Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PRESIDEN Joko Widodo sedang berada di mobil menuju kantor Badan Intelijen Negara di Kalibata, Jakarta Selatan, pada Selasa siang tiga pekan lalu. Ia mengagendakan blusukan ke kantor lembaga telik sandi itu. Sejumlah pejabat menyertainya pagi itu, seperti Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, dan Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan.
Belum sampai tujuan, Sekretaris Kabinet mendapat kabar bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka perkara suap dan gratifikasi. Presiden mengajukan Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian itu sebagai calon tunggal Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia ke Dewan Perwakilan Rakyat, Jumat pekan sebelumnya.
Sesampai di kantor BIN, Jokowi langsung menggelar rapat dengan tiga pembantu utamanya: Pratikno, Andi, dan Luhut. Jokowi memerintahkan Pratikno mempelajari aturan hukum tentang penetapan tersangka calon Kepala Polri. Andi diberi tugas memantau reaksi relawan, aktivis, dan masyarakat. Sedangkan Luhut diinstruksikan mengamati reaksi dari anggota Dewan di Senayan. Ketiganya segera menjalankan tugas itu.
Begitulah, Presiden Jokowi tidak bisa dilepaskan dari Pratikno, Andi, dan Luhut. Berdasarkan tugas formalnya, Menteri Sekretaris Negara menjalankan fungsi administrasi sehari-hari Presiden sebagai kepala negara, seperti penerbitan peraturan presiden dan audiensi dengan pemimpin lembaga tinggi negara. Sekretaris Kabinet berfungsi mengawal dan memberi dukungan kerja kabinet. Adapun Kepala Staf Kepresidenan mengelola isu strategis dan membangun komunikasi politik di parlemen. "Tugas itu membuat kami melekat sehari-hari dengan Presiden," kata Pratikno pekan lalu.
Tak aneh jika sehari-hari Pratikno, Andi Widjajanto, dan Luhut Panjaitan adalah orang yang paling sering dipanggil Presiden. Saban hari, sekitar pukul sembilan pagi, Andi dan Pratikno sudah terlihat berjalan kaki dari kantor Sekretariat Negara menuju Istana Merdeka, tempat Presiden berkantor. Sebelum Presiden melakukan aktivitas, keduanya juga memberi laporan singkat.
Biasanya Luhut menyusul sejam kemudian. Ketiganya kemudian terus mendampingi Presiden dalam berbagai kegiatan hingga jam makan siang. Sekitar pukul 14.00, setelah istirahat, Andi dan Pratikno biasanya akan masuk lagi ke Istana dan baru kembali ke ruangan masing-masing pada sore atau sering pada malam hari. Ketika Presiden menghadiri acara di Jakarta, luar kota, atau luar negeri, Pratikno atau Andi pasti mendampinginya.
Selain melakukan tugas administrasi kenegaraan, Menteri Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet memiliki tugas khusus dari Presiden. Sebelum mengambil keputusan atau kebijakan, Presiden Jokowi sering meminta Pratikno atau Andi membuat kajian soal opsi-opsi keputusan yang akan diambil serta implikasinya bagi masyarakat dan pemerintahan serta dampaknya secara politis.
Andi Widjajanto mengatakan instruksi untuk membuat kajian tersebut biasanya terkait dengan pengangkatan seseorang menjadi pejabat atau perumusan kebijakan yang strategis. "Tugas kami mengamankan Presiden, memastikan bahwa keputusan Presiden dari sisi hukum, etika politik, kalkulasi politik, dan sosial tidak meleset dan tidak salah. Tugas kami menjaga Presiden," kata Andi kepada Tempo.
Fungsi "pengamanan" Presiden, menurut Andi, termasuk mencegahnya membuat kebijakan yang hanya mengakomodasi kepentingan kelompok tertentu. Jokowi sudah memberi penugasan khusus ini sejak pemilihan Jaksa Agung. Ia meminta Pratikno, Andi, dan para anggota staf khusus mengkaji dan membuat pilihan-pilihan tentang calon Jaksa Agung.
Jokowi mengantongi beberapa nama calon Jaksa Agung. Beberapa hari sebelum pelantikan Prasetyo, Presiden makan siang dengan para ketua umum partai anggota koalisi, yang antara lain membahas calon Jaksa Agung. Para ketua umum partai koalisi-Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai NasDem, Partai Hanura, serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia-diminta memberi masukan. Setelah acara selesai, Presiden memerintahkan Pratikno dan Andi meneliti kembali calon-calon Jaksa Agung.
"Presiden bilang ada opsi calon internal dan eksternal. Kami disuruh membuat kajian," ujar Andi. Pada akhirnya, Jokowi memilih Jaksa Agung yang diajukan Partai NasDem: H.M. Prasetyo.
Saat pemilihan anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Jokowi juga meminta tim Sekretariat Negara dan tim Sekretariat Kabinet membuat kajian calon-calonnya. Menerima usul dari partai-partai politik, tim Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet diminta membuat profil setiap kandidat, termasuk riwayat dan latar belakang mereka. Hasilnya, menurut Andi, usulan Partai NasDem, yaitu Jan Darmadi, mendapat sorotan yang berkaitan dengan judi. Karena secara hukum dianggap tidak melanggar, menurut Andi, Jan tetap dilantik.
Setelah penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka, tim Sekretariat Negara dan tim Sekretariat Kabinet juga diminta Presiden membuat kajian mengenai pilihan-pilihan yang mungkin diputuskan. Opsi-opsi tersebut merupakan rangkuman dari berbagai masukan yang diterima Presiden, dari Tim Sembilan, Komisi Kepolisian Nasional, Dewan Pertimbangan Presiden, hingga masukan dari partai politik.
Tim Sekretariat Negara dan tim Sekretariat Kabinet kemudian menyiapkan beberapa pilihan serta dampak yang akan dihadapi Presiden. Opsi yang diberikan adalah tetap melantik karena sudah ada persetujuan DPR, melantik kemudian menonaktifkan, atau meminta Budi Gunawan mundur. "Seluruhnya kami berikan, termasuk proses praperadilan yang sekarang dipilih. Kami buat bagan, tugas kami membuat data selengkap-lengkapnya untuk Presiden," kata Andi.
Menteri Sekretaris Negara dan Sekretaris Kabinet tentu tidak sendirian dalam membuat kajian-kajian bagi Presiden. Pratikno dibantu oleh anggota staf khusus, Ari Dwipayana dan Refly Harun. Andi ditopang oleh Teten Masduki, Alexander Lay, dan Jaleswari Pramodhawardani. Nama-nama tersebut tidak asing bagi Jokowi. Kecuali Refly, selama kampanye, mereka menjadi anggota tim ahli Jokowi dan terlibat dalam penyusunan visi-misi.
Andi mengatakan Teten Masduki dipilih karena memiliki keahlian dalam tata kelola pemerintah. Sedangkan Alexander Lay memiliki kompetensi dalam bidang hukum. Adapun Jaleswari diharapkan menggarap kelompok aktivis dan minoritas. Ari Dwipayana ditugasi memberi kajian dari sisi politik. Meski dalam surat keputusan pengangkatan, anggota staf khusus yang berada di bawah Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet berada dalam struktur berbeda, dalam prakteknya mereka lebih sering bekerja bersama. "Tugas kami hanya memberi pertimbangan kepada Presiden dan baru mengerjakan kajian jika diminta," ujar Teten.
Orang dekat Presiden di lingkaran Istana mengatakan Jokowi sejak awal memimpikan perangkat kepresidenan yang diisi kaum profesional. Karena itu, dalam penyusunan kabinet, Jokowi memilih Pratikno, yang ketika itu masih Rektor Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, menjadi Menteri Sekretaris Negara dan Andi Widjajanto sebagai Sekretaris Kabinet.
Selama 100 hari pemerintahan Jokowi-Kalla, tiga pembantu presiden tersebut sering dianggap menghalangi akses ke Presiden. Mereka dianggap menghambat "masukan" partai penyokong kepada sang Presiden. Sejumlah politikus menuduh mereka tidak mengangkat telepon untuk menyampaikan pesan kepada Presiden atau "memainkan" jadwal audiensi dengan Presiden.
Ketika dimintai konfirmasi, Andi membantah menghalang-halangi masukan dari luar ke Presiden. Menurut dia, keputusan mengenai audiensi bukan hanya kewenangan Sekretaris Kabinet atau Menteri Sekretaris Negara. Ia mengakui mendapat keluhan dari beberapa politikus PDI Perjuangan yang menuduhnya sulit dihubungi. Tapi Andi menyebutkan kesibukan di Istana membuatnya tidak bisa selalu mengakses telepon. "Kalau sudah bersama Presiden, telepon seluler harus mati," katanya.
Presiden Jokowi mengakui memiliki "tim andalan" untuk menjamin ketepatan kebijakan yang diambil. Ia sengaja melibatkan beberapa tim untuk mendapat lebih banyak masukan atas keputusan yang akan dibuat. "Timnya lebih banyak sekarang. Ada yang melekat, setengah melekat, dan yang tidak melekat juga ada. Timnya ada yang kecil, sedang," ujarnya.
Berbeda dengan Andi dan Pratikno, fungsi yang dijalankan Luhut Panjaitan sedikit berbeda. Sebagai Kepala Staf Kepresidenan, selain melakukan fungsi pengawasan dan evaluasi internal, Luhut bertugas mengamankan parlemen. Pemilihan Luhut sebagai Kepala Staf Kepresidenan pun bukan tanpa alasan. Koneksi politiknya di parlemen diharapkan dapat memuluskan kebijakan Jokowi yang membutuhkan persetujuan DPR.
"Pak Jokowi maunya sepuluh fraksi di DPR, semuanya, mendukung pemerintah. Yang dilakukan Kepala Staf Kepresidenan adalah membuat kalkulasi politik yang matang sehingga kebijakan pemerintah mulus di DPR," kata Andi.
Sejak menjadi Kepala Staf Kepresidenan, Luhut beberapa kali menerima tamu yang berada di dalam Koalisi Prabowo. Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie, Ketua DPR Setya Novanto, dan politikus Golkar, Yorrys Raweyai, merupakan sedikit tokoh yang terlihat bertemu dengan Luhut. Pertemuan antara Jokowi dan Prabowo Subianto, Kamis pekan lalu, juga tak lepas dari peran Luhut.
Luhut menjadi salah satu pihak yang ikut merancang pertemuan politik di Istana Bogor itu. Ketika dimintai penjelasan soal perannya sebagai Kepala Staf Kepresidenan, Luhut belum banyak berkomentar. Ia hanya mengatakan tugasnya adalah memberi pertimbangan kepada Presiden tentang isu strategis. "Jadi saya mengelola dan memberi masukan kepada Presiden mengenai isu strategis yang berkembang," ujarnya. Ananda Teresia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo