Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kerasukan Roh Jahat

27 Maret 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI Kanagawa Arts Theatre, Yokohama, 19 Februari lalu, pentas tunggal tari mengenai kerasukan roh jahat di Bali ini dibawa ke Teater Salihara, Jakarta, pada 26 Februari. Tubuh Zen Yamashita bergetar tak keruan. Tangan dan kakinya bergerak tanpa arah. Tak ada suara, tak ada musik.

"Kamu tidak seperti orang kerasukan," tulis teks di layar belakang dirinya. Dalam pertunjukan di Yokohama, tarian berjudul Road to Evil Spirit ini merupakan duo yang dimainkan Yamashita dan Yukie Hirota, perempuan Jepang yang belajar tari Bali selama 30 tahun. Hirota tampil sebagai bayang-bayang di layar. Sementara itu, karya ini di Salihara ditarikan solo oleh Yamashita.

Tari ini bertolak dari pengalaman Yamashita memahami dunia sekala dan niskala Bali setelah mengikuti residensi di Bali pada 2015. Menurut Yamashita, seni kontemporer itu sama seperti roh jahat bagi orang Bali. "Tidak ada yang mau mempelajarinya," katanya. Yamashita tergelitik dengan fakta bahwa orang Bali merefleksikan roh jahat dan roh baik dalam upacara yang sama.

"Roh jahat itu ada di lever, bagian bawah dada sebelah kanan. Roh jahat itu ada di ginjal, di sisi belakang punggungmu." Yamashita lalu menampilkan ekspresi seolah-olah ada sesuatu dalam dirinya. Kalimat-kalimat di layar hitam Yamashita merupakan pemahaman Yamashita bagaimana orang Bali memahami roh jahat dalam tubuh yang dipelajarinya baik dari Yukie Hirota maupun guru Bali asli. Versi teks narasi di Yokohama berbeda dengan pertunjukan di Salihara.

Dalam beberapa bagian, teks-teks itu seperti jurnal yang menceritakan pengalaman sehari-hari Hirota di Bali. Seperti saat abu letusan Gunung Rinjani memenuhi langit Bali, yang menghentikan aktivitas di Bandar Udara Ngurah Rai, atau ketika gerhana matahari terjadi bersamaan dengan perayaan Nyepi pada 9 Maret 2016. "Suara gambang, semacam xylophone, yang dimainkan pada upacara ritual sangat magis, seolah-olah menarik sesuatu yang misterius, yang tidak terlihat."

Pada momen lain, teks-teks itu bercerita tentang bagaimana Yamashita belajar kepada Hirota menari Legong. Tari yang hanya dimainkan perempuan itu dijelaskan dengan konsep teater kabuki, ketika lelaki dapat memerankan perempuan. "Bahu sejajar tak bergerak. Tapi ada ayunan lambat di sisi rusuk, gerakan khas perempuan."

Teks itu di beberapa bagian seperti ucapan Hirota yang meminta Yamashita melakukan gerakan tertentu. Seperti saat teks meminta Yamashita berputar ke kiri. Menurut teks itu, orang Bali akan berputar setelah menyaksikan upacara ngaben. Putaran ke kiri merupakan simbol pemisahan sekala dan niskala. Teks itu lantas memintanya merasakan sensasi fisik dari balik organ. Memintanya berteriak dari perut, lalu dari ekor.

Yamashita pun berteriak sembari berputar. Dia seperti gasing yang berputar ke kiri dengan cepat. Teriakan kerasnya memenuhi galeri. Semakin keras seiring dengan putaran tubuhnya yang semakin cepat. Sampai dia tiba-tiba berhenti berteriak dan terkapar di lantai. Panggung lalu gelap, layar kosong tanpa teks. Hening beberapa lama. Seluruh organ tubuhnya seperti hilang. Sebuah body without organ. Namun pementasan di Salihara lucu. Teks terakhir bertulisan: "Ah, di sini mati lampu. Ini pasti kerja roh jahat."

Seno Joko Suyono, Amandra M. Megarini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus