Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sudah dua pekan terakhir ini Widiastuti, 30 tahun, merasa kurang nyaman di rumah. Setiap hari dari pagi sampai petang, kebisingan mengurungnya. Kendaraan-kendaraan berat lalu-lalang menyisakan deru, kadang ditingkahi suara tiang pancang dipasang. "Biasanya suami nyetel musik keras saja saya protes," kata karyawati swasta itu. Tapi kali ini dia mengubur uring-uringannya dan belajar menerima ketidaknyamanan itu.
Widiastuti tinggal di daerah Duren Sawit, Jakarta Timur, salah satu dari 13 kelurahan yang dilewati calon lintasan pengalih luapan bah Kanal Banjir Timur sepanjang 23,5 kilometer. Rumahnya hanya berjarak sekitar 100 meter dari titik terdekat lokasi proyek. Dengan posisi itu, bulan ini bahkan bisa sampai awal tahun depan Widiastuti masih harus bersabar. "Yang penting tidak banjir lagi."
Proyek Kanal Banjir Timur senilai Rp 4,9 triliun ini tengah dikebut pengerjaannya agar bisa selesai pada 2010. Bahkan trace basahnya diupayakan mulai berfungsi akhir tahun ini. "Sudah tembus sampai laut," kata Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto. Penyelesaian proyek itu adalah salah satu target 100 hari Departemen Pekerjaan Umum. Tahun depan, tebal kantong departemen ini mencapai Rp 34,7 triliun.
Dari jumlah itu, separuhnya untuk jalan, antara lain peningkatan kapasitas jalan lintas Sumatera dan Sulawesi sepanjang 695 kilometer. "Kita buat empat lajur," kata Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak. Jalan tol yang akan dikebut konstruksinya adalah Jakarta Outer Ring Road (JORR) W1 Kebon Jeruk-Penjaringan, Semarang-Solo, Kertosono-Mojokerto, dan Surabaya-Mojokerto.
Agenda pengerjaan dan penyelesaian proyek-proyek infrastruktur itu menjadi perangsang sektor infrastruktur tahun depan. Langkah pemerintah itu sekaligus untuk memancing keterlibatan investor swasta. Pada beberapa proyek, pemerintah hanya menggarap sebagian, dan sisanya ditawarkan ke swasta, seperti di jalan tol ruas Solo-Kertosono. "Pemerintah menyediakan tanah dan sebagian konstruksinya," kata Hermanto.
Rencana pembangunan di sektor perhubungan tahun depan pun senada. "Yang digarap pemerintah adalah faktor-faktor pengungkit," kata Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono. Pemerintah akan menggarap alur-alur pelayaran di pelabuhan atau landasan pacu bandar udara. "Terminalnya urusan swasta," katanya. Perhubungan juga akan memprioritaskan peningkatan jalur ganda (double track) kereta api Cirebon-Purwokerto. Tahun depan, anggaran infrastruktur di lingkup perhubungan mencapai Rp 16 triliun.
Geliat sektor infrastruktur juga bakal disumbang sektor kelistrikan. PT Perusahaan Listrik Negara akan membenamkan Rp 80 triliun untuk pembangunan infrastruktur kelistrikan baru dan pembenahan sistem transmisi serta distribusi listrik lama. Investasi itu akan berlanjut hingga lima tahun ke depan, mengejar target elektrifikasi listrik nasional 80 persen dari 62 persen saat ini.
Percepatan proyek pembangkit listrik 10 ribu megawatt tahap kedua pun akan ditenderkan awal tahun depan seiring dengan mulai berproduksinya proyek tahap pertama secara bertahap. Dari rencana kapasitas pembangkit proyek tahap kedua sebesar 11.144 MW itu, sebanyak 18 pembangkit berdaya 6.970 MW berlokasi di Jawa dan 65 pembangkit 4.174 MW di luar Jawa.
Pemerintah memang mengandalkan sektor infrastruktur sebagai penggerak perekonomian, terlebih dampak krisis global masih membayang. Dana besar pun digelontorkan. Tahun depan, anggaran untuk pembangunan infrastruktur prioritas yang disebarkan ke berbagai pos mencapai Rp 93,9 triliun. Tapi jumlah ini pun masih kurang untuk mengejar kebutuhan yang ideal.
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014, kebutuhan investasi bidang infrastruktur diperkirakan mencapai Rp 1.429 triliun atau tiga persen dari produk domestik bruto. Pemerintah diperkirakan hanya mampu menutup 35-40 persen. Sisanya bakal dipasok swasta.
Sayangnya, sejauh ini, dukungan pemerintah untuk swasta itu dianggap belum optimal. Swasta yang telanjur masuk keteteran di tengah jalan. Proyek pun terhenti. Sekadar contoh, Kamar Dagang dan Industri mencatat, dari target 1.700 kilometer jalan tol selama 1978-2009, baru terealisasi 690 kilometer. Dari 23 proyek jalan tol yang perjanjiannya sudah diteken, 21 proyek belum terlaksana.
Masalahnya klise: soal lahan. "Pembebasan lahan jadi momok," kata Fathur Rochman, Ketua Asosiasi Jalan Tol Indonesia, yang juga Ketua Komite Tetap Kadin Bidang Pembangunan Jalan Tol. Risikonya ditanggung swasta. Soal ini menjadi salah satu alasan sepinya minat swasta pada proyek-proyek yang ditawarkan dengan skema public private partnership.
Nah, untuk memberikan dukungan penuh ke swasta, instrumen fiskal dan nonfiskal sudah disiapkan buat tahun depan. Instrumen nonfiskal terutama untuk memperlancar pembebasan lahan dengan mekanisme land capping buat menutup kenaikan harga tanah, penggunaan jasa tim appraisal independen, serta penerapan sistem konsinyasi di pengadilan untuk beberapa ruas yang lahannya sulit dibebaskan.
Dari instrumen fiskal, pemerintah menyiapkan tiga perusahaan. PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia dengan modal awal Rp 1 triliun akan mengganti kerugian investor akibat kebijakan pemerintah, tapi terbatas pada investor pelat merah untuk proyek listrik, jalan tol, dan pelabuhan. Ada juga PT Sarana Multi Infrastruktur, dengan modal Rp 2 triliun, yang akan memberikan pembiayaan proyek, dan Badan Layanan Umum, yang menjamin risiko peningkatan harga tanah.
Direktur PT Jasa Marga Frans Satyaki Sunito gembira mendengar rancangan itu. "Risiko finansial untuk swasta praktis tak ada lagi," katanya. Mestinya, pembangunan infrastruktur bisa dipercepat. "Financing ada, tenaga ahli banyak, bahan baku melimpah." Tahun depan Jasa Marga akan melanjutkan proyek-proyek jalan tolnya sepanjang 200 kilometer. Jasa Marga juga akan mengambil alih sejumlah proyek jalan tol di Jakarta dan sekitarnya yang terbengkalai.
Namun pengusaha muda Sandiaga Uno memberikan catatan. Dia masih menunggu kepastian regulasi dan implementasi konkret. "Harus ada langkah baru di luar business as usual yang selama ini mendominasi."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo