Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kereta Minus, Tanpa Terminal

Masalah angkutan umum di jakarta, dengan kereta sulit ditingkatkan, dengan bis kota juga tak mudah di tanggulangi. terminal bis di dalam kota akan dihapus untuk memperbanyak & mempercepat penumpang yang diangkut.(kt)

26 Juli 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANGKUTAN umum di Jakarta masih tetap menjadi masalah. Rencana induk DKI 1965 - 1985 menetapkan perbandingan pengangkutan: dengan kereta api 50%, bis kota 32% dan lainnya 18%. Tapi kenyataan yang ada sekarang hampir terbalik: kereta api 1,5%, bis kota 59,6% dan kendaraan lainnya 38,9%. "Sampai tahun 2.000 nanti, target rencana induk itu masih sulit tercapai," kata Sekretaris Tim Pengendali Angkutan Kota Jabotabek, Soekotjo. Namun Soekotjo tak begitu kecewa. Terutama karena ia juga melihat pertambahan jumlah bis kota -- paling tidak usaha-usaha untuk membenahi jenis angkutan umum dalam Kota Jakarta ini. Bahkan pekan lalu, misalnya, PPD (Pengangkutan Penumpang Djakarta) menambah atmadanya dengan 8 buah bis bertingkat yang sebuahnya dapat menampung hampir 100 penumpang setiap kali angkut. Sebab, tambah Soekotjo, untuk membangun jaringan kereta api perlu biaya amat mahal. Malahan bila frekuensi mau pun jalur kereta api yang ada sekarang ditingkatkan, dapat mengganggu keseimbangan lalulintas. Satu-satunya kemungkinan untuk meningkatkan pengangkutan kereta api adalah dengan menambah frekuensi di luar Jakarta, bukan di dalam Kota Jakarta. Misalnya Jakarta-Bekasi, Depok-Jakarta. Dengan kata lain pengangkutan di dalam Kota Jakarta masih tetap mengandalkan bis kota. Tapi membenahi bis kota ternyata juga tak mudah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk menjadikannya sebagai angkutan umum yang memadai. Setiap hari kerja dari 6,5 juta warga Jakarta, tercatat 2,5 juta orang yang memerlukan angkutan umum. Dari jumlah itu hanya mampu diangkut sekitar 1,8 juta orang. Karena itu menurut Soekotjo saat ini masih diperlukan 3.100 buah bis ukuran besar--sementara yang beroperasi sekarang 1.550 bis (di luar bis kecil Metro Mini yang berjumlah 900 buah). Caci Maki Salah satu cara untuk mengurangi jumlah bis kota, sejak 4 bulan lalu dicobakan rute tanpa terminal pada bis PPD jurusan Blok M - (melingkari) Lapangan Banteng (no. 11) dan jurusan Cijantung - (melingkari Lapangan Banteng (no. 41). Dalam bulan pertama dan kedua pendapatan di kedua jalur ini menurun secara menyolok karena penumpang masih enggan menaikinya. "Hampir Rp 500 ribu sehari," ungkap Dirut PN PPD, Soekresno Hardjopranoto. Lagi pula, tambahnya, sopir selalu mendapat caci-maki penumpang yang harus turun di luar terminal Lapangan Banteng. "Tapi sekarang pendapatan sudah kembali normal, dan penumpang sudah terbiasa," kata Soekresno lagi. Dengan membiarkan bis tidak berhenti di terminal Banteng, berarti kendaraan itu berjalan terus. Ini dimaksudkan agar jumlah penumpang yang ter:mgkut akan semakin banyak dan cepat. larena itu, menurut Soekotjo, pada saatnya kelak terminal-terminal di dalam kota akan dihapus -- misalnya, Lapangan Banteng, Blok M, Grogol dan Cililitan. Semua terminal hanya ada di pinggir kota. Sehingga bis-bis kelak hanya lewat untuk menurunkan dan menaikkan penumpang di pemberhentianpemberhentian untuk selanjutnya kembali ke terminal lagi. Soekotjo membantah bahwa bis tanpa terminal (di dalam kota) itu akan mempercepat kendaraan rusak. "Bis yang berjalan secara produktif, itu yang efisien," katanya, "lagi pula batas servis satu kendaraan diukur dari kilometer yang dicapai, bukan dari sering tidaknya kendaraan itu berjalan." Sehingga bagi Soekotjo yang penting sekarang adalah mengadakan persiapan ke arah penghapusan terminal dalam kota itu. Misalnya: memperbanyak pemberhentian (selter), mengatur waktu istirahat bagi awak bis pada jamjam sibuk dan mengatur jalur sehingga penumpang tak sulit bila hendak berpindah rute. Sayang Soekotjo belum mau menyebut kapan pelaksanaan penghapusan terminal-terminal bis dalam kota itu secara menyeluruh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus