Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ELISABETH Sulistyowati bolak-balik mendandani rumah barunya. Karyawati swasta 31 tahun ini baru membeli rumah tipe 36/145 seharga Rp 223 juta di kawasan Jatiasih, Bekasi, Jawa Barat, yang akan ditempati akhir bulan ini. Ia cukup puas pada hasil negosiasi dengan pengembang yang mematok bunga kredit 10 persen. ”Lebih murah dibanding kredit pemilikan rumah lainnya,” kata Elisabeth, Selasa pekan lalu.
Elis, begitu ia dipanggil, ikut menikmati penurunan suku bunga kredit yang berlaku sejak pertengahan tahun ini. Para calon pembeli rumah yang menunda transaksi karena suku bunga tak kunjung turun menjadi sasaran empuk pengembang dan bank penyalur kredit. Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia, dari 8,75 persen menjadi 6,5 persen pada awal tahun, perlahan-lahan menurunkan suku bunga kredit.
Pembeli rumah bungah dengan penurunan bunga. Para pengembang pun segera membukukan peningkatan penjualan. Grup Agung Podomoro, misalnya, tahun ini mengklaim berhasil menjual 7.000 unit apartemen. Tahun depan, pengembang yang kini fokus di pasar apartemen menengah ini berharap bisa memasarkan 8.000 unit apartemen di tiga proyek andalan, yakni Kalibata Residence, Podomoro City, dan Kuningan.
Indra Widjaja Antono, direktur pemasaran perusahaan itu, mengatakan target akan tercapai jika suku bunga kredit turun dari 13 persen sekarang ke tingkat ideal 10-12 persen. ”Properti kan sangat sensitif dengan bunga kredit,” katanya. Kepala Riset Procon Indah Research Utami Prastiana pun memperkirakan penjualan perumahan baik rumah maupun kondominium bakal naik. Sebab, Bank Indonesia memberikan sinyal bahwa tahun depan suku bunga acuan akan stabil pada 6,5 persen.
Utami memperkirakan sektor properti secara keseluruhan tumbuh 10-15 persen tahun depan. Penyumbang terbesar perkantoran. Adapun penjualan rumah, menurut dia, tetap didominasi kelas menengah ke bawah di wilayah Tangerang, Bekasi, dan Bogor. ”Properti mahal masih dilirik investor yang beralih dari pasar modal,” tuturnya.
Kinerja perbankan juga bakal moncer akibat cerahnya prospek properti tahun depan. Bank Central Asia menargetkan kredit kepemilikan rumah bisa tumbuh 20 persen dari tahun ini. Hingga kuartal ketiga tahun ini, penyaluran kredit BCA tumbuh 20 persen menjadi sekitar Rp 11,5 triliun. Sampai akhir tahun, bank ini berharap bisa mencapai Rp 12 triliun lebih. ”Karena ekonomi mulai tumbuh dan permintaan pasar tetap tinggi,” kata Direktur Konsumer BCA Henry Koenaefi.
Menurut Henry, tahun depan strategi suku bunga kompetitif masih akan diandalkan. Tahun ini BCA memikat konsumen dengan suku bunga tetap selama tiga tahun sebesar 10,5 persen, dan dua tahun berikutnya tidak akan melebihi 14 persen. ”Bunga sesuai pasar selama enam bulan setelah bunga tetap sebesar 13 persen. Ini bunga termurah saat ini,” katanya.
Penguasa pasar kredit perumahan, Bank Tabungan Negara, juga mematok target kredit tumbuh 20 persen tahun depan menjadi Rp 16 triliun. Angka ini naik dibanding pencapaian tahun ini, 17 persen. Hingga September 2009, bank pelat merah ini sudah menyalurkan kredit perumahan 66,09 persen dari total kredit baru Rp 10,21 triliun. Suku bunga yang ditawarkan kini berkisar 11,75 persen.
Nada optimistis juga disuarakan Ketua Umum Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia Teguh Satria. Ia memperkirakan kapitalisasi properti tumbuh 17-20 persen tahun depan menjadi Rp 102 triliun. Residensial akan tumbuh 10-15 persen, yang ditopang peningkatan pasokan rumah sederhana sehat dari 120 ribu unit menjadi 150 ribu unit. ”Apartemen akan tumbuh tipis, sedangkan perkantoran tumbuh tertinggi, 20-25 persen,” katanya.
Bukan berarti bisnis properti bakal mulus pada 2010. Banyak pihak pesimistis suku bunga kredit bakal terus turun. Pengamat pasar modal Goei Siaw Hong memprediksi ekonomi tumbuh sekitar 5 persen. Sayangnya, menurut dia, selain diikuti kenaikan daya beli masyarakat, pertumbuhan itu diikuti peningkatan laju inflasi. Ia memperkirakan suku bunga acuan akan naik minimal 25 basis point, setidaknya di awal kuartal kedua. Ini bisa memicu kenaikan suku bunga kredit. ”Beberapa negara lain kan sudah mulai menaikkan suku bunga,” ucapnya.
Namun Teguh tidak terlalu khawatir dengan kenaikan suku bunga acuan. Ia menjelaskan, kenaikan suku bunga acuan di bawah 7,5 persen masih direspons positif oleh pasar properti. Dengan spread 4 persen, bunga KPR tahun depan 11,5 persen masih lebih baik dibanding sekarang di kisaran 13 persen. Ancaman terbesar, kata dia, justru kenaikan harga material seperti besi beton, karena meningkatnya permintaan konstruksi dari Singapura yang lepas dari resesi.
Satu hal lagi. Bank sentral memperingatkan rasio kredit seret di bidang properti selama Januari-Juni 2009 naik 3,5 persen atau Rp 6,9 triliun dibanding akhir tahun lalu. Kajian Stabilitas Keuangan BI per akhir September 2009 itu menyebutkan, secara nominal yang menyumbang terbesar adalah KPR (Rp 3,6 triliun), tapi berdasar rasio yang tertinggi adalah konstruksi (4,8 persen) dan real estate (4,7 persen). Jadi, meski berpotensi tumbuh, properti masih dikelilingi banyak ancaman.
Tabel Suplai Kumulatif
  | Q3 2008 | Q3 2009 | 2010* |
Perkantoran (juta meter persegi) | 3,81 | 4,03 | 4,23 |
Retail (juta meter persegi) | 3,02 | 3,45 | 3,68 |
Apartemen (ribu unit) | 63,30 | 69,60 | 78,00 |
Residensial (ribu unit) | 335,70 | 346,30 | 382,60 |
*) Prediksi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo