anda akan melantiknya?

Kita tunggu.

Jadi ada kemungkinan Budi tidak dilantik?

Ya, nanti kita lihat saja. Diputuskan saja belum, kok, pada grusa-grusu. Kita harus mengikuti proses hukum.

Kenapa tidak meminta pertimbangan KPK dan PPATK saat akan mencalonkan Budi?

Tidak semuanya dong harus ke KPK dan PPATK.

Kenapa?

Mereka semua kan lembaga penegak hukum, jadi jangan ada yang merasa satu di atas yang lain. Ini lembaga negara, lho.

Sebaliknya, ketika memilih pemimpin KPK, Anda kan bisa crosscheck juga ke polisi?

Tidak, tidak, saya kira tidak. Di-crosscheck itu malah membenturkan.

Anda tidak minta pendapat ke KPK dan PPATK ketika memilih Kapolri karena tahu nama Budi Gunawan sudah distabilo merah saat diajukan sebagai calon menteri?

Tidak bisa saya sampaikan. Itu rahasia negara. Siapa pun yang bertanya tidak akan saya jawab.

Bagaimana Anda memilih Budi Gunawan?

Kan, ada prosedurnya, yaitu lewat Komisi Kepolisian Nasional. Mereka sudah menjaring jauh hari sebelumnya. Yang diberikan ke saya waktu itu ada sebelas atau berapa nama, kemudian mengerucut jadi lima calon.

Sebenarnya apa urgensi mengganti Kapolri Jenderal Sutarman yang baru akan pensiun Oktober nanti?

Ada juga yang dua tahun sebelum pensiun sudah diganti, misalnya Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno saat menjadi Kepala Staf Angkatan Laut. Semuanya perlu penyegaran organisasi.

Betulkah Sutarman diganti karena tidak loyal kepada Anda, membela Prabowo, saat pemilihan presiden?

Saya tidak berpikir seperti itu.

Anda memilih orang yang Anda percaya?

Terutama di tempat-tempat yang strategis. Dalam manajemen apa pun, di keuangan sebuah perusahaan, misalnya, kita akan menempatkan orang yang kita percaya untuk memegang uang. Dan itu hak prerogatif saya. Jangan tanya-tanya terlalu detail. Jangan tanya terus kenapa, kenapa…. Sebab, itu adalah hak prerogatif saya.

Anda percaya kepada Budi Gunawan?

Kepada Kompolnas memang saya bertanya tentang masalah rekening. Jawaban mereka, dia (Budi) clear. Artinya tidak ada masalah. Saya juga diberi klarifikasi berupa surat dari Kepolisian. Kepolisian harus saya percayai. Jangan sampai kita tidak percaya terhadap lembaga negara.

Presiden biasanya meminta masukan dari Kapolri tentang siapa yang pantas menggantikannya….

Masing-masing kan punya cara sendiri. Tidak usah disama-samakan. Buka saja undang-undangnya, apakah cara seperti itu ada?

Seratus hari pemerintahan Anda penuh persoalan politik seperti ini?

Itu biasa. Kalau di awal pemerintahan memang seperti itu. Dalam format baru kekuasaan, semuanya akan mendekat, dan pasti ada kepentingan-kepentingan. Saya kira itu normal. Yang penting, kita bisa mengelola agar kepentingan itu bermuara pada kepentingan negara dan rakyat.

Merasa berat?

Saya ini sudah melewati manajemen berjenjang, dari wali kota, gubernur, kemudian sekarang pemimpin negara. Memimpin negara sebesar ini-17 ribu pulau, dengan 250 juta penduduk, lebih dari 500 kabupaten dan kota-memerlukan manajemen kontrol yang baik, konsolidasi organisasi yang baik, sehingga dari atas sampai bawah itu garisnya sama. Di level perencanaan, di level organisasi, baik pemerintah daerah, kabupaten-kota, provinsi, maupun di Kepolisian dan Kejaksaan, semua ini kita konsolidasikan.

Hasil konsolidasi organisasi tersebut sudah sesuai dengan keinginan Anda?

Kalau tidak sesuai, akan disesuaikan terus. Lha iya dong. Harus ditekan agar sesuai. Kalau enggak ditekan, bagaimana kita mau punya rencana dan visi besar?

Pemerintah dihadapkan pada tantangan besar pembenahan birokrasi. Sudah berjalan?

Saya beri contoh Pelayanan Terpadu Satu Pintu nasional. Kemarin kami bisa mengumpulkan 22 kementerian dalam satu ruangan untuk memberikan pelayanan langsung di satu ruangan untuk masyarakat dan dunia usaha. Sebab, kita tahu, di tiap kementerian, yang terjadi sebenarnya itu bukan masalah ego, tapi ada "kue". Enggak usah ditutup-tutupilah.

Untuk membenahi birokrasi, memang diperlukan ketegasan. Anda sampai menggebrak meja?

Tidak perlu menggebrak meja. Injak kaki saja. Bayangkan saja mengumpulkan 22 kementerian yang mau memberikan izin di dalam satu ruangan. Sekali-sekali lihat dong ke sana. Di sana terlihat indeks, kementerian apa yang kurang cepat, mana yang cepat, mana yang lambat. Semuanya terlihat. Itu konsolidasi organisasi yang terus dijalankan.

Anda puas dengan kinerja 34 menteri dalam kabinet?

Seperti dalam barisan, ada yang sudah bergerak cepat di depan, tapi ada yang kelihatan masih di tengah. Juga ada yang masih di belakang. Kalau memang (pekerjaannya) betul-betul sulit, ya, mau bagaimana lagi?

Dalam barisan itu, Kementerian apa yang tertinggal?

Baru dinilai kok disuruh sebut. Saya kira Anda sudah tahulah. Saya kira menteri-menteri saya juga sudah tahu, mana yang harus dipacu untuk bergerak lebih cepat kan kelihatan.

Berapa lama Anda kasih target konsolidasi organisasi ini selesai? Satu tahun?

Ndak… ndak… ndak..., kelamaan. Saya kan hanya diberi waktu lima tahun. Harus cepat, lho.

Kalau kurang dari satu tahun, berarti berapa lama?

Bisa saja empat-enam bulan.

Kriteria menteri yang Anda harapkan bagaimana?

Kita perlu menteri yang berani memutuskan, merombak, dan melakukan terobosan.

Bagaimana dengan pernyataan kontroversial dari Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, yang menyebut rakyat tak jelas? Apakah ini contoh menteri yang tidak Anda inginkan?

Begini. Bukan masalah gaya saya atau cara saya ya, tapi kan kita ingin kerja cepat. Kemudian sistemnya mendukung, itu yang kadang-kadang harus dibenahi.

Anda yakin 34 menteri ini adalah pilihan yang terbaik?

Saat itu iya.

Kami dengar hanya 40 persen dari jumlah menteri yang sesuai dengan keinginan Anda pada saat itu? Selebihnya adalah keinginan partai.

Siapa yang bilang? Saya mau tanya, yang dari partai itu berapa? Kok, malah dibalik-balik.

Menteri dari partai kabarnya tidak perform, ya?

Enggak, menteri dari partai banyak juga yang baik. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo itu bagus.

Kalau Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani?

Pak Tjahjo Kumolo bagus (tertawa).

Anda dinilai belum independen dan masih mementingkan partai?

Kalau dalam urusan politik, saya mendengar partai, itu wajar. Kalau saya mendengar dari para ekonom, yang berkaitan dengan ekonomi, wajar juga. Memang tipikal saya senang mendengar.

Anda bukan ketua umum partai, tentu punya gerak yang terbatas?

Tidak. Apa dari luar terlihat terbatas? Kan, enggak.

Dalam beberapa keputusan, sepertinya begitu….

Lihat, dong, apakah keputusan saya terbebani keinginan partai atau tidak. Tanya saja orang-orang di dalam Istana ini.

Dari luar, intervensi itu terlihat jelas. Misalnya, dalam pemilihan sejumlah pejabat negara, Anda sepertinya tak pernah benar-benar independen?

Meminta pendapat partai itu realitas politik. Yang penting, jangan memaksakan.

Anda dipaksa partai?

Lho, saya justru ngomong, "Jangan memaksakan."

Bukankah ada tekanan dari NasDem untuk mengangkat Prasetyo-anggota partai itu-sebagai Jaksa Agung?

Memilih siapa pun pasti ada pro dan kontra. Di negara ini, orang senang berpikir negatif. Kita ini perlu sebuah revolusi karakter, revolusi berpikir, dan revolusi kerja. Kalau cara pandangnya negatif terus, kapan kita majunya?

Artinya Jaksa Agung adalah benar-benar pilihan Anda?

Semua ada kalkulasinya. Boleh saja kamu usul, semua usul, partai usul juga boleh. Lha wong usul saja, kok. Memberi nama calon, selalu banyak nama yang masuk, tapi kan yang menentukan tetap saya. Usul boleh-boleh saja, tapi ada proses seleksi. Kalau tahapan terakhir tidak bisa masuk, ya, tidak masuk.

Tahapan terakhir itu artinya tahapan untuk minta pertimbangan ke partai?

Ya, pertimbangan saya, dong. Partai punya mekanisme sendiri, bukan urusan saya. Kalau mekanisme partai tidak dilalui, ya, tidak bisa. Mesti ikut mekanismenya.

Apa dasar pertimbangan Anda?

Saya cek. Ada data, dong. Data intelijen dan data pribadi. Didasari data itu baru kita putuskan.

Ada yang menilai Anda terlalu sering berhubungan dengan Megawati.

Tanya saja ke sana. Saya tidak mau berkomentar.

Tadi malam (Kamis malam pekan lalu-Red.), Anda di kediaman Megawati?

Saya di Istana. Coba tanya tadi malam saya sama siapa dan sampai jam berapa.

Sebenarnya bagaimana pola hubungan Anda dengan Megawati ?

Biasa saja, dari dulu kan begitu.

Kapan terakhir bertemu dengan Megawati?

Pertemuan seperti itu tidak perlu saya sampaikan kapan atau bagaimana. Urgensinya apa? Sebenarnya saya ingin pertemuan-pertemuan itu terbuka. Pers melihat supaya terang-benderang. Tidak menebak-nebak. Tapi belum tentu beliau-beliau (elite partai) ini mau.

Muncul juga kabar bahwa sekitar Anda kini diisi orang-orang yang menghambat partai pendukung untuk berkomunikasi?

Yang di partai bilang, kanan-kiri saya aktivis semua. Sebaliknya, aktivis berbicara, saat ini yang di kanan-kiri saya orang partai semua. Silakan tanya orang yang di sini (Istana) saja.

Pertemuan Anda dengan Prabowo di Bogor membicarakan apa?

Pertama, Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia. Pak Prabowo mau membawa organisasi IPSI ke Istana dan mengangkat saya sebagai pendekar. Kami juga membicarakan masalah KPK dan Polri. Dia menyampaikan dukungan kepada pemerintah.

Setelah bertemu dengan Prabowo, Anda tampak lebih ceria….

Dari kemarin-kemarin juga ceria. Sama saja, hanya kemarin-kemarin itu saya ketularan flu dari istri.

Anda sepertinya sudah lama tidak blusukan?

Kata siapa? Selasa lalu, saya ke Kuala Tanjung dan Semangke, Sumatera Utara.

Biasa di lapangan, kemudian sekarang di dalam Istana dalam tembok tebal. Siksaan buat Anda?

Ya, kan saya banyak ke outdoor juga. Banyak ke pasar dan menemui rakyat.

Joko Widodo, Tempat dan tanggal lahir: Surakarta, Jawa Tengah, Rabu, 21 Juni 1961,
Pendidikan: Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (1985), Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Surakarta, Jawa Tengah, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Surakarta, Jawa Tengah, Sekolah Dasar Negeri III Tirtoyoso, Solo, Jawa Tengah, Karier: Presiden Republik Indonesia (2014-2019), Gubernur DKI Jakarta (2012-2014), Wali Kota Surakarta (2010-2015), Wali Kota Surakarta (2005-2010), Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia Surakarta (2002-2007), Ketua Bidang Pertambangan dan Energi Kamar Dagang dan Industri Surakarta (1992-1996), Eksportir Mebel

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus